Minggu, 26 Agustus 2012

TRIO PENYAMAR


Trio Penyamar



BAB I
TAMU KEJUTAN

"Apa kira-kira yang akan terjadi seandainya dulu aku memutuskan untuk menjadi seorang kriminal super?" Jupiter Jones berspekulasi.
Pada hari yang panas itu ia dan Pete Crenshaw sedang duduk di keteduhan bengkel Jupiter yang terletak di luar rumah. Mereka sedang sibuk bekerja dengan tumpukan barang bekas terbaru hasil belian Paman Titus, paman Jupiter.
Pete, penyelidik yang tinggi dan berotot, menjatuhkan obeng yang sedang digunakannya membuka bagian belakang sebuah jam dinding tua. Ia menatap Jupiter dengan mulut terbuka.
"Apa katamu?"
"Aku bilang, apa kira-kira yang akan terjadi seandainya dulu aku memutuskan untuk menjadi seorang kriminal super," ulang Jupiter. "Kau ingat rencana para perampok bank yang menyewa orang-orang kerdil untuk menyamar sebagai kurcaci? Pemimpin perampok itu menawarkan untuk menjadikan aku anak didiknya dan melatihku menjadi penjahat nomor satu. Aku hanya iseng-iseng berpikir apa yang akan terjadi seandainya waktu itu kuterima tawarannya."
"Kemungkinan besar kau sekarang terkurung di Penjara Los Angeles bersama anggota gang itu yang lain," kata Pete.
"Hm," gumam Jupiter, "aku ingin tahu."
Anak-anak itu sedang bergembira karena sehari sebelumnya mereka mengetahui bahwa mereka akan diberi penghargaan oleh Rocky Beach Rotary Club sebagai warga teladan atas jasa-jasa mereka terhadap masyarakat sebagai detektif junior sukarela. Bersama seorang pemenang yang lain mereka akan menerima hadiah sebesar seribu dolar pada suatu acara penghargaan di Balai Kota. Teman mereka, Chief Reynolds, akan bertindak sebagai pembawa acara. Hadiah itu akan mereka bagi tiga, yang berarti masing-masing akan memperoleh hampir seratus enam puluh lima dolar!
"Menurutku seorang penjahat super harus merancang suatu kejahatan super. Sesuatu yang direncanakan dan dilaksanakan dengan sempurna," kata Jupiter lagi.
"Kau tidak sungguh-sungguh berniat menjadi seorang penjahat kan?!" seru Pete.
"Rasanya sih tidak," Jupiter menyeringai. "Tapi sekali waktu seorang penyelidik yang bagus harus berpikiran seperti seorang kriminal untuk mengetahui cara mereka berpikir."
"Seandainya aku diberi sepuluh sen setiap kali mendengar kau berkata ...," omongan Pete terputus dengan kedatangan Bob Andrews, seorang remaja berperawakan kecil dan berpenampilan seorang kutu buku.
"Hai, Bob. Mengapa begitu lama?"
"Miss Bennett menyuruhku memperbaiki sampul buku-buku tua. Kupikir aku takkan pernah bisa keluar dari sana." Bob bekerja paruh waktu di Perpustakaan Umum Rocky Beach. Pekerjaannya itu sungguh berguna dalam melakukan riset-riset untuk kasus-kasus Trio Detektif.
"Sudahkah kalian memutuskan apa yang hendak kalian lakukan dengan uang hadiah itu?" Bob bertanya penuh semangat.
"Aku akan menghabiskannya di Magic Mountain!" Pete tertawa.
"Aku akan membeli sepeda baru. Kau, Jupe?"
"Sudah menjadi keputusanku bahwa biro penyelidik kita dapat menginvestasikan penghargaan finansial itu pada sebuah komputer," jawab Jupiter. "Paling tidak sebagai uang mukanya."
"Saudara-saudara, serahkan saja pada Jupiter Jones untuk bersenang-senang dengan uang yang demikian banyak!" Pete berkata sinis.
Mereka terus bercakap-cakap dengan antusias tentang apa yang akan mereka lakukan dengan hadiah itu, sampai terdengar seruan Bibi Mathilda memanggil mereka. Suaranya bergema di sela-sela tumpukan barang bekas yang sengaja mereka letakkan secara strategis. Mrs. Jones adalah seorang wanita berbadan besar yang berhati besar pula. Hanya satu yang lebih besar daripada hatinya, kemampuannya menemukan anak-anak malas dan menyuruh mereka bekerja keras. Meskipun Paman Titus yang berburu barang bekas, Bibi Mathildalah yang sesungguhnya menjalankan bisnis barang bekas mereka. Dan kini suaranya menuntut perhatian.
"Jupiter!" serunya. "Di mana lagi kau sekarang? Kau kedatangan tamu. Chief Reynolds ada di sini mencarimu!" Kemudian ia berpaling untuk melayani seorang pembeli.
Ketiga remaja itu saling berpandangan, terkejut.
"Menurutmu apakah ia lupa memberi tahu sesuatu tentang acara penghargaan itu?" tanya Bob, melompat turun dari tempatnya duduk di atas mesin cetak.
"Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya!" Jupiter bangkit. "Yuk!"
Mereka berjalan zig-zag melalui sela-sela tumpukan barang bekas menuju suatu gerbang besar, pintu masuk ke Jones Salvage Yard. Chief Reynolds berdiri menunggu di sana di sebelah mobil patrolinya. Jupiter segera sadar bahwa petugas polisi itu nampak aneh. Mereka sudah cukup lama bekerja sama sehingga Jupiter dapat menyimpulkan dari raut muka Chief Reynolds bahwa ia sedang berada dalam stres.
"Halo, Chief. Sepertinya Anda datang untuk urusan pekerjaan dan bukan tentang penghargaan," kata Jupiter.
"Tepat sekali, Jupiter. Tapi bagaimana kau bisa menebak, aku tak tahu," Chief Reynolds menjawab dengan alis terangkat. Bob dan Pete menatap Jupiter dengan kebingungan yang sama.
"Saya selalu berusaha untuk tidak menebak jika jawabannya sudah jelas. Ada yang bisa kami bantu?"
"Begini, Anak-anak," kata Chief, nampak malu-malu, "ada pencurian di Pearl's Bakery tadi malam ...."
"Dan Anda ingin kami membantu menemukan pencurinya," kata Pete penuh semangat. Sudah beberapa minggu berlalu sejak kasus terakhir mereka dan mereka tidak sabar menunggu misteri selanjutnya.
"Sayangnya tidak, Pete," jawab Chief lambat-lambat. "Begini ... kalian bertiga adalah tersangka utama!"
"APA?!" mereka berseru serempak.
Bibi Mathilda menjatuhkan sapu yang sedang dipegangnya dan bergegas menghampiri. "Apa maksudnya semua ini, Sam?!" tukasnya. "Kau kenal baik dengan anak-anak ini, kau seharusnya lebih tahu!" Wanita berbadan besar itu mendengus dan berjalan menuju ke kantor. "Titus Andronicus, keluar cepat!"
"Tenang, Mathilda," Chief menenangkannya. "Aku yakin ada penjelasan yang masuk akal."
Sementara Chief Reynolds berusaha meredakan amarah bibi Jupiter, Titus Jones berjalan menuju gerbang utama. Mr. Jones adalah seorang lelaki pendek dengan hidung besar dan kumis yang lebih besar lagi. Matanya berbinar-binar sembari ia mengisap pipa di sela-sela bibirnya. "Ada masalah apa, Sam?" tanyanya tenang.
"Pearl's Bakery dimasuki pencuri semalam," ulang Chief. "Kami tidak punya petunjuk apa-apa ... kecuali ini." Ia menunjukkan selembar kartu nama milik anak-anak itu, tersegel dalam sebuah kantong plastik tempat barang bukti.
"Oh, itu salah satu kartu nama dari klub kalian, Anak-anak!" Mrs. Jones menahan nafas. Mathilda Jones tahu bahwa anak-anak mengadakan rapat secara teratur tapi ia tidak pernah sadar bahwa mereka adalah penyelidik serius yang telah membantu memecahkan beberapa peristiwa kejahatan nyata. Tak peduli berapa kali Jupe memberi tahunya, ia tetap menganggap perusahaan mereka sebuah klub.
Sementara itu Jupiter mengamat-amati kartu di tangan Chief dengan seksama dan mencubiti bibir bawahnya ... suatu tanda bahwa otaknya sedang berputar kencang.
"Boleh saya lihat, sir?" tanyanya.
Chief menyerahkan kantong barang bukti dengan kartu di dalamnya. Jupiter menatapnya selama beberapa menit. Ia membaliknya dan memandang bagian belakang, lalu kembali ke bagian muka. Bob dan Pete mendekat dan ikut memandang melalui bahu Jupiter. Tulisannya:
                        TRIO DETEKTIF
                 "Kami Menyelidiki Apa Saja"
                            ? ? ?
 
          Penyelidik Pertama...........Jupiter Jones
          Penyelidik Kedua............Peter Crenshaw
          Catatan dan Riset..............Bob Andrews
"Waduh! Ada pencuri menjatuhkan kartu nama kita!" seru Pete.
"Anda bilang ini ditemukan di lokasi kejahatan?" tanya Jupiter sambil mengerutkan kening.
"Tepat sekali, Jupiter," jawab Chief. "Tepat di sebelah mesin kasir yang kosong. Pearl -- Mrs. Henderson, pemiliknya, baru saja memasang seperangkat sistem pengaman yang canggih dua minggu lalu. Menurutnya ia sering membuat roti sampai larut malam dan harus bekerja sendirian. Tidak mudah bagi seorang pencuri untuk membobol sistem itu. Sekarang Pearl sangat cemas."
"Pencuri itu hanya mengambil uang dari mesin kasir?" tanya Jupiter, agak heran. "Tidak ada lagi yang dicuri atau dirusak?"
"Tidak satupun. Dan inilah yang lucu," Chief nampak tegang. Hari yang panas serasa semakin panas dan Chief melonggarkan dasinya dan membuka kancing kerahnya. "Menurut Pearl tidak ada peralatan yang dirusak dan bahkan tidak ada satu donat pun yang diambil. Dan ia sangat yakin bahwa di dalam mesin kasir hanya ada dua puluh dolar!"

BAB II
DIFITNAH!

"Menurut saya jelas sekali si pencuri berusaha memfitnah kami," Jupiter berkata tenang.
"Sepertinya memang demikian," jawab Chief Reynolds. "Tetap saja, meskipun aku tidak suka melakukan ini, aku harus menanyai kalian, Anak-anak, tentang di mana kalian berada sekitar pukul sembilan tadi malam," Chief mengeluarkan pen dan buku catatan kecil.
Bob dan Pete menatap Jupiter. Mereka semua tahu bahwa pukul sembilan semalam mereka sedang mengadakan rapat rahasia di dalam markas mereka. Markas adalah sebuah karavan sepanjang sepuluh meter yang dibeli Titus Jones dengan harapan ia akan dapat menjualnya lagi. Namun karena rangkanya telah rusak parah, karavan itu tidak laku-laku hingga akhirnya Titus memberikannya kepada Jupiter untuk dijadikan tempat pertemuan dengan teman-temannya. Perlahan-lahan selama beberapa bulan anak-anak itu menumpukkan barang-barang rongsokan di sekitarnya dan kini karavan itu tersembunyi -- dan terlupakan -- kecuali oleh mereka.
"Kami bertiga ada di pangkalan barang bekas ini, mengadakan rapat pada pukul sembilan tadi malam, Chief," jawab Jupiter tanpa ragu-ragu.
"Ada yang bisa membuktikannya?"
Sebagai pemimpin Trio Detektif yang penuh percaya diri dan kadang-kadang sombong, Jupiter Jones tidak mudah bingung. Kini ia tergagap dalam menjawab.
"Eh ... tidak. Saya ... saya rasa tidak ada, sir."
Chief Reynolds menepuk bahu Jupiter dan tersenyum. "Jangan khawatir, Nak. Kalian telah terbukti sebagai asisten polisi yang hebat. Meskipun kalian berbalik menjadi penjahat, kalian tidak akan begitu ceroboh."
Jupe, Pete, dan Bob berusaha tersenyum terhadap pujian itu.
"Nah, Anak-anak, sekarang aku harus mengembalikan kartu nama ini ke laboratorium untuk pemeriksaan sidik jari. Akan kukabari kalian setelah hasilnya keluar." Setelah berkata demikian, Chief Reynolds masuk ke mobil patrolinya. Ia memberi hormat dengan ramah sembari memundurkan mobilnya keluar dari pangkalan barang bekas. Anak-anak melambaikan tangan dan berdiri dengan muram, memandangi mobil Chief Reynolds menjauh.
Begitu mobil Chief Reynolds menghilang dari pandangan, sebuah mobil sport berwarna biru mengkilap berhenti dengan mendadak di depan gerbang, menyebabkan debu dan tanah beterbangan di udara yang panas.
"Skinny Norris!" ujar Pete geram. "Bukan waktu yang tepat untuk kekonyolannya!"
E. Skinner Norris berusia sedikit lebih tua daripada anak-anak itu. Karena ayahnya secara resmi bertempat tinggal di suatu negara bagian lain yang dapat dikatakan mengizinkan bayi untuk mengemudi, Skinny dapat menyetir mobil -- sesuatu yang amat ditonjolkannya kepada semua anak di Rocky Beach. Namun demikian, meskipun Skinny memiliki mobilnya sendiri, yang sangat disukainya selama tinggal di Rocky Beach selama musim panas adalah mencari tahu apa yang dilakukan Jupiter, Pete, dan Bob, dan berusaha mengganggu mereka. Ia selalu berusaha mengalahkan Jupe dan selalu gagal. Kini ia melompat keluar dari mobilnya dan menghampiri Trio Detektif.
"Pergi, Skinny!" tukas Bob.
"Diam kau!" Skinny menyeringai seperti seekor kucing yang baru saja menangkap seekor burung kenari. "Jupiter McSherlock, sepertinya Anda sedang bermasalah sekarang." Beberapa orang gerombolan Skinny yang berada di jok belakang mobil tertawa dan Skinny mengikik seperti seekor kuda.
Jupe menampilkan muka terkejut. "Aku tak tahu apa maksudmu, Skinny," katanya polos, mengangkat bahu.
"Yang benar saja!" tukas Skinny, "Semua orang di kota ini tahu kalian yang melakukannya! Mereka menemukan kartu nama kalian di lokasi kejahatan!" Skinny mencibir.
"Suatu informasi yang menarik, Skinny," kata Jupiter, mengedipkan mata kepada Bob dan Pete. "Mengingat fakta bahwa hanya Mrs. Henderson dan polisi yang tahu detail terjadinya kejahatan itu, mungkin ada baiknya kau memberi tahu kami bagaimana kau tahu kartu nama kami ditemukan di tempat kejadian."
Muka Skinny memerah. "Kau kira kau begitu pintarnya, Gendut! Lihat saja nanti!" Ia mengacungkan jarinya yang kurus ke arah Jupe. "Sebelum hari ini berakhir, kalian bertiga akan menjadi bahan tertawaan di seluruh Rocky Beach!" Skinny melompat masuk ke mobilnya dan mundur, meninggalkan kepulan debu. Sambil tertawa dan menjulurkan lidahnya ke arah anak-anak, ia memacu mobilnya.
Ketika debu telah mereda, Bob menyuarakan pertanyaan yang ada di pikiran mereka bertiga.
"Bagaimana Skinny bisa tahu tentang kartu nama kita, Jupe?"
Jupiter mengerutkan kening. "Aku tidak yakin namun sepertinya mulut besarnya memberi implikasi bahwa dialah yang ada di balik pencurian di Pearl's Bakery. Menurutku sekarang saatnya Trio Detektif mengadakan rapat darurat!"

*****

Jupiter mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja setengah hangus yang terdapat di dalam markas. "Rapat dimulai. Karena kita semua tahu tentang kejadian mengejutkan yang baru saja disampaikan kepada kita, mari kita sekarang mulai mendiskusikan para pelaku potensial."
"Apa katanya?" tanya Pete kepada Bob.
"Jupe bilang, kita semua tahu apa yang terjadi, maka mari memikirkan siapa yang mencoba menfitnah kita," kata Bob.
"Oh. Mengapa ia tidak bilang begitu saja?"
Penyelidik pertama yang gempal berdehem dan meletakkan sikunya di atas meja. "Jika kalian berdua telah selesai berkomedi, kita akan lanjutkan," katanya dengan tidak sabar. "Skinny Norris telah masuk daftar dengan alasan yang jelas. Bisakah kalian memikirkan kira-kira siapa yang ingin mencemarkan nama baik dan reputasi kita?"
"Wah, Jupe, kita telah menangani begitu banyak kasus ... bisa siapa saja dari seratus orang!" seru Pete.
"Seratus mungkin agak terlalu berlebihan tapi kita memang telah memperoleh beberapa musuh," Jupe menghembuskan nafas.
"Mungkinkah Hugenay?" kata Bob bersemangat, "pencuri barang seni dari Prancis yang kita hadapi dalam Misteri Nuri Gagap dan Misteri Jeritan Jam?"
Jupiter bersandar di kursi putar yang telah diperbaikinya, berkonsentrasi penuh. "Bukan gayanya," katanya memutuskan. "Selain itu ia sebenarnya membantu kita terakhir kali kita bertemu. Rasanya tidak mungkin ia jauh-jauh datang kembali ke Rocky Beach hanya untuk memberi kita masalah. Berikutnya?"
Pete menjentikkan jarinya. "Bagaimana dengan para penjahat yang berusaha mencuri permata August August, Mata Berapi? Polisi tak pernah menangkap mereka!"
"Hm, jelas suatu kemungkinan," jawab Jupe.
Selama beberapa saat mereka berdiam diri, memikirkan semua kriminal yang pernah mereka temui selama karir mereka sebagai Trio Detektif. Akhirnya Bob mengangkat tangan putus asa.
"Oh, kita harus menghadapi kenyataan, teman-teman, daftar ini bisa terus bertambah panjang!"
"Kau benar, Data. Mari kita lanjutkan," kata Jupiter setuju. "Mengapa seorang penjahat secara sengaja memilih sebuah toko kue untuk dirampok? Itulah misteri teka-teki sebenarnya di sini."
"Biar kutambahi!" kata Pete. "Mengapa seseorang mau bersusah payah hanya demi dua puluh dolar, itulah misteri yang sebenarnya!"
"Awk! Misteri! Awk!" jerit Blackbeard. Blackbeard adalah beo peliharaan mereka yang mereka dapatkan saat menangani salah satu kasus. Dari sangkar besarnya yang tergantung di sudut ruangan, burung itu selalu membuat Pete gelisah.
"Diam kau!" seru Pete.
"Jupe, bagaimana kalau kita sudahi saja malam ini?" kata Bob. "Hari ini sungguh melelahkan dan perutku merasa ini sudah waktunya makan malam."
"Kurasa kau benar, Bob," kata Jupiter menyerah. "Malam ini kita coba pikirkan, siapa saja yang berusaha memfitnah kita. Besok kau telusuri semua catatan kasus kita, Data. Buatlah daftar para tersangka yang mungkin, termasuk Skinny, meskipun aku ragu dialah yang kita cari."
"Baiklah, Jupe," jawab Bob. Remaja bertubuh kecil itu menghilang melalui Lorong Dua, sebuah tingkap di lantai karavan yang berfungsi sebagai salah satu jalan masuk rahasia ke markas.
"Dua, besok kau ikuti Skinny dan lihat apa maunya anak itu. Lapor ke markas siangnya."
"Aku harus memotong rumput di rumah tetangga dulu tapi setelah itu akan kuamat-amati anak itu bagai seekor elang!" kata Pete. "Apa yang akan kau lakukan besok, Pertama?"
"Besok," kata Jupiter dengan dramatis, "Aku ada kencan dengan empat kursi taman yang sangat berkarat."
Jupiter melambaikan tangan sambil mengunci pangkalan. Ia menyeberang jalan ke rumah kecil berwarna putih, kediaman Keluarga Jones.
Pete dan Bob bersepeda pulang. Mereka bersama-sama sepanjang sebagian jalan pulang, membicarakan kejadian mengejutkan hari itu. Ketika matahari musim panas mulai terbenam di langit nan ungu, mereka berpisah dan mengambil jalan masing-masing. Tidak ada yang menyadari kehadiran sebuah sedan hitam yang telah membuntuti mereka secara diam-diam.

BAB III
PENCURIAN KEDUA!

Pete Crenshaw bangun pagi-pagi sekali dan memerangi kabut California yang tebal untuk memotong rumput di halaman tetangganya. Ia tidak terlalu suka akan tugas membuntuti Skinny Norris dan mobilnya berkeliling Rocky Beach dengan sepeda. Tapi Pete adalah yang paling atletis dari ketiga anak itu, jadi dialah yang selalu mendapat tugas seperti ini. Namun demikin pagi ini Pete beruntung. Mobil Skinny Norris tidak pernah meninggalkan rumah orang tuanya sepanjang pagi. Sekarang hari telah siang dan dari tempat persembunyiannya di atas pohon elm besar di seberang jalan, Pete, dengan teropong ayahnya, hanya melihat muka Skinny yang berbintik-bintik mengintip melalui tirai dengan gelisah dari waktu ke waktu. Pete merasa Skinny nampak cemas dan ia mengingatkan diri untuk melaporkan hal ini kepada Jupe. Ia memasukkan teropong ke dalam kotaknya dan turun dari pohon.

*****

Matahari tengah hari yang panas telah menghabisi sisa-sisa kabut pagi ketika Pete meluncur di atas sepedanya masuk ke Jones Salvage Yard. Hans dan Konrad, kedua pekerja pangkalan asal Bavaria, sedang membuka terpal penutup truk pangkalan dan melihat-lihat isinya.
"Hi, Konrad. Hi, Hans."
"Hi, Pete," kata Konrad.
"Kau mencari Jupe?" tanya Hans.
"Ia tak ada di sini?" tanya Pete heran. "Katanya ia harus bekerja seharian!"
"Ia tidak kelihatan sepanjang pagi, Pete. Bob ada di sini," jawab Konrad.
"Baiklah. Terima kasih ya."
"Sama-sama, Pete," balas kedua bersaudara itu dengan riang.
Pete menaiki sepedanya mengelilingi tumpukan barang bekas hingga ia tiba di bengkel Jupe. Sepeda Bob tersandar di mesing cetak tua yang telah diperbaiki oleh Jupiter. Pete menyandarkan sepedanya ke sepeda Bob dan merangkak di bawah mesin cetak. Ia menyingkirkan potongan terali yang seolah-olah tersandar begitu saja pada sebuah pipa tua berdiameter besar dan merangkak masuk. Ini adalah pintu masuk ke Lorong Dua. Pipa itu memanjang beberapa meter, sebagian berada di bawah tanah. Anak-anak itu telah meletakkan potongan karpet di bagian bawah di dalam pipa sehingga lutut mereka terlindungi. Pete tiba di pintu yang membuka ke atas, ke lantai markas, mengetuk dengan kode khusus, dan masuk.
Bob Andrews sedang sibuk bekerja di lemari arsip. Dengan sebatang pensil di sela-sela giginya it menggumamkan halo kepada Pete.
"Kau lihat Jupe?" tanya Pete.
"Tidak kelihatan sepanjang pagi," gumam Bob.
"Waduh, menurutmu ...." Pete terpotong oleh dering telepon. Kedua anak itu saling berpandangan selama beberapa saat. Telepon itu jarang berdering dan jika ia berdering, biasanya untuk sesuatu yang penting. Bob menjatuhkan pensil di mulutnya dan menjawab dengan suaranya yang paling profesional.
"Trio Detektif, dengan Bob Andrews."
"Data!" Ternyata Jupiter dan ia terdengar terburu-buru. "Pete ada?"
"Dia baru saja datang. Di mana kau?"
"Nyalakan pengeras suara!" perintah Jupiter.
Pengeras suara yang dimaksud adalah sebuah mikrofon dan speaker yang telah dihubungkan oleh Jupiter sehingga mereka bertiga dapat ikut serta dalam pembicaraan di telepon. Bob menyalakannya dan memegang gagang telepon di depan mikrofon.
"Silakan, Pertama," kata Bob.
"Keadaan darurat! Gampang Tiga! Kelana Gerbang Merah! Green's Hardware Store! Segera! Hati-hati!" Dan tiba-tiba Jupiter memutuskan hubungan. Bob dan Pete saling berpandangan seolah-olah terhipnotis oleh nada sambung di telinga mereka.
"Apa itu tadi?" tanya Pete.
"Aku tidak yakin tapi sebaiknya kita ikuti saja perintahnya!" seru Bob. "Ayo!"
Pete dan Bob berdesak-desakan keluar melalui Gampang Tiga. Gampang Tiga adalah sebuah pintu besar yang masih menempel pada bingkainya dan seolah-olah tersandar begitu saja pada suatu tumpukan barang rongsokan. Kalau dibuka dengan sebuah anak kunci berkarat yang tersembunyi, pintu itu membuka ke sebuah ketel raksasa, yang kemudian menuju ke markas.
Diam-diam mereka mengambil sepeda dan menuju Kelana Gerbang Merah. Bertahun-tahun yang lalu beberapa pelukis Rocky Beach telah melukisi pagar yang mengelilingi pangkalan barang bekas sebagai tanda terima kasih mereka kepada Titus Jones yang sering kali memberi mereka benda-benda yang mereka butuhkan secara cuma-cuma. Salah satu lukisan di bagian belakang menampilkan kebakaran besar yang terjadi di San Fransisco. Seekor anjing kecil, yang diberi nama Kelana oleh anak-anak, dengan sedih menatap rumahnya yang dimakan api. Jupiter merancang sebuah sistem sedemikian sehingga jika mata Kelana ditekan, tiga papan pagar akan membuka ke atas. Mereka biasanya menggunakan pintu masuk ini jika ingin ekstra hati-hati agar tidak terlihat oleh Bibi Mathilda.
Bob dan Pete membiarkan Kelana Gerbang Merah tertutup dan mengebut sepeda mereka melalui jalan setapak di rumput, menuju ke daerah perbelanjaan di tengah kota Rocky Beach.
"Mungkinkah kita diawasi?" tanya Bob dengan cemas di sela-sela nafasnya yang memburu.
"Mungkin saja," jawab Pete suram. "Kita harus tetap berjaga-jaga dan jangan sampai dibuntuti!"
Mereka selalu mengambil jalan-jalan kecil dan lorong-lorong, berulang kali melihat ke belakang ke arah mobil-mobil yang mereka curigai membuntuti mereka. Beberapa menit kemudian mereka tiba di Green's Hardware Store. Jupiter dan Chief Reynolds berdiri di depan toko. Jupiter sedang mondar-mandir, mencubiti bibir bawahnya, dan nampak berpikir keras sekali. Raut muka Chief Reynolds nampak suram.
"Hei, Jupe, ada apa ini?" tanya Pete, tersengal-sengal.
"Ada yang membobol toko peralatan ini?" tanya Bob, membenarkan letak kacamatanya di atas hidungnya yang berkeringat.
Jupiter tidak mengacuhkan pertanyaan itu dan balik menanyai Bob. "Data, apakah kau kemarin langsung pulang ke rumah dari pangkalan?"
"Tentu saja, Jupe. Ada apa?"
"Apakah sepedamu kau kunci pada malam hari, Robert?" tanya Chief Reynolds.
"Wah, tidak," jawab Bob, terheran-heran. "Sepeda selalu kuparkir di halaman rumah kami. Ada apa sih?"
"Masuklah, Anak-anak," kata Chief Reynolds dengan serius, mendahului masuk melalui pintu depan.
"Kau benar, Bob. Green's Hardware Store dimasuki pencuri semalam. Lihatlah sendiri. Tapi ingat, ini tempat kejadian perkara, jangan sentuh apa pun!" perintahnya.
Hal pertama yang mereka lihat adalah seutas tali plastik di tengah ruangan yang menjuntai dari sebuah jendela di langit-langit yang tinggi.
"Seperti kalian lihat, jendela itu sangat kecil," kata Jupiter sementara mereka menghampiri tali tersebut. "Hampir terlalu kecil untuk seorang lelaki dewasa ... tapi sangat pas untuk seorang anak."
"Kedengarannya tidak terlalu menyenangkan!" dengus Bob.
"Berikutnya," lanjut Jupiter, seolah-olah sedang memberikan kuliah di kelas, "di bagian bawah tali ini kita temukan bekas-bekas yang sepertinya berasal dari kapur berwarna biru."
"Oh, tidak!" keluh Bob.
"Dan sekarang, coba alihkan perhatian kalian ke kaca jendela di langit-langit ...," Jupiter menyuruh, menunjuk ke arah langit-langit.
"Sebuah tanda tanya!" seru Bob dan Pete serempak.
Hampir-hampir mereka tidak dapat mempercayai penglihatan mereka. Di kaca jendela, sepuluh meter di atas kepala mereka, tergambar sebuah tanda tanya besar berwarna hijau. Tanda khusus Trio Detektif!
"Jupe! Chief! Kalian harus percaya padaku!" kata Bob memelas, matanya terbelalak. "Aku tidur nyenyak sekali semalam! Di rumah! Di ranjangku! Dan seandainya aku ada di sana sekarang!"
Jupiter tidak menanggapi kata-kata Bob. "Bekas ban sepedamu terlihat di atas lumpur, menuju ke pintu belakang toko ini," ia memberi tahu anak bertubuh kecil itu. "Aku selalu mengenali bekas ban sepedamu yang bergaris-garis itu di mana pun!"

BAB IV
MENGINTAI

Kabut tebal menyelimuti kawasan Pasifik malam itu. Trio Detektif, terbungkus dari kepala hingga ujung kaki dengan mantel hitam, bersepeda memasuki pintu belakang Kepolisian Rocky Beach. Beberapa menit menjelang pukul delapan.
Jupiter menyandang sebuah ransel yang berisi 'peralatan penting untuk mengintai', demikian ia menyebutnya. Kini ia dan Bob bercakap-cakap penuh semangat tentang bermacam-macam teknik mengintai. Pete, yang sama sekali tidak suka segala sesuatu yang mengandung bahaya, membuntuti di belakang. Mereka mengetuk pintu dan dipersilakan masuk oleh Officer Haines, seorang polisi muda berwajah galak dan berambut merah.
"Anak-anak melakukan pengintaian!" dengusnya. "Mengapa kalian tidak kembali saja ke rumah pohon kalian dan membiarkan para profesional menangani ini?"
Jupiter memiliki bakat berakting yang memungkinkannya mengubah raut muka dan tingkah lakunya, sehingga nampak lebih tua daripada usia sebenarnya. Kini ia berdiri tegak dengan dagu terangkat tinggi.
"Diremehkan karena usia kami telah memungkinkan kami menyelesaikan banyak kasus membingungkan dan dianggap tak terpecahkan. Mata muda kami dapat melihat banyak hal yang terlewatkan oleh orang dewasa."
Officer Haines nampak seolah-olah ia baru saja menggigit sebuah jeruk yang sangat asam. "Mulut pintarmu itu suatu hari nanti akan memberimu masalah besar, Jones!" geram Haines, mencucukkan jarinya ke dada Jupe. "Kau tahu terlalu banyak demi kebaikanmu sendiri!"
"Cukup, Haines," Chief Reynolds berkata dari belakangnya.
"Bukan anak-anak yang baik," Haines bergumam sambil berjalan menjauh di koridor.
"Maaf tentang hal itu, Anak-anak," kata Chief. "Mereka sedang menghadapi stres dengan segala aktivitas kejahatan yang terjadi di Rocky Beach akhir-akhir ini. Kami banyak bekerja lembur dan mereka tidak suka anak-anak melakukan pekerjaan mereka. Jadi demi kebaikan kalian sendiri, jangan mencari masalah dengan mereka malam ini. Setuju?"
Ketiga anak itu mengangguk dengan muram.
"Apa yang dikatakan Skinny tentang pencurian-pencurian ini, Chief?" tanya Bob, mengeluarkan buku catatan dan pensil.
"Tidak banyak yang bisa ditulis, Bob. Skinny sudah tidak ada di kota ini!"
"Apa?!" seru Pete, memukulkan kepalan ke telapak tangannya. "Tunggu sampai dia berhadapan denganku!"
"Sebenarnya aku telah mencoret nama Skinny dari daftar tersangka," kata Jupiter sementara mereka berjalan menuruni tangga, menuju ke garasi polisi di bawah tanah. "Kejadiannya terlalu kompleks untuk anak seperti Skinny. Selain itu, ia takkan berani melakukan sesuatu sebesar ini."
"Sepertinya sekali lagi Jupiter benar," kata Chief setuju. "Entah bagaimana Skinny tahu tentang rencana si pencuri ... atau para pencuri ... tapi rasanya cukup sampai di situ keterlibatannya. Kita akan tahu begitu kita bisa menemukannya. Ibunya berkata ia menginap di tempat seorang sepupu di pesisir selama beberapa minggu.
Mereka berempat masuk ke dalam mobil Chief Reynolds, Jupe mengambil tempat duduk di depan. Chief akhirnya tidak dapat menahan rasa ingin tahunya melihat Jupe meletakkan ransel di antara kedua kakinya. Setelah sekian lama bekerja sama, Sam Reynolds telah terbiasa dengan kejutan-kejutan dari Jupiter Jones.
"Baiklah, sudah cukup berahasia, apa itu di dalam ransel, Jones?"
Jupe tersenyum. "Kumpulan intrumen dan peralatan yang boleh jadi akan terbukti sebagai faktor yang menguntungkan dalam tugas pengintaian kami."
"Maksudnya, barang-barang yang mungkin berguna nanti," kata Pete menyeringai.
"Cara yang agak rendah untuk menyatakannya tapi pada intinya benar, Dua," jawab Jupiter. Ia mulai membagi-bagikan isi ranselnya. "Walkie-talkie kita, bisa digunakan sampai sejauh empat blok. Senter, kapur, tiga set teropong, tiga botol soda jeruk, dan biskuit coklat Bibi Mathilda yang telah ternama di seluruh dunia! Kita tidak pernah tahu berapa lama pengintaian akan berlangsung!" senyum Jupe, mengambil suatu gigitan besar.
"Serahkan pada Jupe untuk berkemas!" Bob tertawa.
Chief menghela nafas, lalu berubah serius. "Sudahkah kalian bertiga mendapat izin dari orangtua masing-masing?"
Mereka mengangguk penuh semangat.
"Baiklah kalau demikian. Mari kita menangkap pencuri!"

*****

Sejam kemudian Trio Detektif telah berada di tempat pengintaian masing-masing, sesuai petunjuk Chief. Jupiter berjongkok di dalam bayang-bayang di pagar rumah seberang Pearl's Bakery bersama seorang polisi berbadan besar yang bernama McDaniels. Satu blok dari situ, Bob duduk di jok depan sebuah mobil polisi tak bertanda bersama Chief Reynolds. Kaca-kaca jendela mobil itu benar-benar gelap sehingga tidak mungkin melihat ke dalam tanpa menempelkan muka di kaca. Pete, yang paling cekatan, menggigil di atap Green's Hardware Store bersama Haines, yang nampak sangat kesal. Meskipun saat itu musim panas, di daerah pesisir malam dapat menjadi sangat dingin, terutama ketika berkabut. Dan kini, hampir pukul sembilan dan matahari tinggal sesaat lagi terbenam, Pete harus menaikkan kerahnya, menutupi telinga.
Penyelidik Kedua dengan waspada mengamat-amati jalan di depan toko peralatan itu. Ia merasa kabut telah menjadi jauh lebih tebal dalam sejam terakhir. Bahkan jalan raya, yang biasanya penuh dengan remaja pada Jumat malam, nampak lengang. Setiap beberapa saat ada mobil yang lewat, lampu depannya bercahaya bagaikan kunang-kunang pada waktu malam. Pete merasa sial sekali harus berpasangan dengan Haines namun memutuskan untuk mengurangi kebosanan dengan bercakap-cakap dengan polisi galak itu.
"Kabut semakin tebal. Anda pikir kita bisa melihat apa yang terjadi dari atas sini?"
"Diam, Anak Kecil," Haines meludah dengan kesal.
"Huh," gumam Pete. Ia kembali mengarahkan pandangan ke jalan yang berkabut dan memutuskan untuk mencoba walkie-talkie-nya. Walkie-talkie itu adalah salah satu hasil karya Jupiter sejak mereka memulai Trio Detektif. Terdiri dari alat penerima dan pengirim, walkie-talkie itu terhubung oleh kawat tembaga dengan ikat pinggang khusus yang mereka kenakan.
"Penyelidik Pertama, masuk," Pete berbisik. "Penyelidik Pertama, masuk. Ganti."
Sejenak terdengar bunyi sinyal statis dan kemudian suara Jupe, pelan namun jelas.
"Pertama di sini. Ada apa, Dua? Ganti."
"Biasa saja," kata Pete. "Hanya berusaha mencari teman mengobrol yang tidak benci anak-anak." Ia menjulurkan lehernya untuk melihat apa yang terjadi di jalan lagi. "Kabut sangat tebal di sini. Aku hampir tidak dapat melihat jalan! Apakah kau bisa melihat sesuatu di bawah sana? Ganti."
"Negatif," jawab Jupe. "Sepertinya ini adalah malam paling buruk untuk mengintai. Kabut ini seperti sup kacang saja. Tetaplah waspada," Penyelidik Pertama memberikan aba-aba.
"Dan jaga badanmu agar tetap hangat!" Suara Bob terdengar diiringi dengan tawa. "Ganti dan selesai."
"Lucu sekali, Data!" kata Pete sinis. "Akan kuganti dan kuselesaikan engkau!"
Pete menyimpan kembali walkie-talkie-nya dan berusaha menemukan tempat duduk yang paling nyaman, bersiap-siap menghadapi malam yang panjang.

*****

Waktu serasa berlalu kian lama kian lambat. Tubuh Pete terasa pegal dan pikirannya seolah-olah sama berkabutnya dengan malam itu. Satu-satunya yang terjadi selama pengintaian itu adalah kedatangan seorang anak buah Chief Reynolds dengan dua cangkir kopi untuk Pete dan Haines. Pete begitu senang akan adanya sesuatu yang hangat di dalam perutnya sehingga mulutnya terbakar karena menghabiskan isi cangkir itu sekaligus.
Pete bermimpi ia tersesat di dalam kabut di suatu pantai. Gemuruh ombak berderu-deru kencang sekali di telinganya. Sudut matanya menangkap sesosok bayang-bayang yang menyelinap di tengah-tengah kabut tidak jauh dari tempatnya, terdengar suara tapak kaki di pasir. Pete tergagap ketakutan dan mulai berlari di sepanjang pantai tanpa bisa melihat apa-apa. Tapi seolah-olah semakin cepat ia berlari, semakin dekat monster itu ... sampai akhirnya tepat di belakangnya! Pete terjatuh di pasir dan berteriak ....
Pete terbangun tiba-tiba ... teriakannya masih terasa di bibirnya. Ia menarik nafas panjang ketika menyadari bahwa semua itu hanya mimpi.
Mimpi! Itu artinya ia telah tertidur! Pete mengambil resiko dengan menyalakan senter untuk melihat jam tangan. Tengah malam! Pete panik ketika menyadari ia telah tertidur selama lebih dari tiga jam! Jupe pasti akan marah-marah mendengar ia tertidur saat sedang mengintai bersama polisi!
Hal terakhir yang diingat Pete adalah saat Jupe memerintahkan mereka untuk tidak bercakap-cakap dengan walkie-talkie, Penyelidik Pertama yakin sesuatu akan terjadi sebentar lagi. Kemudian seorang polisi datang membawakan secangkir kopi ... dan ia tidak ingat apa-apa lagi sampai kemudian bermimpi!
Pete merasa sekali itu otak Jupiter Jones yang begitu cerdas salah. Ia meregangkan kakinya yang panjang dan menguap. Sambil mengusap mata Pete memandang ke bagian lain dari atap, tempat Haines berada, bersiap-siap akan menerima pandangan marah polisi itu. Pete terkejut.
Haines telah menghilang!
Pete melompat berdiri dan buru-buru memijat sendi-sendinya yang kaku. Penyelidik Kedua bergegas menyeberangi atap, jantungnya berdegup kencang sekali.
"Officer Haines?" bisiknya. "Officer Haines, di manakah Anda?" Tidak ada jawaban. Pete berpikir keras. Mungkinkah Haines adalah pencuri yang mereka tunggu? Mungkinkah ia sengaja menunggu Pete tertidur lalu beraksi? Ia tidak ingat kapan terakhir kali ia mendengar suara Haines. Pete membuat keputusan dan mengeluarkan walkie-talkie.
"Jupe! Jupe!" serunya. "Kau dengar? Jupe, masuk!"

*****

Ketika Pete menyadari bahwa ia sendirian di atas atap, Jupiter tiba-tiba menegakkan tubuhnya dalam kegelapan di tempat ia mengintai bersama McDaniels. Apakah ia mendengar sesuatu? Seperti bunyi logam beradu dengan logam. Ia menyentuh pundak McDaniels.
"Anda dengar itu?"
McDaniels mengangguk dan menaruh jari di bibir. Ia menunjuk ke arah pagar yang mereka sandari selama tiga jam terakhir.
Jupiter mematikan walkie-talkie-nya, suara yang tidak perlu, sekecil apapun, dapat membuat keberadaan mereka diketahui. Ia menjauh dari pagar sejauh yang ia berani. Bahkan dengan kabut tebal yang menutupi keberadaan mereka, ia tidak ingin posisi mereka ketahuan dengan keluar ke cahaya suram lampu jalan. Remaja gempal itu menahan nafas dan berusaha menangkap suara sekecil apapun. Ia menggenggam senternya erat-erat, berniat menggunakannya sebagai senjata bila perlu.
Ketika Jupe telah yakin bahwa mereka tidak benar-benar mendengar sesuatu, bunyi lembut itu kembali terdengar.
Rambut Jupiter berdiri tegak.
Officer McDaniels mencabut pistol kecilnya dan mengarahkannya ke suatu tempat di pagar.
"Apakah sebaiknya kubutakan ia dengan senter?" bisik Jupiter.
McDaniels menggeleng. "Kau akan ketahuan," bisiknya. "Berdiri di belakangku!"
Jupiter melakukan yang disuruh. "Ada apa di balik pagar?" bisiknya di telinga McDaniels. "Maksudku selain pencuri itu?"
"Tangga menuju ke apartemen. Kita ...," McDaniels tidak melanjutkan perkataannya ketika melihat pintu pagar mulai bergerak pelan. Jupe mendengar bunyi gerendel dibuka dan menatap dengan takut.
Pintu pagar perlahan membuka.
Sesosok gelap melangkah diam-diam.
"Berhenti!" bisik McDaniels tegas. "Jangan bergerak!"
"Santai! Ini hanya aku, Jensen!" Sosok gelap itu berbisik, mengangkat kedua tangan. "Chief Reynolds menyuruhku menggantikanmu!"
"Siapa?" McDaniels bertanya dengan curiga, pistolnya tetap terarah ke sang penyusup.
"Jensen! Aku polisi!" bisik si orang tak dikenal. "Aku salah satu polisi dari pesisir yang diminta Chief Reynolds membantu dalam pengintaian ini! Carlson sedang menggantikan Haines di atap!" bisiknya sambil menunjuk ke seberang jalan.
McDaniels menyimpan pistolnya dan mengangkat alis. Jupiter menyadari ia telah menahan nafas selama itu dan menghembuskannya dengan lega. Dengan cahaya dari lampu jalan ia kini dapat melihat sosok itu mengenakan seragam hitam polisi dengan lencana berkilauan terkena cahaya. Tempat itu terlalu gelap untuk dapat melihat muka Officer Jensen dengan jelas namun Jupe melihat lencananya dan suaranya terdengar tak asing.
"Sampai nanti, Kawan," McDaniels tersenyum. "Aku akan mengambil kopi. Jangan tertidur!" Setelah berkata demikian, polisi berbadan besar itu tanpa menimbulkan suara menyelinap melalui pintu pagar dan menaiki tangga. Jupiter mendengar gerendel terkunci. Ia berpaling ke arah sosok gelap Jensen.
"Sepertinya si pencuri takkan beraksi malam ini," kata Jupe, meraih ke dalam ranselnya. "Anda mau kue? Kue coklat legendaris buatan Bibi Mathilda-ku."
"Oh, sungguh menyenangkan," jawab Jensen, mengambil sepotong kue dan mengunyahnya. "Terima kasih, Nak. Rasanya seperti kue yang belum lama ini kumakan di San Fransisco," ujar Jensen. "Seorang lelaki berjualan dengan gerobak di Chinatown. Kue Chang, begitu namanya. Buatan Bibi Mathilda-mu jauh lebih enak, tentu saja," tambahnya cepat-cepat.
"Benar-benar memanjakan indera perasa," kata Jupiter setuju.
Jensen menatap ke arah kabut tebal. "Aku takkan heran jika Chief menyudahinya sekarang," katanya. "Terlalu berkabut. Aku akan menghubungi markas dan meminta mereka menelepon istriku. Aku bilang padanya aku takkan pulang hingga pagi hari nanti. Tidak ada gunanya membiarkan ia cemas semalaman." Jensen meraih walkie-talkie besar yang tergantung di ikat pinggangnya.
Jupiter mengunyah sepotong kue dan kembali mengamati jalan dengan teropongnya. Samar-samar terdengar bunyi klik yang diikuti dengan sinyal radio ketika Jensen menyalakan pesawatnya.
Tiba-tiba keheningan malam terpecah oleh deringan nyaring sebuah bel!
"Alarm keamanan!" seru Jupe.
"Kira-kira dari mana asalnya?" tanya Jensen.
Jupe menelusuri jalan yang tertutup kabut dengan teropongnya. Secercah cahaya merah menarik perhatiannya.
"Tempat permainan dingdong," seru Jupe mengatasi kebisingan alarm. "The Mineshaft!" Ia berlari menyeberangi jalan yang sepi. Jensen berada tepat di belakangnya.
"Tepat di sebelah Green's Hardware!" seru Jupe. "Mungkin Pete melihat sesuatu!"
Jupe, dengan potongannya yang gempal, segera saja terlewati oleh Jensen.
"Mari kita berputar ke belakang!" seru Jensen. "Mungkin kita bisa menangkap si pencuri saat ia berusaha kabur!" Jupiter menimbang-nimbang dengan cepat dan setuju. Mereka berlari di tengah kabut menuju belokan terdekat dan memasuki sebuah lorong, bayang-bayang mereka memanjang di depan mereka. Ketika mereka berbelok, tiba-tiba kaki mereka saling tersandung dan mereka berdua terjatuh ke trotoar yang keras. Jensen duduk lambat-lambat dan mengusap benjolan di kepalanya.
"Kau tak apa-apa, Nak?" tanyanya terguncang.
"Aku akan hidup," jawab Jupiter, memeriksa lututnya yang terkelupas. Dering alarm pencuri itu begitu kuat sehingga mereka harus berteriak-teriak meskipun mereka duduk berdekatan. "Hanya beberapa luka kecil ...," Jupe berhenti tiba-tiba dan menarik nafas. "Lihat!" serunya, menunjuk ke pintu belakang The Mineshaft. "Jendela kecil di dekat tempat sampah itu terbuka!"
Mereka berdua melompat bangkit dan berlari mendekati jendela itu.
"Silakan, Nak, akan kuangkat kau!" Jensen menawarkan, merunduk dengan telapak tangan dan lututnya di jalan. "Naiklah ke punggungku. Akan kususul kau nanti!"
Dengan sedikit bersusah payah, Jupiter mengempiskan perutnya dan memaksa tubuhnya masuk melalui ambang jendela yang sempit. Dengan hati-hati ia mendorong tubuhnya masuk, mengaturnya sedemikian rupa sehingga ia bisa turun dengan kaki dahulu. Jupe berpegangan pada ambang jendela beberapa saat, firasatnya berusaha memberi tahunya sesuatu. Ada perasaan tidak enak bahwa ada yang tidak beres dengan semuanya ini namun ia tidak dapat menemukan apa yang salah. Akhirnya ia melupakannya dan menjatuhkan diri ke lantai.
"Aku sudah di dalam!" serunya.
Tidak ada jawaban.
"Jensen?" Jupiter menunggu petugas polisi itu untuk memanjat masuk melalu jendela yang baru saja dilaluinya. "Jensen?" panggilnya lagi. Ia mulai merasa tidak enak ketika tiba-tiba sebuah tas kecil terlempar masuk melalui jendela, jatuh di lantai dengan bunyi dentingan logam.
Jupe pelan-pelan memungut tas yang berat itu dan memeriksanya. Di bagian luar terdapat tulisan dengan huruf-huruf besar: ROCKY BEACH FEDERAL BANK - TAS DEPOSIT. Perlahan-lahan dibukanya tas itu, lalu diangkatnya sehingga terkena cahaya remang-remang yang masuk melalui jendela, ada yang berkilauan di dalamnya.
Jupe terbelalak ketika akhirnya ia menyadari apa yang sesungguhnya sedang terjadi ... dan apa yang sejak tadi berusaha diberitahukan oleh firasatnya.
Tas itu penuh berisi mata uang logam!
Remaja berwajah bulat itu dengan segera tahu bahwa jika ia memeriksa ke dalam toko, ia akan menemukan beberapa alat permainan telah dibobol ... dan koin-koin di dalamnya telah hilang.
Tiba-tiba saja, tanpa peringatan apapun, sebuah lampu yang terang menyorot ke matanya.
"Jangan bergerak, Nak!" suatu suara yang galak terdengar mengatasi dering alarm. "Kau ditangkap!"

BAB V
TERTANGKAP BASAH

"Kau ditangkap!" seru Chief Reynolds penuh ketegasan.
Jupiter Jones berdiri diterangi cahaya terang dari senter, mulutnya terbuka, cahaya yang terang membuatnya tidak dapat melihat apa-apa untuk beberapa saat. Ia mengangkat tangan menutupi mukanya yang bulat dan berusaha keluar dari sinar yang membutakan itu. Bob muncul di samping Chief.
"Jupe!" serunya terkejut. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Chief akhirnya mengenali Jupiter. "Jones? Demi Tuhan, apa yang terjadi?!" tanyanya.
Penyelidik Pertama yang biasanya selalu tenang -- sering kali menimbulkan kesan sombong pada orang-orang yang tidak mengenalnya dengan baik -- kembali kehilangan kata-kata, dua kali dalam dua hari berturut-turut.
"Aku ... aku masuk lewat ... masuk lewat jendela ...."
Saat itu ruangan belakang The Mineshaft telah dipenuhi para petugas polisi anak buah Chief Reynolds. Mereka menyebar di ruangan, menatap Jupe penuh kecurigaan.
"Mudah-mudahan kau punya penjelasan yang sangat bagus, Anak Muda!" kata Chief tidak sabar.
Seorang polisi menemukan saklar dan lampu-lampu di atas kepala mereka menyala. Terdengar dengungan pelan ketika alarm dimatikan.
Jupiter menegakkan badan dan berdehem. Sudah jelas ia telah ditipu mentah-mentah oleh Jensen si polisi gadungan. Sekarang ia harus berpikir keras dan mengulang rentetan kejadian yang berujung dengan ditemukannya ia di dalam The Mineshaft -- sendirian -- dan memegang sebuah tas penuh uang!
"Semuanya bermula," ujarnya, "ketika Officer McDaniels digantikan oleh Officer Jense ...."
"Jensen?" tukas Chief Reynolds. "Siapa itu, Jensen?"
Jupe nampak agak kesal karena dipotong. "Saya akan sampai ke situ sebentar lagi," katanya. "Sekitar tengah malam ...." Jupe tidak sempat menyelesaikan penjelasannya karena dipotong sekali lagi ... kali ini oleh deringan bel yang lain lagi.
"Alarm lain!" seru Bob, menarik lengan Jupe.
Seorang polisi datang berlari dari arah depan toko. "Seseorang telah menyusup masuk ke toko minuman The Vineyard, dua gedung dari sini!" katanya penuh semangat. "Ia terjebak di dalam, kami telah menutup semua jalan keluar!"
Chief Reynolds membenamkan topi polisinya dalam-dalam di kepalanya dan berlari menuju pintu depan. "Ayo!" perintahnya. "Kau juga, Jones!"
Jupiter tidak perlu disuruh dua kali. Ia dan Bob berada tepat di belakang Chief ketika mereka berlari masuk ke dalam kabut malam, menuju toko minuman The Vineyard.
Mereka berhenti di depan pintu masuk dan bergegas menempelkan muka ke kaca jendela, berusaha mengintip ke dalam toko yang gelap. Chief Reynolds mengeluarkan sekumpulan anak kunci, mencari kunci induk yang dapat membuka semua toko di kota itu. Ia menemukannya dan memasukkannya ke lubang kunci. Ketika alarm tiba-tiba berhenti berbunyi, Chief berseru kepada pencuri yang terjebak di dalam toko.
"Aku akan menyalakan lampu dan masuk! Jangan bergerak! Berlututlah dengan tangan di belakang kepala!" Chief meraih pentungannya dan mulai bergerak masuk dengan penuh kewaspadaan. Ia berpaling ke arah Jupe dan Bob dan berbisik, "Kalian berdua diam di sini!"
Bob dan Jupe memandang teman mereka itu masuk. Mereka saling berpandangan dan tahu persis apa yang sedang dipikirkan yang lain.
Mereka harus tahu siapa pencuri itu! "Jangan sampai terlihat," bisik Jupe. Mereka berjingkat masuk melalui pintu yang terbuka ketika lampu-lampu ruangan menyala.
Anak-anak bergerak diam-diam, melihat seutas tali plastik tergantung dari lubang ventilasi di langit-langit ... suatu pemandangan yang mulai mereka kenal baik. Ketika mereka melihat si pencuri yang berlutut di lantai, mereka berseru serempak.
"Pete!"
Pete sedang berlutut dengan punggungnya ke arah mereka, tangannya di atas kepala. Ia menoleh ke kiri dan kanan, matanya terbelalak nyaris sebesar piring.
"Ini memang nampak seperti suatu pencurian namun bukan!" erangnya. "Aku telah ditipu! Ditipu mentah-mentah, Jupe! Sumpah!"
Chief Reynolds mengambil alih. "Geledah seluruh toko!" ia memerintahkan anak buahnya. "Bediri, Pete, dan beri tahu kami apa yang terjadi."
Pete berdiri dengan malu-malu dan terbatuk. "Kejadiannya begini ...."
"Sebentar, Pete," potong Jupe. "Rasanya aku bisa mengira-ngira apa yang telah terjadi." Ia berjalan mondar-mandir secara dramatis selama beberapa detik, mencubiti bibir bawahnya sambil berbikir keras. "Kau ada di atap bersama Officer Haines, kemudian datanglah seorang petugas polisi, seseorang yang belum pernah kau temui sebelumnya ...."
Seorang polisi menyentuh bahu Chief Reynolds, memotong deduksi Jupe. "Sir, kami menemukan Haines," ujarnya pelan, "ia terikat di atas atap."
"Tepat seperti dugaanku," kata Jupiter mengumumkan.
"Memang ada seorang polisi, Jupe!" kata Pete mengkonfirmasi. "Ia membawakan kopi panas untukku dan Officer Haines. Hal berikutnya yang kuingat adalah aku terbangun dua jam kemudian!"
"Kopi itu pasti telah dibubuhi obat tidur!" seru Bob. "Sungguh berbahaya! Pete bisa saja terjatuh dari atap!"
Pete nampak seolah-olah baru saja melihat hantu ... ia tidak pernah berpikir akan kemungkinan bahwa ia bisa saja jatuh dan cedera berat. Ia gemetar dan meneruskan ceritanya. "Ketika aku terbangun, Haines telah hilang. Aku mencarinya dan ketika tidak berhasil menemukannya, aku memanggilmu melalui radio, Jupe." Pete menunjukkan walkie-talkie-nya. Bob menatap alat itu dan mengerutkan kening.
"Kau takkan bisa memanggil siapapun dengan radio itu, Pete," kata Bob. "Lihat!" ia menunjuk ke bagian belakang alat itu. "Baterainya hilang!"
"Pantas saja kalian tidak menjawab!" seru Pete. "Yah, selanjutnya aku melompat ke atap sebelah dan kemudian sebelahnya lagi, yaitu atap The Vineyard. Saat itulah aku melihat jendela di atap terbuka dan seutas tali tergantung masuk ke dalam toko. Karena kalian tidak menjawab melalui walkie-talkie dan Officer Haines tidak kelihatan di mana-mana, aku memutuskan untuk berusaha menangkap si pencuri sendirian," kata Pete.
"Sungguh berani, Pete," kata Chief Reynolds, "namun juga sungguh berbahaya. Seharusnya kau berteriak saja dari atap."
Pete menatap sepatunya. "Saya rasa saya tidak berpikir jernih ketika itu," katanya. "Selanjutnya, aku turun melalui tali itu dan begitu kakiku menyentuh lantai, alarm berbunyi. Hampir saja aku terkena serangan jantung!"
Chief nampak muram. "Sudah jelas yang kita hadapi bukanlah pencuri biasa," ujarnya serius. "Seseorang berusaha keras menjatuhkan nama baik kalian, Anak-anak ... dan situasi mulai berbahaya!" Ia menatap Penyelidik Pertama yang gempal dengan tajam. "Mulai sekarang aku ingin kalian tinggal di rumah saja. Ini sudah menjadi urusan polisi sekarang!"
Jupe nampak murung. Lebih dari apapun ia benci menyerah di tengah-tengah sebuah misteri. "Tapi, Chief ...."
"Tidak ada tapi, Jupiter Jones," kata Chief tegas. "Kau tidak boleh meninggalkan rumah, mengerti?"
Bob, Pete, dan Jupiter mengumpulkan peralatan mereka dan keluar memasuki kabut malam, berjalan kaki menuju rumah masing-masing. Masing-masing berpikir bahwa akhirnya mereka mengalami kekalahan pertama sebagai detektif.
Selama itu sebuah sedan hitam diam-diam membuntuti anak-anak itu, seperti bayang-bayang seekor pemangsa.

BAB VI
JUPE CURIGA

Hari berikutnya anak-anak itu berkumpul di Jones Salvage Yard. Bob dan Pete duduk di sekeliling meja besar di dalam markas, wajah mereka muram. Bob membolak-balik halaman sebuah majalah tanpa tujuan tertentu sementara Pete duduk bertopang dagu.
Tiba-tiba kepala Jupe muncul dari Lorong Dua. Ia tersenyum ceria.
"Mengapa kau begitu gembira?" tanya Bob curiga.
"Pasti Bibi Mathilda telah membuat panekuk untuk sarapan," kata Pete, berusaha tertawa.
"Bibi Mathilda," kata Jupe, "memang telah membuat panekuknya yang telah terkenal di seluruh dunia untuk sarapan ... tapi bukan itu yang membuatku gembira," katanya dengan misterius.
Bob menyingkirkan majalah yang sedari tadi dibolak-baliknya. "Kita baru saja menemui kasus pertama kita yang tak terpecahkan dan kau bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa," katanya. "Ada apa?"
Jupe hanya setengah mendengarkan. Ia sibuk di bagian belakang karavan, mencari sesuatu di salah satu lemari kecil yang ada di markas.
"Aha!" serunya. "Ini dia!" Ia mengeluarkan alat penjejak yang dulu dibuatnya untuk sebuah kasus. Kotak logam kecil itu setiap beberapa saat meneteskan suatu cairan. Jika ditempelkan pada sebuah kendaraan dengan magnet kuat yang terdapat di baliknya, anak-anak tinggal mengikuti jejak cairan tersebut. "Kasus ini jauh dari 'tak terpecahkan'!" kata Jupe. "Bahkan kita mungkin lebih dekat ke pemecahannya daripada yang kita kira!"
"Apa?!" seru Bob dan Pete. "Chief Reynolds bilang kita tidak boleh ikut campur lagi!"
"Tidak tepat," kata Jupe dengan senyum simpul di mukanya yang tembam. "Ia bilang 'tinggal di rumah', secara spesifiknya AKU tinggal di rumah!" kata Jupe penuh kemenangan. "Ia tidak pernah bilang bahwa kalian berdua harus tinggal di rumah ... dan ia sama sekali tidak pernah bilang bahwa kita tidak boleh ikut campur!"
Bob dan Pete tahu dari pengalaman bahwa berdebat dengan Jupiter tentang sesuatu yang menyangkut daya ingat tidak ada gunanya. Daya ingat Jupe sangat hebat, ia dapat mengingat apa yang dikatakan orang-orang, kata per kata, dan dapat mengulanginya kapan pun perlu.
Bob dan Pete duduk tegak dengan bersemangat. "Apa yang ada di pikiranmu, Pertama?" tanya Bob.
"Aku sedang berbaring di ranjang semalam," kata Jupe antusias, "memikirkan kasus kita ketika aku menyadari bahwa ada satu orang di Rocky Beach yang akan memperoleh keuntungan besar dengan mencemarkan nama baik kita. Bahkan orang ini akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan lima ratus dolar, tepatnya!"
"Aku tidak mengerti," kata Pete.
Bob berpikir sejenak, lalu menjentikkan jarinya penuh semangat. "Maksud Jupe Leo Magellan, ahli sejarah kesenian yang bersama kita akan berbagi uang hadiah dari Klub Rotary!" seru Bob. "Tentu saja! Mengapa tidak terpikir olehku sebelumnya?"
"Tidak terpikir olehku juga, Bob, sampai tadi malam," jawab Jupe. "Seharusnya aku sudah harus menarik kesimpulan ini sejak awal," katanya, menyesali dirinya yang telah melewatkan sesuatu yang jelas.
Pete merasa akhirnya ia mengerti. "Jadi Magellan memfitnah kita dengan pencurian-pencurian itu, berharap dapat mencemarkan nama baik kita sehingga ia akan mengantungi seluruh seribu dolar hadiah itu, benar bukan?"
"Tepat sekali, Pete," ujar Jupiter. "Dan sekarang kalian berdua akan mengunjungi Museum Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Rocky Beach. Salah satu dari kalian akan menanyai Mr. Magellan sementara yang lainnya mengamati dari jauh untuk melihat apa yang terjadi ... dan kemudian membuntutinya seandainya ia pergi setelah ditanyai."
Bob menimbang-nimbang. "Menurutmu dia akan gugup dengan pertanyaan kita dan kelepasan bicara, Jupe?"
"Benar. Dan jika ia kelepasan, kita akan merekamnya di kaset!" Jupe mengeluarkan sebuah alat perekam kecil dari dalam laci di salah satu dari banyak lemari yang berjajar di salah satu dinding markas. "Nyalakan ini, Data, saat kau bicara dengannya. Aku berharap ia akan cukup marah atau, lebih mungkin, cukup arogan karena kita hanya anak-anak, dan kelepasan," kata Jupe menerangkan. "Maka kita akan punya cukup bukti untuk membersihkan nama kita!"
Pete nampak ragu-ragu. "Kedengarannya bagus, Jupe, tapi bagaimana jika Magellan tidak mau bicara apa-apa? Semua orang tahu ia benci anak-anak. Bahkan ia mungkin saja tidak memberi kita kesempatan sama sekali untuk bicara!"
"Menurut perasaanku, hanya dengan melihat kalian saja ia akan merasa ketakutan," kata Jupiter. "Salah satu dari kalian harus membuatnya bicara. Kita hanya akan menggunakan alat penjejak sebagai alternatif terakhir. Ingat, Chief Reynolds tidak ingin kita terlibat lebih jauh!"
"Apakah sebaiknya kami pergi sekarang?" tanya Bob.
"Jangan. Kita tunggu sampai menjelang waktu tutup museum sehingga kalian berdua dapat melihat ke mana ia pergi jika perlu," jawab Jupe.
"Baiklah," kata Bob. "Aku hendak pulang untuk beberapa jam kalau begitu. Aku berjanji pada ayahku untuk membantu membersihkan garasi hari ini."
"Baik," kata Jupe. "Sementara itu Pete dan aku dapat bekerja untuk Bibi Mathilda ... ia sudah berulang kali mengeluhkan tumpukan besar kayu di pojok pangkalan. Pasti ia akan terkejut jika kita mengerjakannya tanpa disuruh."
"Setelah makan siang dengan roti ham, kentang goreng, kue-kue, dan limun, tentu saja," kata Pete menyeringai.
"Tentu saja," kata Jupe setuju, menjilat bibirnya.
Ketiga anak itu berebut keluar dari karavan dengan perut keroncongan.

BAB VII
LELAKI PEMBENCI ANAK-ANAK

Hari telah siang ketika Bob mengayuh sepedanya kembali ke Jones Salvage Yard. Dengan gesit ia meloncat turun dari sepedanya dan mencungkil sebuah mata kayu yang terdapat pada salah satu papan pagar. Ia memasukkan jarinya ke dalam lubang dan menarik tuas yang membuka Gerbang Hijau Satu dan masuk ke bengkel Jupe di pojok pangkalan. Pete dan Jupe sudah berada di sana.
"Siap berangkat?" tanya Bob.
"Aku tidak mengerti mengapa aku yang harus bicara dengan orang ini!" gerutu Pete. "Bob lebih baik daripada aku dalam hal-hal seperti ini!"
Jupe sedang sibuk memasukkan sebuah kaset ke dalam alat perekam kecil. "Suatu latihan yang bagus, Dua," katanya, "pokoknya kau ingat saja untuk berdiri tegak, bicara dengan lambat dan jelas, dan bersikap seperti seorang dewasa menghadapi situasi semacam ini."
"Tapi apa yang harus kutanyakan kepadanya?" seru Pete, mengusap rambutnya dengan gugup.
Jupiter bersandar pada mesin cetak dan berpikir selama beberapa saat, memikirkan apa yang akan dikatakannya jika ia berada dalam situasi itu. Akhirnya ia menganggukkan kepala.
"Bilang saja, 'akhir-akhir ini banyak terjadi pencurian di daerah Rocky Beach ... apakah Anda sebagai seorang direktur museum khawatir karenanya, Mr. Magellan?' ... lalu lihat apa reaksinya. Lanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu dan lihat apa yang terjadi," Jupe menjelaskan dengan sabar. "Jika ia bereaksi -- dugaanku -- dengan penuh emosi, kita akan punya cukup bahan di dalam kaset ini untuk menuntaskan kasus ini sebelum matahari terbenam!"
"Aku masih tidak mengerti mengapa Bob mendapat tugas yang gampang!" Pete menggerutu.
"Dalam kasus berikutnya aku akan mengambil tugas yang kotor," Bob tertawa sambil mendorong sepedanya keluar melalui jalan rahasia yang sama. "Sekarang, mari kita pergi!"
"Aku selalu siap di samping telepon seandainya terjadi sesuatu," seru Jupe.
Bob mengangguk dan kedua detektif itu mengayuh sepeda mereka menuju museum kesenian. Mereka baru beberapa blok dari pangkalan ketika Bob menoleh ke arah Pete dengan raut wajah serius.
"Ada apa?" tanya Pete.
"Mungkin aku salah," kata Bob, "tapi sepertinya ada yang membuntuti kita!"
"Mana?" tanya Pete gugup. Sudah lama ia belajar dari Jupe bahwa sebagai seorang detektif mereka tidak boleh menoleh ke belakang untuk melihat apakah ada yang membuntuti ... itu sama saja memberi tahu yang membuntuti bahwa mereka tahu. Ia menunggu Bob memastikan kecurigaannya.
"Sebuah mobil hitam, kira-kira satu blok di belakang kita," kata Bob. "Aku menyadarinya ketika kita meninggalkan pangkalan tadi."
"Apakah sebaiknya kita lakukan aksi ban kempis?"
Bob mengangguk setuju. Aksi ban kempis adalah hasil rekaan Jupe untuk menghadapi situasi semacam ini. Pete menghentikan sepedanya dan meloncat turun sementara Bob berputar dan menunggunya memeriksa bannya. Pete memeriksa jeruji roda dan menekan-nekan ban depannya beberapa kali, memeriksanya dengan seksama, memberi kesempatan kepada Bob untuk melihat dengan jelas mobil hitam yang misterius itu.
"Kurasa ia tahu," kata Bob muram. "Ia berbelok di persimpangan. Marilah berharap ini hanya kebetulan."

*****

Beberapa menit kemudian kedua anak itu tiba di sebuah jalan dengan pepohonan di tepinya. Pemandangan dari jalan itu sungguh mengagumkan, sebuah bangunan besar dari batu dengan banyak pilar marmer. Sebuah air mancur yang sangat besar dengan dua malaikat terdapat di depan museum. Spanduk-spanduk berbagai warna mengumumkan pameran yang sedang berlangsung. Bob sangat menyukai museum. Ia dan Jupe sering mengunjungi beberapa museum kala sedang tidak ada kasus. Sebaliknya, Pete lebih memilih olahraga daripada seni dan hanya berkunjung ke museum jika ada perlu. Jika tidak ada apa-apa ia lebih suka berselancar atau menonton bisbol dengan ayahnya. Pete tidak dapat menemukan sesuatu yang lebih membosankan daripada sebuah museum!
Sambil berjalan mendekati anak tangga besar berwarna putih yang menuju ke pintu depan, Bob berbisik kepada Pete.
"Pete, lihat!"
Pete menatap ke arah yang ditunjuk Bob. Leo Magellan berada di tempat parkir museum, sedang keluar dari mobilnya.
Sebuah sedan hitam!
Direktur museum itu memasukkan kunci ke dalam sakunya dan bergegas menuju pintu samping museum. Ia nampak sangat kesal dan sambil berjalan ia bergumam kepada dirinya sendiri.
"Aku ingin tahu, ke mana ia pergi sesore ini?" tanya Pete keras. "Apakah menurutmu itu mobil yang sama, Data?"
Bob ragu-ragu. "Sukar dikatakan. Mirip memang."
"Mari segera kita selesaikan tugas ini," desah Pete.
Bob mendorong sepedanya menuju tempat parkir dan mengeluarkan alat penjejak dari keranjang yang terdapat di sepedanya. Pete memarkir sepedanya dan berjalan menuju pintu depan museum. Pete berhenti di anak tangga teratas dan berbalik menatap Bob. Bob memberi senyum yang menenangkan dan jempol teracung. Pete menarik nafas panjang.
"Lakukan apa yang akan dilakukan Jupiter," katanya pada dirinya sendiri. Ia menekan tombol perekam pada alat perekam yang dibawanya dan memasuki museum.
Di dalam ruangan yang besar suasana begitu sunyi seperti sebuah kuburan. Tulang belulang seekor Tyrannousaurus Rex yang nampak ganas menatap Pete dengan lapar sementara Penyelidik Kedua mencari Leo Magellan. Remaja berbadan tinggi itu menelan ludah dan berjalan dengan cepat. Ternyata ia tidak perlu bersusah payah mencari direktur museum yang pemarah itu, ia cukup mengikuti pendengarannya. Dari suatu tempat di lantai dua terdengar suara Magellan berseru marah kepada seseorang, suaranya yang tinggi bergema di dalam museum.
Pegangan tangga yang terbuat dari kayu oak terdapat pada salah satu sisi tangga. Sambil mengusap keringat di dahi, Pete meraihnya dan mulai menaiki tangga.
"Anak-anak!" seru Magellan. "Pasti anak-anak yang telah melakukannya! Dan kau menganggap dirimu petugas keamanan!" Pete mengitari sebuah sudut dan melihat Leo Magellan menggoyang-goyangkan jarinya di hadapan seorang lelaki dengan seragam dan rambut terpotong pendek. Di pinggangnya tergantung sepucuk pistol. Magellan adalah seorang lelaki yang sangat pendek dengan alis lebat berwarna hitam. Ia berteriak-teriak kepada si petugas keamanan yang mukanya memerah.
"Kita harus segera mengganti tali pembatas dengan sesuatu yang lain untuk menjaga agar para perusak itu tidak mendekati barang-barang yang dipamerkan! Untuk apa kugaji kau?"
Pete mendengar si petugas keamanan menggeramkan suatu jawaban dengan marah. "Bukan waktu dinasku! Jensen yang berada di lantai ini semalam!"
Jensen!
Pete berpikir keras. Nama itu lagi! Pete berdehem dan mendekati direktur museum yang sedang marah itu.
"Maaf, sir," Pete memulai.
"Nah, ini pastilah salah seorang dari mereka! Tangkap dia!" seru Magellan. Petugas keamanan berbadan besar itu mulai melangkah ke arah Pete.
"Tolonglah, sir, saya hanya hendak menanyakan beberapa hal," katanya memohon.
"Lantai dua ini sudah di luar batas, nak. Kusarankan kau segera pergi sebelum aku memanggil polisi," kata si petugas keamanan. "Kecuali, tentu saja, jika kau datang untuk mengaku."
"Apakah ada yang merusak benda-benda museum, sir?" tanya Pete, berusaha bersikap sedewasa mungkin.
"Seolah-olah kau tidak tahu," dengus Magellan. "Zaman sekarang anak-anak nakal akan melakukan apapun demi kesenangan mereka!" keluhnya. "Tapi aku tidak mengerti mengapa ada orang yang sampai hati menggambarkan tanda tanya pada jambangan dari Dinasti Won dengan cat semprot! Museum harus mengeluarkan banyak biaya untuk memperbaikinya!" Magellan mengacungkan jarinya ke arah Pete. "Siapa namamu, nak?" serunya, matanya yang lebar menyipit. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Pete mulai berjalan mundur menuju tangga. Ia tidak suka arah pembicaraan ini. "Saya dengar se-- seruan ...," katanya tergagap. "Saya perlu bi-- bicara dengan Anda, sir."
Museum direktur yang pemarah dan petugas keamanan yang bertubuh besar itu mendekati Pete. Anak itu tidak membuang waktu lagi. Pete berbalik dan duduk di pegangan tangga yang terbuat dari oak dan meluncur turun sejauh lima meter ke lantai satu. Kakinya sudah mulai berlari sebelum menyentuh lantai.
Kedua lelaki itu berlari menuruni tangga mengejar Pete namun sementara itu Penyelidik Kedua yang atletis itu telah berada di luar pintu dan berlari menuju sepedanya.
"Bob!" panggilnya. "Data ... di mana kau?" Tapi Bob tidak nampak batang hidungnya. Pete bergegas menuju tempat mereka memarkir sepeda.
Sepeda Bob hilang!

BAB VIII
TIDAK ASING LAGI TERHADAP BAHAYA

Bob menyaksikan Pete memasuki museum, lalu berjalan ke arah sedan hitam milik Leo Magellan di tempat parkir. Ia hendak menaruh alat penjejak. Kira-kira sepuluh meter lagi Bob akan sampai ketika tiba-tiba sebuah tangan membekap mulutnya dan sebuah suara kasar berbisik di telinganya, "Jangan ribut, nak, atau akan kupatahkan lehermu!"
Bob merasa tubuhnya diseret dengan kasar ke arah sebuah van tua berwarna putih. Van itu dipenuhi karat, pintu belakangnya terbuka seperti sebuah mulut yang lapar hendak menelan Bob! Ia meronta-ronta namun lelaki itu terlalu kuat. Putus asa, Bob menghentakkan dagunya ke atas dan menggigit tangan penyerangnya sekeras-kerasnya. Lelaki itu mengerang kesakitan. Bob berteriak sekuat-kuatnya.
"Tolong! Penculik! Tolong!"
Ia berusaha melepaskan diri. Namun penculiknya terlalu cekatan dan meremas pergelangan tangan Bob seperti penjepit. Bob meringis kesakitan.
Ia hanya punya beberapa detik untuk menyusun rencana. Seperti biasa ia berusaha memikirkan apa yang akan dilakukan Jupe jika berada dalam situasi yang sama. Tanpa ragu-ragu, Bob melemaskan tubuhnya dan berpura-pura pingsan, ia melorot ke jalan. Diam-diam ia menempelkan alat penjejak ke bemper van itu dan mengaktifkannya. Ia dan Pete sering kali menggoda Jupe karena ia terlalu pintar namun mereka sering kali pula harus berterima kasih atas penemuan-penemuan Jupe.
Ketika penculiknya meraih bajunya dan melemparkannya dengan kasar ke bagian belakang van, Bob berusaha mengintip wajah penyerangnya melalui kelopak matanya. Pria misterius itu mengenakan masker ski namun Bob dapat melihat bahwa tubuhnya besar dan berotot.
Pintu dibanting hingga tertutup dan Bob berada di dalam kegelapan di dalam van. Ia dapat merasakan bahwa ia terbaring di atas terpal dan ada beberapa kotak yang sepertinya berisi peralatan di sekitarnya. Detektif yang bertanggung jawab atas catatan dan riset itu bergegas meraba-raba isi kotak-kotak itu, berusaha mencari sesuatu untuk digunakan sebagai senjata atau alat pencongkel pintu.
Ia hanya dapat berharap bahwa Pete akan melihat jejak yang ditinggalkannya dan menebak apa yang telah terjadi. Tapi Bob segera menyadari bahwa Pete akan mencari jejak dari mobil Magellan. Bob merasa panik. Mungkinkah Pete mengetahui bahwa Bob telah menempelkan alat penjejak pada mobil yang lain? Ia memaksakan dirinya untuk tenang. Jupe selalu mengatakan bahwa kehilangan akal sehat dalam situasi tertekan adalah hal paling buruk yang bisa dilakukan seseorang!
Tetap tenang adalah kuncinya. Dan lagipula, Bob Andrews tidak asing lagi terhadap bahaya. Ini bukanlah kali pertama ia terjebak. Sebelum ini ia selalu berhasil keluar dari situasi bahaya dan ia akan keluar dari yang saat ini dihadapinya pula ... seandainya saja ia bisa tetap tenang.
Setelah berhasil meyakinkan dirinya, Bob kembali mencari-cari dengan sikap yang berbeda. Tangannya menemukan suatu alat yang terasa seperti sebuah kunci pas besar. Ia merasa bisa tersenyum. Nanti jika penjahat itu membuka pintu, ia akan mendapatkan kejutan besar!
Bob merasa van itu melambat. Hatinya berdebar kencang. Mobil itu terasa mendaki, kembali ke posisi rata, dan berhenti. Bob mendengar pintu terbuka dan tertutup kembali, kemudian langkah-langkah menuju pintu belakang van. Ia menggenggam senjatanya erat-erat dan bersiap untuk bertempur!
Pintu van itu tiba-tiba terbuka dan cahaya terang menimpa mata Bob ketika ia mengayunkan senjatanya sambil keluar.
Namun Bob merasa hatinya mengkerut ketika melihat bahwa penculiknya mempunyai refleks secepat kilat dan menguasai suatu ilmu bela diri.
Penculik itu menangkap kunci pas yang terayun dengan tangan kosong dan merampasnya dari genggaman Bob hampir-hampir tanpa usaha. Kemudian kakinya terayun seperti kilat dan menyapu kaki Bob. Bob terjatuh berdebam, nafasnya serasa terputus.
Selagi ia berusaha menarik nafas, ia menyadari sesuatu. Orang ini sangat kecil. Orang yang menculiknya bertubuh besar dan berotot. Pasti ini rekannya!
Setelah matanya terbiasa akan cahaya, ia melihat bahwa ia berada di sebuah garasi di depan sebuah gudang yang terbengkalai. Cahaya matahari lenyap ketika pintu garasi yang besar tertutup. Seorang lelaki Asia bertubuh kecil, kira-kira setinggi Bob, berdiri di hadapannya. Lelaki itu mengenakan pakaian hitam, ia menyeringai keji, menampakkan gigi-gigi yang kuning dan tidak rata.
"Kupu-kupu terjebak di sarang laba-laba," katanya dengan bahasa Inggris yang buruk. "Kini kita menunggu laba-laba untuk kembali." Lelaki Asia itu tertawa kejam dan mendorong Bob melalui suatu koridor ke sebuah ruangan kecil dengan tulisan "Kantor" di pintunya. Ruangan itu benar-benar kosong.
Si pria Asia menggenggam pundak Bob, membuatnya berhenti. Tanpa berkata-kata ia meletakkan sebuah kaleng cat semprot ke dalam genggaman Bob dan dengan cepat menariknya kembali. Bob lalu didorong masuk dengan kasar ke dalam ruangan itu, pintu terbanting tertutup di belakangnya. Bob tidak perlu lama-lama berpikir untuk menyadari mengapa si pria Asia memberinya sebuah kaleng cat semprot dan mengambilnya lagi. Dinding-dinding ruangan itu penuh dengan lukisan cat semprot. Tepatnya, tanda tanya! Dan kini sidik jarinya ada di kaleng cat!
Bob Andrews menyadari sulitnya situasi yang dihadapinya dan tanpa membuang waktu lagi mulai memeriksa tempat ia terkurung. Dinding ruangan itu menjulang ke langit-langit setinggi lima meter. Satu-satunya jendela terletak tiga meter di atas lantai, di luar jangkauan Bob. Lantainya sendiri dari beton dan tanpa retakan. Sepertinya tiada harapan bagi Bob dan ia terduduk di lantai, merasa kalah.

BAB IX
PETE SANG PENYELAMAT

Sepertinya sudah berhari-hari sejak Bob didorong masuk ke van di tempat parkir museum namun dengan melihat ke arlojinya Bob tahu bahwa hanya beberapa jam telah berlalu. Tetap saja harapannya memudar secepat terbenamnya matahari merah di garis cakrawala. Kira-kira sejam lagi hari akan gelap ... suatu pikiran yang membuat jantung Bob berdebar kencang.
Di mana Pete? Apakah dia belum juga sadar bahwa alat penjejak tertempel pada mobil yang berbeda? Tentulah ia akan kembali ke markas dan melapor kepada Jupe. Jupe lalu akan kembali ke tempat kejadian dan dengan cepat mengetahui apa yang telah terjadi!
Bob bangkit dan mulai berjalan mondar-mandir di ruangan kecil itu. Sekonyong-konyong harapannya timbul kembali. Ia mendengar sesuatu di luar jendela. Ia menahan nafas dan menunggu suara itu terdengar kembali.
Terdengar lagi! Suara logam berdenting diikuti sesuatu yang bergeser pada suatu logam. Bob menjauhi dinding dan melihat ke atas ke arah jendela.
Sebuah bayang-bayang wajah muncul di bagian luar kaca jendela yang buram. Bob menghembuskan nafas lega. Pete mengintip melalui jendela! Penyelidik Kedua menyeringai ke arah Bob lalu memberi isyarat agar anak itu tidak bersuara sementara ia berusaha membuka daun jendela yang berkarat. Jendela itu akhirnya terbuka, berderit seolah-oleh memprotes. Bob menatap pintu dengan panik, lalu berpaling kembali ke arah Pete.
"Kau ada tali?" bisik Bob.
Pete menggelengkan kepala. "Lempar kemejamu ke sini!" bisiknya. Bob bergegas membuka kemejanya dan melemparkannya ke Pete, yang kemudian menghilang selama beberapa saat yang serasa berabad-abad.
Sementara menunggu Pete muncul kembali, Bob mendengar suara lain. Suara pintu garasi yang besar terbuka. Penculiknya telah kembali!
"Pete!" bisiknya. "Pete, cepat!"
Kemudian Bob mendengar suara langkah. "Ada yang datang!" desisnya. Langkah-langkah itu semakin dekat ... di mana Pete? Tepat pada saat itu kepala Pete muncul kembali di jendela. Ia telah merobek kemeja Bob dan kemejanya sendiri menjadi beberapa helai kain memanjang dan mengikat potongan-potongan itu menjadi semacam tali. Ia melemparkan tali itu melalui jendela dan Bob menangkapnya tepat pada saat pintu ruangan itu terbuka!
"Oh, kupu-kupu mengepakkan sayapnya, eh?" kata si orang Asia. Lelaki pendek itu menyerbu masuk sementara Pete menarik tali itu. Lelaki itu menangkap kaki Bob tapi tidak berhasil menahannya karena Bob menendang-nendang dengan liar sambil memanjat.
Ketika Bob memanjat keluar melalui ambang jendela, ia melihat bahwa Pete telah menumpukkan beberapa drum minyak sehingga ia dapat mencapai jendela. Ia menjejakkan kaki di atas drum itu dan memandang ke dalam ruangan. Si pria Asia telah menggenggam tali itu dan mulai memanjat. Ketika ia telah dekat dengan jendela, Pete melepaskan tali dan meloncat turun. Terdengar suara berdebam dengan jatuhnya lelaki Asia itu ke lantai.
Pete mendarat di tengah kepulan debu, diikuti oleh Bob.
"Ahhh!" seru Bob.
Rasa nyeri merambati kaki kanannya, membuat Bob menahan nafas. Beberapa waktu yang lalu Bob pernah dengan bodohnya mencoba memanjat tebing di dekat Rocky Beach seorang diri. Ia terjatuh dan kakinya patah di tempat yang tak terhitung banyaknya -- demikian menurut Dokter Alvarez. Sejak saat itu ia terpaksa menggunakan penopang sampai kakinya cukup kuat untuk dipakai berjalan lagi. Meskipun sudah berbulan-bulan ia tidak lagi mengenakan penopang itu, nampaknya Bob telah membebani bekas patahan di kakinya terlalu berat ketika ia meloncat dari atas drum. Pete berlari mendekat dan dengan tangannya menopang Bob.
"Kau tak apa-apa?" tanyanya sambil memandang ke arah jendela. "Bisa berjalan?"
Bob menggertakkan giginya. "Yah, tapi tidak jauh-jauh."
"Sepedaku kusembunyikan di semak-semak tidak terlalu jauh dari sini. Kira-kira kau bisa mencapainya?"
Bob nampak membulatkan tekad. "Kita coba saja!" katanya keras kepala.
Pete tersenyum dan membantu temannya tertatih-tatih secepat yang ia bisa ke sepedanya, selama ini terus-menerus memandang ke belakang untuk melihat kalau si pria Asia mengejar mereka. Ketika mereka tiba di tempat sepeda Pete, ia menyuruh Bob duduk di setang sementara ia mengayuh secepat-cepatnya menuju Jones Salvage Yard.
"Bagaimana kau menemukanku?" tanya Bob lega. "Apakah kau mengikuti jejak dari alat penjejak?"
Pete menceritakan bagaimana ia nyaris tidak berhasil kabur dari Leo Magellan dan si petugas keamanan. "Aku tidak bisa kembali ke museum sampai mereka pergi!" katanya. "Ketika aku kembali, aku tidak melihat jejak dari tempat mobil Magellan diparkir tadi. Aku tahu kau takkan pergi tanpa alasan jelas, jadi aku mengikuti firasatku, mencari-cari di sekeliling tempat parkir hingga kutemukan jejak itu. Kuikuti sampai kemari. Kau beruntung, aku langsung menemukanmu pada jendela pertama!"
"Wah, pekerjaan yang bagus, Pete!" kata Bob kagum. "Tunggu sampai kita telah kembali ke pangkalan dan bercerita kepada Jupe tentang petualangan yang dilewatkannya sementara ia menunggui telepon!"
Matahari sedang terbenam ketika Pete mengayuh sepedanya melewati gerbang besi besar di pangkalan. Konrad menyuruh mereka menuju bengkel Jupe, tempat Jupe marah-marah sejak kepergian mereka.
"Jupe sedang kesal," kata Konrad memperingatkan. "Sebaiknya hati-hati, jangan sebut-sebut tentang pekerjaan," ia tersenyum. Menurutnya tidak ada anak Amerika yang bekerja lebih keras daripada dia."
Anak-anak itu tertawa dan bisa menebak apa yang telah terjadi. Bibi Mathilda telah memojokkan Jupe dan menyuruhnya mengerjakan salah satu proyeknya yang tidak habis-habis, menumpuk, memilah-milah, mengatur, dan memperbaiki barang bekas! Pete mengayuh sepedanya menuju bengkel Jupe, Bob masih tetap duduk di setang. Mereka menemukan teman mereka yang gempal itu sedang duduk dengan muram di sebuah kursi lipat, memandangi lampu khusus di atas mesin cetak yang akan menyala jika ada yang menelepon ke markas.
Jupe mengangkat mukanya ketika melihat teman-temannya datang dan segera menyadari bahwa Bob terpincang-pincang. Rasa cemas merambati wajahnya. "Kau cedera! Apa yang terjadi? Ada masalah?"
"Bisa dibilang demikian," kata Pete.
"Sementara kau terjebak di sini, bekerja setengah mati untuk Bibi Mathilda, kami menemukan kepingan baru untuk teka-teki ini," kata Bob bercanda. "Seandainya saja Bibi Mathilda dan Paman Titus menyuruhmu bekerja lagi besok, Pete dan aku pasti sudah berhasil memecahkan kasus ini!"
Tapi Jupe nampak sangat serius. "Kau mencederai kembali kakimu, Data. Kita harus membawamu ke rumah sakit dengan segera!"
Bob terpaksa setuju. Ia sangat ingin memberi tahu Jupe tentang hari menarik yang mereka lalui namun ia harus mengakui bahwa kakinya benar-benar sakit. "Sepertinya kau benar," ia mengangkat bahu. "Tapi kami akan menceritakan apa yang terjadi selama di jalan."
"Setuju," kata Jupe. "Aku harus menelepon dari markas, setelah itu akan kuminta Paman Titus mengantarkan kita ke rumah sakit. Sementara itu kau menelepon orangtuamu dari rumah dan memberi tahu apa yang terjadi."
Beberapa saat kemudian kedua anak itu telah berdesak-desakan di dalam pick up pangkalan, Bob duduk di pangkuan Pete. Jupe telah meminjami mereka dua kemeja miliknya, kemeja-kemeja itu begitu besar sehingga kedua anak itu nampak kocak.
Tanpa merasa terganggu, mereka menceritakan petualangan mereka hari itu kepada Jupe, memastikan mereka tidak melupakan fakta bahwa ada seseorang bernama Jensen yang bekerja di museum dan bahwa beberapa jambangan dari Dinasti Won telah dicemari dengan tanda tanya.
"Dan kau yakin bahwa orang yang menculikmu bukanlah orang yang mengeluarkanmu dari van?" tanya Jupe.
"Positif," jawab Bob. "Penculikku berbadan besar, sangat kuat. Yang mengeluarkanku bertubuh kecil dan pendek, orang Asia. Jelas bukan orang yang sama."
Jupe nampak hanyut dalam pikiran ketika Konrad memarkir kendaraan di depan pintu rumah sakit. "Kita telah tiba," kata Konrad. "Akan kugendong Bob ke dalam."
"Tidak perlu, Konrad, tidak separah itu," protes Bob.
"Tidak, Bob, kau tidak boleh berjalan. Kugendong kau sekarang," kata lelaki Bavaria bertubuh besar itu dengan tegas.
Ketika anak-anak itu memanjat keluar, mereka melihat sebuah sedan abu-abu berhenti di samping pick up. Yang datang adalah Worthington, supir pribadi anak-anak. Beberapa waktu yang lalu Jupiter telah memenangkan hak menggunakan sebuah Rolls-Royce bersepuh emas dari Rent-'n-Ride Auto Rental Company dalam sebuah kontes yang mereka sponsori. Termasuk dalam hadiah itu adalah seorang supir cakap berkebangsaan Inggris bernama Worthington. Selama beberapa kasus yang mereka tangani, Worthington menyukai ikut serta dalam penyelidikan anak-anak itu dan kini menganggap dirinya penyelidik keempat tidak resmi. Supir Inggris bertubuh langsing itu bergegas menggabungkan diri.
"Master Andrews, Anda cedera!" serunya.
"Tidak parah, Worthington," kata Bob. "Hanya salah mendarat dan terlalu membebani kakiku."
"Biarlah Dokter Alvarez yang menilainya," kata Worthington serius. Mereka masuk ke lobi tempat Dokter Alvarez dan orangtua Bob telah menunggu. Sementara Konrad menggendong Bob untuk tes sinar X, Jupiter mengusap rambutnya dan menggeleng-geleng dengan kesal. "Aku merasa bertanggung jawab atas cederanya Bob," katanya. "Seharusnya aku saja yang pergi dan Bob menunggui telepon."
"Kau tidak boleh menyalahkan dirimu, Pertama," kata Pete. "Sudah berapa kali kita menghadapi situasi yang tidak mengenakkan ketika menangani kasus? Kau sendiri pernah cedera, aku juga. Bob akan segera normal kembali."
"Master Crenshaw benar sekali," kata Worthington. "Anda tidak sepatutnya merasa bersalah. Ada sebuah kasus yang menyangkut reputasi Anda untuk dipecahkan, kecuali saya benar-benar salah, Master Andrews pasti ingin Anda melanjutkan penyelidikan."
"Kurasa kau benar," desah Jupe. "Tidak ada gunanya menyesali yang telah terjadi. Kau menemukan sesuatu, Worthington?"
"Menemukan?" tanya Pete. "Menemukan apa?"
"Kau dan Bob bukan satu-satunya yang menyelidik hari ini. Ketika kalian berada di museum, aku menelepon beberapa orang, salah satunya Worthington, yang bersedia membantu kita melakukan suatu penyelidikan. Baiklah, Worthington, apa yang kau temukan?"
Worthington mengusap dagunya dan berdehem. "Saya khawatir, Master Jones ... sepertinya kesimpulan Anda benar-benar salah!"

BAB X
JUPITER SALAH!

"Salah?!" seru Jupe. "Tapi aku sudah begitu yakin."
Worthington mengangkat bahu dan duduk di sofa besar di ruang tunggu rumah sakit.
"Saya memanfaatkan keanggotaan saya pada Perkumpulan Seni Rocky Beach untuk mengecek daftar hadir pada Malam Apresiasi Seni semalam di museum," kata supir jangkung itu menjelaskan. "Leo Magellan ada di sana dari pukul tujuh hingga lewat tengah malam menurut daftar itu."
"Berarti ia tidak mungkin terlibat dalam pembobolan-pembobolan yang terjadi! Dan aku telah demikian yakin ia pasti terlibat," kata Jupe. "Kecuali jika daftar hadir itu telah dimanipulasi ... Magellan bisa saja menyuruh seseorang memalsu tanda tangannya di buku tamu." "Mungkin saja," kata Worthington. "Itulah sebabnya saya berinisiatif mengajak beberapa orang anggota berbincang-bincang untuk memeriksa kalau Mr. Magellan benar-benar hadir dalam pertemuan itu. Ada banyak saksi terpercaya yang dengan positif mengidentifikasikan kehadirannya semalam."
"Dengan demikian Magellan si pemarah itu bersih," kata Pete, lega. "Sungguh lega aku tidak perlu berurusan dengan sikap pemarahnya itu lagi! Tapi Jupe, kau bilang kau menelepon beberapa orang, siapa lagi?"
"Chief Reynolds. Menurutnya mereka telah menemukan Skinny Norris di pesisir ... namun anak itu tidak mau bicara. Katanya ia tahu hak-haknya dan tidak wajib bicara tanpa kehadiran pengacaranya. Sayangnya dia benar. Sekarang aku menghadapi jalan buntu dalam kasus ini," Jupe mendesah.
"Kita masih punya kedua lelaki dengan van putih yang menculik Bob," usul Pete. "Mereka mungkin saja bekerja untuk Magellan."
Jupiter nampak bersemangat lagi ketika ia memikirkan hal itu beberapa saat. Kemudian ia memukulkan telapak tangannya ke atas sebuah tumpukan majalah dengan sikap berbeda. "Sejak semula aku merasa Leo Magellan terlalu 'cocok' sebagai seorang tersangka ... namun aku ceroboh dan tidak mendengarkan firasatku itu; dan akibatnya kita hampir saja kehilangan Bob! Ini tidak akan terulang lagi," kata Jupe serius.
"Jadi apa langkah kita selanjutnya, Pertama?" tanya Pete.
"Menurutku besok kita harus mengunjungi gudang tempat Bob disekap tadi. Kira-kira apakah kau bisa mengingat jalan ke sana?"
"Tidak masalah," kata Pete. "Tapi aku akan menunggu di markas saja sampai kau kembali. Pergi ke tempat itu dua kali dalam dua hari bukanlah cara yang menyenangkan untuk menghabiskan liburan musim panasku. Terima kasih namun tidak, terima kasih!"
Jupiter Jones telah terbiasa dengan Penyelidik Kedua berbicara seperti itu. Pete tidak pernah suka berhadapan dengan bahaya namun pada akhirnya ia selalu setia terhadap teman-temannya. "Mungkin kau bisa tinggal di markas dan membantu di pangkalan," jawab Jupiter lambat-lambat. "Tadi kudengar Bibi Mathilda berkata kepada Konrad bahwa Paman Titus dan Hans akan mengambil setruk penuh bak mandi besok. Bak mandi dengan kaki berbentuk cakar."
"Hanya itu yang kuperlukan untuk meyakinkanku," seru Pete. "Aku akan pergi ke gudang itu pagi-pagi sekali! Namun bagaimana dengan peringatan Chief Reynolds agar kau tinggal di rumah, Jupe?" tanyanya.
"Aku tinggal di rumah seharian hari ini ... kau dan Bob dapat bersumpah untukku," kata Jupe tersenyum. "Ia tidak bilang berapa lama aku harus tinggal di rumah!"
Saat itu Bob masuk ke dalam ruangan dengan kursi roda, kakinya terbalut rangka besar berwarna biru yang berfungsi sebagai penopang sementara.
"Bagaimana keadaanmu, Bob?" tanya Jupiter, benar-benar cemas akan temannya.
"Oh, aku akan baik-baik saja," kata Bob dengan murung. "Hanya retak sedikit. Namun Dokter Alvarez tidak mau mengambil resiko karena ini kaki yang sama. Katanya aku harus memakai kembali penopangku yang dulu. Sepertinya aku tidak bisa beraksi lagi dalam kasus ini."

*****

Keesokan harinya, pagi-pagi benar kedua detektif itu telah tiba di tempat parkir museum. Begitu mereka tiba di sana, Pete mengikuti kembali rute yang dilaluinya ketika mengikuti jejak yang ditinggalkan oleh alat yang dipasang Bob pada van.
Mereka bersepeda beberapa mil sampai jauh di luar kota Rocky Beach dan memasuki kawasan industri yang terletak di antara Rocky Beach dan Santa Monica. Meskipun Pete memiliki naluri yang tajam akan arah, Jupe sudah mulai berpikir bahwa temannya telah tersesat ketika tiba-tiba Pete menghentikan sepedanya.
"Itu dia!" serunya. Penyelidik Kedua menunjuk ke arah sebuah bangunan besar berwarna putih beberapa blok di depan. Bangunan itu terbuat dari besi bergelombang dan bagian luarnya sangat perlu dicat ulang.
"Paling tidak aku merasa itulah tempatnya. Mungkin seharusnya kubuat sebuah tanda tanya di sana dengan kapurku," kata Pete. "Aku terlalu berkonsentrasi untuk bersepeda pulang, aku tidak dapat memastikannya. Dan terus terang, aku tidak terlalu berminat untuk mendekat dan memastikannya!"
Jupe menyipitkan matanya, mengamati keadaan sekitar. Koran tua dan sampah beterbangan di jalan. Tidak ada lalu lintas di kawasan itu, nampak seperti sebuah kota hantu modern -- suatu tempat persembunyian yang sangat bagus untuk seorang penjahat.
"Kita cukup melihat apakah para penculik itu ada di dalam," kata Jupiter menjelaskan. "Begitu kita tahu mereka mendiami tempat itu, kita tinggal mencari telepon umum dan menghubungi yang berwajib."
Namun mereka kurang beruntung. Ketika mereka sampai di gudang yang terbengkalai itu dan menyelinap hingga cukup dekat untuk mengintip, mereka dengan segera melihat bahwa tempat itu kosong. Jupe memerintahkan untuk mencari petunjuk di sekitar tempat itu. Mereka tidak menemukan apa-apa kecuali jejak ban van menuju dan kemudian menjauhi bangunan itu, serta cat semprot yang masih baru.
"Sepertinya kita kurang beruntung, Pertama," kata Pete putus asa. Ia menendang sebutir kerikil dan memandang Jupe penuh harap. Jika ada petunjuk di depan mata, Jupiter sepertinya selalu dapat menemukannya sementara Pete dan Bob menyerah.
"Sepertinya kau benar, Dua," kata Jupe setuju. "Kita harus mencoba pendekatan yang lain besok. Ada sesuatu tentang kasus ini yang menggangguku namun sampai sekarang aku tidak tahu apa," katanya. "Bagaimanapun juga, Malam Penghargaan tinggal dua hari lagi dan belum ada yang memberi tahu bahwa kita tidak jadi diundang, maka sebaiknya sekarang kita berkonsentrasi untuk acara itu. Terus terang, Dua, aku benar-benar bingung!"
Pete menatap Jupe sambil mengangkat alis. Sungguh jarang Jupiter Jones mengakui bahwa ia bingung!

BAB XI
JUPE MENARIK KESIMPULAN

Ketika Jupe tiba di rumah sore itu, ia berhenti untuk memastikan bahwa pangkalan telah terkunci. Ia dapat melihat samar-samar cahaya televisi dari pondok kecil yang didiami oleh Hans dan Konrad dan dapat mendengar suara kedua bersaudara itu tertawa terbahak-bahak melalui sebuah jendela yang terbuka. Sambil tersenyum Jupe menyeberang jalan menuju rumah kecil tempat tinggalnya bersama paman dan bibinya.
Detektif gempal itu sedang tidak berselera dan hanya makan sedikit, membuat paman dan bibinya heran. Sepanjang malam rentetan kejadian minggu itu melintas di kepalanya dan ia berusaha menarik kesimpulan dari semua itu. Ia merasa yakin ada suatu pola di balik kasus ini. Jika ia berusaha cukup keras seharusnya ia bisa menemukannya.
Namun sementara matahari mulai tenggelam di kaki langit, langit berubah abu-abu, dan bintang-bintang mulai bercahaya, pola itu tetap tersembunyi. Setelah berulang kali membalik badan di tempat tidur, Jupe akhirnya tertidur dengan kasus Trio Penyamar di dalam benaknya.

*****

Jupe tahu hari pasti telah pagi. Sebelum membuka mata, ia telah dapat mencium harum sarapan daging dan telur yang sedang disiapkan Bibi Mathilda di dapur di bawah. Ia berbaring di ranjang dan mengusap-usap matanya, berusaha mengingat mimpi yang dialaminya sebelum terbangun.
Di dalam mimpi itu Bob berada dalam kesulitan, ia terjebak di dalam sebuah peti mati dan berusaha menyelipkan secarik kertas berisi pesan melalui sebuah retakan di penutup peti supaya teman-temannya tidak menguburnya hidup-hidup. Jupe mengerutkan kening atas mimpi aneh itu dan turun dari ranjang, berniat mengisi bahan bakar dengan sarapan yang lezat untuk memulai hari yang baru ... dan untuk menggantikan makan malamnya yang tidak seberapa.
Ia berhenti sekonyong-konyong.
Jupe berkedip dan berdiri di kaki ranjangnya, mulutnya terbuka.
Ia telah berhasil! Ia telah mendapatkan jawaban atas teka-teki itu!
Sambil terburu-buru mengenakan pakaian, ia berlari ke bawah dan meraih pesawat telepon.
"Demi Tuhan dan langit!" seru Bibi Mathilda. "Jangan macam-macam sebelum kau mengisi perutmu, Jupiter Jones! Kau akan mengkerut dan tertiup angin nanti kalau tulang-tulangmu itu tidak segera kau beri daging!"
"Bolehkah aku menelepon dulu, Bibi Mathilda? Ini mendesak sekali!" Jupe memohon.
Paman Titus memandang melalui bagian atas koran dan bergumama kepada istrinya. "Permainan sedang berlangsung, Sayang. Biarlah anak ini menelepon dan aku berani bertaruh uang lawan donat ia akan memakan apapun yang kau hidangkan nanti."
Bibi Mathilda menggerutu dan kembali sibuk di dapur. Jupe menyeringai ke arah pamannya dan mulai memutar nomor telepon Pete.

*****

Setengah jam kemudian anak-anak itu berkumpul di rumah Bob, duduk di tepi ranjang teman mereka itu. Bob duduk berganjal beberapa bantal, kakinya masih terbungkus penopang.
"Kupikir karena kau sedang tidak dalam kondisi yang menguntungkan, kita harus mengadakan rapat di rumahmu, Bob," Jupe menjelaskan.
"Jadi apa berita besarnya, Jupe?" kata Bob.
Mata Jupe berbinar-binar dan ia tersenyum-senyum senang.
"Aku telah memecahkan kasus ini!" katanya mengumumkan. "Dan itu kulakukan dengan sedikit bantuan dari Bob!"
"Oh ya?" kata Bob. "Apa yang kulakukan?"
"Bagaimana mungkin patahnya kaki Bob membantumu memecahkan kasus ini, Jupe?" tanya Pete bingung.
"Bukan itu maksudku. Kejadiannya dalam mimpiku!" seru Jupe. "Semalam aku bermimpi tentang Bob. Dalam mimpiku itu ia terjebak di dalam sebuah peti yang sangat gelap. Sepertinya sebuah peti mati. Ia berusaha memberi tahu kita bahwa ia ada di dalam dengan menyelipkan secarik kertas melalui sebuah retakan. Aku merasa ada sesuatu yang sama sekali tak asing lagi dengan situasi itu ... dan ketika aku terbangun, aku tahu!"
"Kau tahu apa?" desak Pete.
Bob merasa mengerti. "Kejadian itu terasa tidak asing bagimu karena sudah pernah terjadi!" serunya.
"Tepat!" kata Jupe. "Hanya saja Bob tidak terperangkap di dalam sebuah peti mati, melainkan sebuah peti penyimpan anggur! Ketika aku teringat akan mimpi itu, semua potongan teka-teki seakan-akan terjatuh ke tempatnya yang tepat! Toko roti yang dibobol itu adalah Pearl's Bakery, Pearl ... mutiara. Toko peralatan itu adalah Green's ... hijau. Tempat permainan itu adalah The Mineshaft ... lubang tambang. Toko minuman itu adalah The Vineyard ... kebun anggur. Si polisi gadungan bernama Jensen ... dan ia bahkan sempat menyebut Chinatown dan nama Chang. Nah, sekarang apa yang menghubungkan mutiara, hijau, lubang tambang, kebun anggur, Chinatown, dan nama Jensen serta Chang?"
Pete segera paham. "Misteri Hantu Hijau!" jawabnya. Namun kemudian ia menggelengkan kepala dan menatap Bob dan Jupe dengan putus asa. "Namun kau harus menjelaskannya kepadaku. Apa hubungannya salah satu kasus lama kita dengan adanya seseorang yang berusaha memfitnah kita?"
"Dua kata, Pete. Balas dendam!"
"Balas dendam? Maksudmu seseorang dari kasus lama itu berusaha membalas kita?" seru Pete. "Menurutmu siapa, Pertama?"
"Biar kutebak!" kata Bob. "Pasti Jupe menduga Mr. Won ... lelaki Cina misterius yang mengaku berumur seratus tujuh tahun! Ia hendak membalas dendam karena kita menghancurkan Mutiara Hantu terakhir!"
"Mr. Won? Sebuah nama yang tak ingin kudengar lagi!" desah Pete. "Satu kasus saja cukup untuk lelaki itu."
"Hampir, Bob, namun tidak tepat," kata Jupe dengan dramatis.
"Bukan Mr. Won?" tanya Bob. "Lalu menurutmu siapa?"
"Memang semula kupikir juga Mr. Won ... ingat, jambangan-jambangan yang dirusak di museum berasal dari Dinasti Won. Namun demikian hal itu terlalu gampang dan balas dendam sepertinya bukan sifat Won. Aku tak percaya ia mau bersusah payah demi tiga orang anak dari Rocky Beach. Lagipula kita tidak menghancurkan kalung Mutiara Hantu dengan sengaja, hanya kecelakaan."
"Baiklah, jika bukan Won lalu siapa?" tanya Pete.
Jupe mengangkat bahu seolah-olah bagi Pete dan Bob jawabannya sejelas baginya. "Menurut deduksiku, petugas polisi yang menggunakan nama Jensen itu menggunakan nama aslinya."
"Jensen!" seru Bob. "Mandor dari Verdant Valley. Balas dendam sudah jelas merupakan sifatnya."
"Waduh!" kata Pete. "Ia tidak pernah tertangkap sejak melarikan diri dari Hashknife Canyon. Tapi apa yang dilakukannya di sini di Rocky Beach? Dan mengapa setelah selama ini?"
Jupiter mengeluarkan sebuah kantung kulit kecil dari saku depannya dan menuangkan isinya di ranjang Bob. "Itulah sebabnya aku mengumpulkan ini," katanya dengan bangga. "Untuk menjebak Jensen dan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu!"
Pete dan Bob menatap isi kantung itu dengan mata terbelalak. Di atas kasur Bob tergeletak setumpukan mutiara berwarna abu-abu buram. Mutiara Hantu!
 

BAB XII
MEMBUAT PERANGKAP

"Wah! Mutiara Hantu!" Bob dan Pete berseru serempak. "Di mana kau temukan, Jupe?"
Penyelidik Pertama yang gempal itu tidak dapat menahan tawa. "Aku tidak menemukan mutiara-mutiara ini, aku membuatnya."
"Membuat? Apa maksudmu?" tanya Pete.
Jupiter meraup segenggam mutiara dan memberikannya kepada Bob dan Pete. "Ketika aku akhirnya bisa menduga siapa di balik semua ini, aku mulai menyusun rencana, yang akan kubeberkan sebentar lagi. Langkah pertama adalah menyiapkan beberapa Mutiara Hantu. Kalian sama tahunya dengan aku bahwa Mutiara Hantu terakhir telah hancur dalam gua di Verdant Valley. Maka aku memutuskan untuk membuat beberapa butir tiruannya. Jika kalian amati mutiara di tangan kalian, kalian akan melihat bahwa itu hanyalah kerikil halus yang kupungut di jalan masuk pangkalan dan kucat abu-abu. Hasilnya cukup meyakinkan bukan?"
"Kau berhasil menipuku," kata Bob. "Tapi bagaimana kita akan memanfaatkannya?"
"Koreksi," kata Jupe, "maksudmu, bagaimana Pete dan aku akan memanfaatkannya."
"Oh ya," kata Bob muram. "Aku benar-benar tidak suka tidak dapat ikut beraksi. Sepertinya Duet Detektif akan menangani sisa kasus ini."
"Jangan khawatir, Bob," kata Jupe menenangkan. "Aku punya perasaan bahwa akan banyak yang bisa kau tulis tentang kasus ini setelah malam penghargaan besok."
"Apakah kita akan menggunakan batu-batu ini untuk menjebak Jensen?" tanya Pete.
"Ya," kata Jupe. "Kita tahu bahwa Jensen adalah seorang penjahat berbahaya yang akan melakukan apa saja demi uang. Maka marilah kita pancing dia masuk ke dalam perangkap dengan sesuatu yang tak ternilai. Jensen tahu bahwa Mr. Won akan membayar tinggi, maka menurutku ia takkan menolak umpan ini. Ia akan berusaha mendapatkan mutiara ini ... dan kita akan ada di sana untuk menangkapnya!"
"Bersama polisi, tentu saja," Pete menambahkan.
"Tentu saja," kata Jupe setuju. "Jensen terlalu berbahaya untuk kita tangani sendiri. Aku sama sekali tidak keberatan meminta bantuan Chief Reynolds untuk menyelesaikan kasus ini." Remaja gempal itu meraup perhiasan tak ternilai itu dan memasukkannya kembali ke dalam kantung.
"Jadi apa tindakan kita sekarang, Pertama?" tanya Pete.
"Sekarang kita harus mengumumkan bahwa kita memiliki beberapa butir Mutiara Hantu terakhir di dunia! Kita akan memberi tahu Chief Reynolds tentang rencana kita dan minta bantuannya menyebarkan berita ini. Kita dapat menghubungi stasiun radio setempat dan meminta mereka mengumumkan bahwa Trio Detektif akan memamerkan cendera mata dari beberapa kasus mereka yang paling terkenal -- termasuk Mutiara Hantu yang menakjubkan -- dalam acara besok."
"Ayahku kenal dengan penerbit surat kabar Rocky Beach. Aku bisa memintanya memasang iklan dalam terbitan hari ini, mengatakan bahwa Mutiara Hantu akan dipamerkan," kata Bob. Ayah Bob telah lama bekerja pada sebuah surat kabar terkenal di Los Angeles. Ia sering kali tertarik akan kasus-kasus anak-anak itu dan menawarkan bantuan jika mungkin.
"Usul yang bagus, Data," kata Jupe. "Dan selagi kau tidak dapat ke mana-mana, kau bisa memulai Hubungan Hantu ke Hantu, meminta anak-anak menyebarkan berita tentang mutiara ini kepada siapa saja yang mau mendengarkan." Hubungan Hantu ke Hantu adalah rancangan Jupiter; masing-masing dari mereka menelepon lima orang kawan yang berbeda dan meminta mereka melakukan sesuatu. Masing-masing dari kelima kawan itu selanjutnya menelepon lima orang kawan mereka dan menyampaikan hal yang sama. Dalam waktu beberapa jam Trio Detektif bisa mengerahkan seluruh populasi anak-anak Rocky Beach!
"Bagaimana dengan kita, Jupe?" tanya Pete. "Tidakkah sebaiknya kita melakukan Hubungan Hantu ke Hantu juga?"
"Kita lakukan nanti. Sekarang kau dan aku harus turun ke jalan dan menyebarkan berita tentang mutiara ini."
"Mengapa aku tiba-tiba merasa cemas?" tanya Pete resah.
"Sepertinya kau telah mengenalku dengan baik," kata Jupe sambil tersenyum. "Kita tahu Jensen mengamat-amati kita ... kemungkinan pada saat kita berbicara ini."
Pete menelan ludah dan menyibakkan tirai, melihat keluar kaca jendela dengan raut wajah cemas.
"Jangan khawatir, Pete," kata Bob. "Lingkungan sekitar sini aman dan rasanya ia tidak akan macam-macam ketika hari masih terang."
Jupe melanjutkan, "Kita tahu ia mengamati kita, maka biarlah ia mendengar kita juga. Pete dan aku akan kembali ke pangkalan dan berkeliling, berusaha nampak sibuk. Selama itu kita akan berbicara dengan keras tentang betapa bersemangatnya kita akan penghargaan itu dan tentang akan dipamerkannya Mutiara Hantu."
Pete mulai berjalan mondar-mandir dan mengusap-usap rambutnya. "Sekarang aku benar-benar cemas!"
"Kujamin kita tidak akan apa-apa," kata Jupe.
"Bukan itu," seru Pete. "Jika kita mondar-mandir di sekitar pangkalan, itu sama saja dengan meminta dipekerjakan oleh Bibi Mathilda!"
Ketiga sahabat itu tertawa terbahak-bahak.

*****

Beberapa menit kemudian, setelah meninggalkan Bob untuk mulai menelepon, Jupe dan Pete menghentikan sepeda mereka di depan gerbang pangkalan.
"Kita gunakan pintu depan," kata Jupe. "Tidak ada gunanya memberi tahu semua rahasia kita."
"Apa yang harus kukatakan?" tanya Pete.
"Apa saja yang terpikir olehmu. Bicara dengan keras namun wajar."
"Gampang saja bagimu mengatakannya," desah Pete. "Akting bagimu telah mendarah daging."
Selama sejam berikutnya kedua anak itu berkeliaran di Jones Salvage Yard, merapikan barang-barang dan berbicara dengan kuat tentang Mutiara Hantu. Ketika Jupe merasa puas, ia menarik Pete ke pondok kecil yang berfungsi sebagai kantor dan berbisik di telinganya.
"Sepertinya sudah cukup bagus. Sekarang kita tinggal menunggu Jensen mengambil tindakan. Aku akan memberi tahu Chief Reynolds dan menjelaskan rencana kita. Pasukannya harus benar-benar waspada pada acara penghargaan besok, siap untuk menangkap Jensen saat ia berusaha mengambil mutiara itu. Apakah tidak apa-apa bagimu untuk pulang bersepeda? Mungkin sebaiknya kita minta tolong Konrad mengantarkanmu."
"Tidak apa-apa," bisik Pete. "Tidak jauh dan seperti kata Bob, kecil kemungkinannya ia akan mencoba macam-macam di tengah hari."
Jupiter memikirkannya selama beberapa saat. "Aku yakin itu benar namun aku akan lebih tenang jika kau keluar tanpa terlihat. Gunakan saja Gerbang Biru Dua dan ambil jalan belakang untuk ke rumahmu. Lebih baik berhati-hati." Gerbang Biru Dua adalah sebuah jalan masuk rahasia di pagar pangkalan, terletak di sudut jauh pangkalan di balik kantor. Pagar bagian luar dilukisi dengan pemandangan di taman, ibu-ibu berpakaian gaya Victoria lengkap dengan payung mengawasi anak-anak mereka bermain di tepi sebuah kolam. Dua papan yang merupakan jalan masuk rahasia itu berwarna biru terang seperti langit. Karena sulit untuk menggunakannya tanpa dilihat Bibi Mathilda, anak-anak itu jarang memanfaatkannya kecuali dalam keadaan darurat.
"Akan kutelepon kau setelah tiba di rumah," kata Pete.
"Baiklah. Jangan lupa menelepon untuk Hubungan Hantu ke Hantu supaya orang-orang mulai membicarakan Mutiara Hantu. Dan jangan lupa mandi bersih-bersih dan mengenakan pakaian terbaikmu untuk besok!"
"Tidak akan lupa!" bisik Pete. Remaja jangkung itu mengayuh sepedanya ke balik kantor dan menghilang melalui Gerbang Biru Dua sementara Jupe masuk kembali ke kantor dan mulai menelepon.

*****

Di seberang jalan Jensen dan rekannya si orang Asia duduk di dalam sedan dengan mesin menyala. "Nah, apa itu tadi ... Mutiara Hantu, Ping? Baru saja kita hendak melakukan aksi terakhir dan meninggalkan kota ini. Bagaimana menurutmu?" gerutunya.
"Sepertinya sebuah perangkap," gumam Ping.
"Itulah yang kupikirkan," kata Jensen setuju. "Tetap saja aku akan punya cukup uang untuk seumur hidup jika aku bisa mendapatkan mutiara itu dan kita tidak usah melaksanakan rencana semula untuk menculik anak gendut itu demi tebusan."
"Sepertinya beresiko," kata Ping. "Tak mungkin kita bisa mengambil mutiara-mutiara itu dengan polisi di mana-mana. Kita harus menyusun rencana."
"Oh, aku punya rencana, Ping," desis Jensen. "Tentu saja aku punya rencana."

BAB XIII
PERANGKAP TELAH SIAP

Keesokan harinya Bob bangun pagi-pagi dan terpincang-pincang turun ke dapur tempat ibunya sedang memasak telur goreng untuk sarapan.
"Selamat pagi, Robert," sapa ibunya. "Cepatlah makan sarapanmu. Kau perlu lebih banyak waktu untuk bersiap-siap sekarang karena penopang kakimu itu."
Ayah Bob sedang menikmati ritual hari Sabtunya dengan surat kabar, pipa, dan kopi yang banyak. Ia meletakkan korannya dan tersenyum kepada Bob. "Jadi hari inilah hari besarnya?"
"Ya," kata Bob antusias. "Jupe berharap kita bisa menyelesaikan kasus ini hari ini!"
"Kasus," kata ayahnya, sedikit kaget. "Maksudku acara penghargaan itu."
"Oh ya," Bob mengangkat bahu, menyeringai. "Itu hari ini juga."
"Kalian tidak sedang mempersiapkan yang aneh-aneh kan?" tanya ayahnya curiga.
Ibunya meletakkan piring di depan Bob dan menuangkan jus jeruk untuknya. "Yang aneh-aneh tidaklah terlalu aneh untuk Jupiter Jones. Ia memang telah menemukan cincinku tapi kadang-kadang anak itu terlalu pintar!" kataya, menggelengkan kepala sebagai penegasan. "Sekarang makanlah, Robert. Akan kusiapkan pakaianmu di tempat tidur."
Sebentar kemudian terdengar tiga klakson kencang di depan rumah Bob. Bob mengintip dari jendela dan melihat Rolls Royce bersepuh emas yang mengagumkan itu bertahta seperti sang raja hutan. Ia menyeret kakinya dan keluar dari pintu depan. Worthington melompat keluar dari mobil dan berlari ke sisi yang lain untuk membukakan pintu untuk Bob.
"Terima kasih, Worthington."
"Sama-sama, Master Robert. Oh ya, saya akan senang sekali jika dapat membantu memecahkan kasus Anda. Mobil ini akan berada di depan Rotary Club, siap berangkat begitu diperlukan."
Bob tersenyum sambil masuk ke bagian dalam Rolls Royce yang mewah. "Aku tak tahu apa yang dapat kami lakukan tanpamu, Worthington."
Beberapa menit kemudian mobil anggun itu berhenti di depan Jones Salvage Yard. Jupe dan Pete berdiri di depan pagar, nampak bersih sekali. Rambut mereka tersisir rapi dan mereka mengenakan pakaian terbagus mereka. Bob dapat melihat bahwa Jupiter juga membawa ranselnya.
"Kue dan soda lagi, Jupe?" tanyanya ketika kedua anak itu masuk ke mobil.
"Kalau Jensen beraksi nanti, aku mau kita telah siap," kata remaja gempal itu. "Ini walkie-talkie kita, alat penjejak, dan kapur. Benda-benda ini akan dipamerkan namun kita akan bisa segera meraihnya kapan pun Jensen berusaha mengambil mutiara itu."
"Menurutku ia gila jika ingin beraksi di acara itu," kata Pete. "Tempat itu pasti akan dipenuhi polisi!"
"Kuduga Jensen malah akan memanfaatkan keadaan itu," jawab Jupe.
"Maksudmu ia akan menyamar sebagai salah seorang anak buah Chief Reynolds?" tanya Bob.
"Kemungkinannya tidak kecil. Aku berencana akan memperingatkan Chief begitu kita tiba agar hati-hati terhadap adanya polisi yang menyamar."
Worthington berdehem. "Maaf, Teman-teman. Saya harus tetap berada di mobil karena itu adalah tugas saya. Namun demikian saya akan membuka mata terhadap kegiatan apapun yang mencurigakan di luar gedung Rotary Club."
"Jika tidak terlalu merepotkan, aku ingin kau masuk sebentar, Worthington. Aku tahu banyak orang yang ingin berjumpa dengan Penyelidik Keempat Tidak Resmi," kata Jupe.
Worthington tersenyum. "Mungkin saya bisa meninggalkan mobil sebentar. Cukup untuk sedikit teh dan biskuit."
Mereka semua tersenyum. Worthington dan gaya hidup Inggrisnya sering kali kontras dengan kepribadian California Selatan.
Beberapa saat kemudian Worthington bersuara. "Kita telah tiba dan merupakan kehormatan bagi saya jika Anda mengizinkan saya membukakan pintu," katanya.
"Tentu saja, Worthington. Akan membuat kedatangan kami penuh kesan," jawab Jupe.

*****

Sejenak kemudian anak-anak itu duduk di meja kehormatan di sisi kanan podium. Leo Magellan, direktur museum yang gendut, duduk di meja di sisi kiri dan memandang Pete dengan curiga.
Pete menyikut Jupe. "Sepertinya ia mengenaliku," katanya sambil menelan ludah.
"Santai saja, Pete," bisik Jupe. "Kau tidak salah apa-apa. Sebelum hari ini berakhir kuharap kita dapat membuktikannya!"
Panitia memberikan penghargaan atas pengabdian mereka terhadap masyarakat dan persembahan cek berjalan lancar tanpa terjadi sesuatu yang tidak wajar. Mutiara masih berada di dalam kotak kaca di atas meja di tengah ruangan bersama beberapa cendera mata dari kasus-kasus Trio Detektif yang lain, seperti proyektor yang digunakan untuk menghasilkan hantu dari Misteri Hantu Hijau, koin emas dari Pulau Tengkorak, dan kalung laba-laba perak dari Varania. Jupe nyaris gemetar di kursinya penuh harap.
"Aku tak mengerti," desahnya. "Aku yakin Jensen akan sudah beraksi sekarang. Acara ini hampir selesai! Mari kita berbaur dengan orang-orang dan mencoba mengenali Jensen."
Anak-anak itu meninggalkan tempat duduk mereka. Pete menolong Bob menuruni tangga panggung dan mereka menghilang di antara orang-orang yang memenuhi ruangan.
Tepat pada saat itu terdengar bunyi barang pecah dari arah dapur. Jupe berusaha mencapai pintu dapur dan berusaha mencari Pete dan Bob di tengah kerumunan. Kini terdengar teriakan dan jeritan dari balik pintu ayun dapur. Semua orang menoleh untuk melihat apa yang terjadi. Jupe dapat melihat Chief Reynolds berbicara melalui walkie-talkie-nya. Paling tidak dia waspada! Tiba-tiba pintu dapur terbuka dan Jupe terjatuh ke lantai. Koki kepala dari jasa boga sedang memarahi seorang bawahannya yang ceroboh.
"Kau bodoh! Kau telah memecahkan jambangan Cina seharga seribu dolar!"
"Bukan saya," kata pelayan itu bersikeras. "Saya didorong!"
"Hah! Didorong," kata si koki sinis. "Seperti waktu itu kau juga 'didorong', eh? Tidak akan terulang lagi! Kau dipecat!"
"Tapi ... tapi ..." pelayan itu tergagap-gagap.
Jupe cepat bangkit. Ini dia! Suatu pengalih perhatian! Ia lekas-lekas menatap sekeliling ruangan, mencari Bob dan Pete. Mereka tak terlihat di tengah-tengah lautan manusia ... dan walkie-talkie mereka ada di dalam kotak kaca di sisi lain ruangan! Jupe berpikir cepat. Hanya ada satu hal yang bisa dilakukan.
Secepat seekor kucing, Jupe menyelinap melewati koki yang sedang marah itu dan masuk ke dapur. Beberapa pelayan telah berhenti bekerja untuk memandangi kejadian itu dan hampir-hampir tidak menyadari kehadirannya. Jupe mengamati semua wajah mereka, mencari Jensen. Ia tidak ada di dapur. Jupe berjalan cepat ke pintu masuk pelayan dan mengintip melalui pintu belakang ke tempat parkir di belakang gedung Rotary Club.
Tidak ada siapapun di tempat parkir, hanya ada beberapa buah van putih dari jasa boga. Jupe berbalik hendak kembali ke ruang makan ketika sesuatu menarik perhatiannya. Tiga dari van itu berwarna putih mengkilap, baru. Namun yang keempat sudah tua, penyok-penyok, dan penuh karat, seperti mobil yang menculik Bob! Setelah menimbang sejenak, Jupe memutuskan untuk memeriksanya sendirian dan keluar dari pintu belakang.
Ia melangkah keluar ke bawah cahaya terang matahari dan menudungi matanya. Tidak ada orang dan sekaranglah kesempatannya! detektif gempal itu bergegas menuju van yang berbeda itu dan dengan waspada mengintip melalui jendelanya. Kosong. Tanpa membuang waktu Jupe membuka pintu belakang van.
Ia ternganga.
Bagian belakang van putih tua itu dipenuhi hasil seni dan harta dari Asia yang tak ternilai! Jupe dapat melihat sutra yang indah, peti kayu hasil kerajinan tangan, jambangan yang tak ternilai, dan benda-benda antik lainnya. Benda-benda curian ini pasti bernilai satu juta dolar, pikirnya.
Tiba-tiba ia mendengar seruan dan suara kaki berlari. Jupe melihat sekeliling, mencari tempat persembunyian. Hanya ada satu tempat dan ia menyadarinya. Tanpa berpikir dua kali Jupe melompat masuk ke bagian belakang van dan membanting pintunya hingga tertutup, tepat pada saat Jensen dan Ping berlari keluar dari sudut gedung Rotary Club.
Jupe menelan ludah dan memandang sekelilingnya di dalam van. Peti itu! Nampaknya cukup besar untuk seorang anak lelaki ... jika tidak ada sesuatu di dalamnya! Jupe membuka penutupnya dan menghembuskan nafas lega. Kosong. Dengan cepat ia melompat masuk dan menutup penutupnya ... tepat pada waktunya. Jensen dan Ping membuka pintu van dan Jupe mendengar suara mesin meraung hidup. Kemudian Jupe mendengar suara lain. Bob, Pete, dan Chief Reynolds! Jupe tersenyum sendiri sementara van itu mulai bergerak dan berguncang-guncang. Mereka akan membuntuti van itu dan akhirnya memasukkan Jensen ke penjara, tempatnya yang seharusnya.
Lalu secepat munculnya, senyum Jupe berubah menjadi kerutan ketika ia mendengar Jensen dan Ping berbicara. "Mendorong si tolol yang membawa piring-piring itu benar-benar berguna," Jensen tertawa. "Namun anak-anak sialan itu masih sempat melihat kau memecahkan kaca dan mencuri mutiara-mutiara itu. Kau seharusnya lebih hati-hati," katanya memperingatkan. "Yah, sudahlah. Sekarang kita tinggal menyingkirkan van ini, memuat semua barang ini ke truk yang sebenarnya, dan kita bebas!"
"Apakah Won akan membayar mahal?"
"Tentu saja. Bagaimanapun juga ia menganggap semua ini miliknya yang sah. Kita kaya, Ping! Sekarang kita harus ke San Fransisco tanpa tertangkap oleh polisi!"

*****

Di bagian belakang jantung Jupe berdebar kencang dan ia berkeringat dingin.
Won?
San Fransisco?
Jupe menelan ludah. Ia berada dalam kesulitan besar dan tidak dapat berbuat apa-apa!

BAB XIV
NYARIS

"Ada yang melihat Jupiter Jones?" seru Chief Reynolds. Orang-orang yang ada di Rotary dilanda kebingungan; para tamu berdiri di sekitar gedung, memperbincangkan perampokan dan menganalisis yang baru saja terjadi. Chief Reynolds berseru lagi. "Ada yang melihat Jupiter Jones?" Beberapa orang di antara kerumunan menggelengkan kepala, yang lain kembali asyik bercakap-cakap, semakin lama semakin sensasional. Si koki menggeleng dan menatap Bob dan Pete. "Terakhir kali aku melihat Jones adalah ketika pintu dapur menjatuhkannya ke lantai. Itu sekitar sepuluh menit yang lalu ... ia tidak mungkin pergi terlalu jauh dalam sepuluh menit."
"Ingat, yang kita bicarakan adalah Jupiter Jones," kata Pete. "Ia bisa saja berada di Meksiko sekarang!"
"Aku hampir-hampir percaya itu mungkin saja dengan Jones," si koki menghela nafas.
Bob tertatih-tatih dengan penopangnya menuju ke tempat van Jensen terparkir tadi. "Menurut Anda, apakah mobil-mobil patroli akan bisa menyusul Jensen, Chief?"
"Aku telah memberi pengumuman ke seluruh penjuru Rocky Beach and daerah sekitarnya, termasuk Los Angeles. Polisi akan menghentikan setiap van putih yang mereka lihat ... kita akan menangkapnya, Bob."
Pada saat itu Pete berbicara, "Chief, baru terpikir oleh saya. Bagaimana jika Jupe sedang berada di dalam van ketika Jensen dan temannya melarikan diri? Waduh, ia akan mendapat masalah besar jika mereka menemukannya!"
Chief nampak khawatir. "Memang seperti Jones, berbuat seperti itu. Sebaiknya aku memberi tahu anak buahku untuk ekstra waspada. Van itu bisa saja punya tempat rahasia."

*****

Di dalam peti antik Jupiter Jones tersengal-sengal dan kakinya mulai kesemutan. Ia menghitung jarak ke San Fransisco dari Rocky Beach, berapa waktu yang diperlukan, dan menggigit bibir. Ia tidak yakin ia dapat bertahan selama itu di dalam tempat persembunyiannya. Akhirnya ia memutuskan untuk mengambil resiko dengan membuka penutup peti untuk mendapatkan sedikit udara segar.
Tepat pada saat ia hendak membuka penutup peti itu, van berhenti tiba-tiba. Pintu dibanting tertutup dan Jupe mendengar langkah kaki terseret-seret dan gumaman sementara Jensen dan Ping mulai memindahkan harta curian mereka dari van ke bak belakang truk yang akan mereka gunakan untuk melarikan diri.
Ketika mereka sampai pada peti tempatnya berada, Jupe menahan nafas. Peti itu terangkat beberapa inci dan kemudian terbanting dengan keras ke lantai van.
"Peti ini bukannya kosong?" tukas Jensen. "Seharusnya kita mengisinya dengan emas," katanya.
"Mungkin sebaiknya kita buka saja," kata Ping.
"Tidak ada waktu," jawab Jensen. "Kita harus tiba di San Fransisco sejam lagi. Ayo cepat ... angkat!"
Jupe merasa peti terangkat. Ia menyiapkan dirinya untuk benturan yang pasti akan terjadi saat peti itu dimasukkan ke dalam truk. Jensen dan Ping membantingnya dengan kuat.
Setelah beberapa kali bolak-balik, kedua penjahat itu selesai mengosongkan van. Jupe mendengar pintu truk dibanting tertutup dan mesinnya meraung hidup. Ia ada dalam perjalanan menuju San Fransisco ... suka atau tidak!

*****

Di Rotary Club di Rocky Beach Bob Andrews dan Pete Crenshaw duduk dengan gelisah, menunggu masuknya laporan yang mengatakan bahwa van putih itu telah ditemukan dan rekan mereka diselamatkan.
Ketika sejam telah berlalu, Pete berdiri dan mulai mondar-mandir. "Seandainya saja Jupe sempat mengambil walkie-talkie, kita akan bisa menemukannya!"
"Jangan khawatir, Peter," kata Chief Reynolds menenangkan. "Banyak orang yang mencari Jupiter sekarang. Kita pasti akan menemukannya."
"Mudah-mudahan saat itu belum terlambat," kata Bob. "Kita pernah berurusan dengan Jensen dan tahu apa yang bisa dilakukannya. Jika ia menemukan Jupe bersembunyi di van itu ...." Bob tidak menyelesaikan kalimatnya. Mereka semua tahu apa yang akan terjadi seandainya Jensen menemukan Jupe.
Tepat pada saat itu radio di mobil Chief bersuara. "Chief Reynolds, masuk. Ganti." Chief meraih mikrofon dengan cepat. "Ini Chief, ada berita apa?"
"Kami telah menemukan van itu, ditinggalkan di kaki bukin beberapa mil di sebelah utara kota. Van itu disembunyikan di sebuah ceruk, terlindung oleh dinding tebing. Ganti."
"Aku datang sekarang! Ganti dan selesai." Chief Reynolds melompat masuk ke mobil. "Mari, Anak-anak!"
Bob dan Pete bergegas masuk ke dalam mobil patroli. Chief menyalakan lampu dan sirenenya dan memacu mobil menuju perbukitan di daerah pantai. Pete dan Bob berpegangan kuat ketika jalanan menyempit dan aspal berganti dengan tanah. Mereka tidak perlu cemas, Chief Reynolds adalah seorang pengemudi ahli dan mengambil tikungan-tikungan tajam dengan tangkas.
Namun ketika mereka tiba di ceruk yang kering itu, tidak banyak yang dapat mereka lihat. Van putih tua itu kosong.
Pete dan Bob memeriksa van itu dengan cermat, luar dalam.
"Ada banyak jejak kaki di belakang van," kata Bob. "Sepertinya Jensen dan satu orang lagi, kemungkinan si orang Asia yang menculikku, memindahkan sesuatu dari van ke sebuah kendaraan lain. Lihatlah ke sini," lanjutnya, mengikuti jejak di debu jalan. "Jejak ban dari sebuah kendaraan lain. Jensen pasti telah menyiapkan mobil untuk melarikan diri di sini."
"Ban yang ini lebih lebar," kata Chief Reynolds. "Menurutku sebuah truk."
"Tapi apa yang mereka pindahkan dari bagian belakang van?" tanya Pete cemas. "Dan bagaimana kita bisa menemukan mereka kalau kita tidak tahu truk macam apa yang kita cari?"

*****

Di bak belakang truk Jupe mengangkat penutup peti. Hampir-hampir tidak bergerak. Jensen pasti telah meletakkan sesuatu yang berat di atasnya! Jupe berusaha tetap tenang namun sulit sekali dengan pikiran bahwa ia harus terperangkap di dalam peti selama sejam lagi. Ia mendorong sekuat tenaga dengan bahunya dan berhasil membuka penutup itu, cukup untuk kepala dan tangan kirinya.
Jupe menjulurkan kepalanya dan melihat benda yang menahan penutup peti itu. Sebuah patung harimau yang terbuat dari marmer. Jupe mendorong sekali lagi dan berhasil mengeluarkan tangannya yang lain. Sedikit lagi. Sambil mengempiskan perut, Penyelidik Pertama memaksakan diri keluar dari peti dan terjatuh ke lantai. Patung berukuran besar itu bergoyang-goyang di atas peti, sedikit lagi terjatuh. Jupe melompat untuk menahannya. Ia tidak ingin tempat persembunyiannya ketahuan lebih cepat!
Bak belakang truk itu gelap, satu-satunya cahaya yang memungkinkan Jupe melihat masuk melalui sebuah jendela di dinding seberangnya. Ia meraba-raba melalui benda-benda antik curian dan berdiri di atas sebuah karpet yang tergulung hingga ia dapat menempelkan wajahnya ke jendela yang berdebu itu. Di baliknya ia dapat melihat Jensen di belakang kemudi. Orang itu sedang berbicara dengan rekannya.
"Menurutku ada sekitar satu juta dolar di belakang, Ping. Mudah sekali mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga keamanan di museum itu!" tawanya. "Barang-barang itu ada di dalam kotak dan peti di tempat penyimpanan bawah tanah museum, menunggu untuk dipamerkan. Mereka tidak akan merasa kehilangan sampai satu minggu lagi, seperti kata Won."
"Berapa yang kita minta untuk mutiara itu?" tanya Ping.
"Sepertinya kita bisa mendapat banyak," Jupiter dapat melihat Jensen mengangkat kantung yang berisi mutiara-mutiara palsu itu. "Mungkin satu juta untuk penawaran pertama. Siapa tahu?"
Jupe dapat mendengar kedua penjahat itu tertawa sementara ia turun dari atas karpet. Ia membuat tanda tanya di peti dan pintu truk dengan kapurnya. Ia tidak yakin hal itu akan ada gunanya namun paling tidak lebih baik daripada memikirkan bahwa sebentar lagi ia harus kembali masuk ke dalam peti. Juga lebih baik daripada memikirkan apa yang akan dilakukan Jensen dan Ping ketika mereka tiba di San Fransisco dan menemukannya di bak belakang.
Tidak lama kemudian Jupe merasa truk itu melambat dan berbelok-belok lebih sering. Ia menarik nafas, menyadari bahwa sudah waktunya ia kembali ke dalam peti. Masuk ternyata lebih mudah daripada keluar namun tetap saja Jupe harus bersusah payah memaksa badannya yang gempal masuk. Beberapa menit setelah ia berada di dalam, truk itu berhenti dan mesinnya dimatikan. Jupe mendengar pintu bak belakang dibuka dan Jensen dan Ping mulai sibuk.
Selama di dalam peti Jupe telah memikirkan sebuah rencana dan memutuskan untuk tetap bersembunyi di dalam peti sampai hari gelap, lalu berusaha kabur setelah memastikan semua orang telah meninggalkan tempat persembunyian Won. Bukan sebuah rencana yang terlalu bagus namun hanya itu yang dapat dipikirkannya.
Sekarang tiba giliran peti Jupe untuk dipindahkan. Ia dapat mendengar Jensen dan Ping mengumpat-umpat sementara mereka berjuang mengangkat peti yang berat itu. Ketika akhirnya peti itu diletakkan, Jupe mendengar sebuah suara yang dikenalnya. Won!
"Apa maksudnya ini?" tanya Won tajam.
"Apa maksudmu?" tukas Jensen. "Ini sudah semuanya, sesuai permintaanmu."
"Aku tidak bicara tentang harta ini, bodoh. Aku bicara tentang harta yang ada di dalam harta."
"Kau harus berhenti bicara penuh teka-teki, Won. Bikin repot saja," kata Jensen.
"Buka peti yang terakhir itu dan lihatlah apa yang tersembunyi dari mata yang tidak waspada," jawab Won.
Penutup peti perlahan terangkat dan Jupiter Jones yang kebingungan dan sedikit malu-malu beranjak keluar dari dalamnya.

BAB XV
KEMATIAN DENGAN 1000 IRISAN

Jupiter Jones keluar dari peti dan segera dibekuk dengan kasar oleh Ping. Jensen berdiri dengan mulut terbuka, menatap Mr. Won, kemudian peti itu, dan kemudian Mr. Won lagi.
"Bagaimana kau tahu ia ada di dalam situ?"
Mr. Won menyipitkan mata di balik kacamatanya yang berbingkai emas dan menggelengkan kepala. "Apabila kau telah hidup selama aku, kau akan memahami bahwa ada banyak cara untuk melihat tanpa menggunakan mata."
Jupe mengamati ruangan yang besar dan melingkar itu. Tepat seperti yang digambarkan Bob dan Pete ketika mereka menangangi Misteri Hantu Hijau. Dinding-dindingnya masih tetap tertutupi tirai tebal berwarna merah dengan sulaman emas yang menggambarkan naga dan kuil. Di bagian depan ruangan terdapat kursi Mr. Won yang besar; terbuat dari kayu hitam dengan ukiran yang indah dan dilengkapi dengan bantalan yang tebal. Mr. Won sendiri mengenakan jubah bangsawan Cina kuno berwarna merah yang terjuntai sampai ke lantai. Ia bangkit dari kursi besarnya dan mengacungkan jari ke arah Jupe.
"Mendekatlah, Nak," katanya dengan suara yang pelan namun tegas. Jupe melangkah maju dan berdiri di hadapan Mr. Won, berusaha keras untuk nampak tegar.
"Tidak apa-apa merasa takut," kata Mr. Won, seolah-olah membaca pikirannya. "Itu memberi tahuku bahwa kau menghargai kekuatanku." Jupe berdiri diam, berpikir keras mencari jalan keluar. "Bagaimanapun juga, dulu aku telah bersikap luwes terhadap teman-temanmu, sekarang aku tidak bisa berjanji." Ia melangkah mendekati Jupe. "Kau telah terbukti cukup sukar ditaklukkan, Bulat."
Jupe mengerutkan kening mendengar acuan terhadap bentuk tubuhnya. Bahkan di dalam situasi yang paling berbahaya sekalipun ia tetap peka akan tubuhnya. Ia hendak mengucapkan sesuatu ketika Mr. Won berbicara lagi.
"Kau telah melihat dan mendengar terlalu banyak. Seperti yang kau ketahui, aku telah menghabiskan seluruh hidupku berusaha mendapatkan dan mengembalikan harta karun dari Dinasti Won ke pemiliknya yang sah. Aku adalah keturunan paling tua yang masih hidup dari Dinasti Won Cina kuno. Harta di depan matamu ini adalah milik keluargaku yang terhormat, tidak untuk didiamkan di museum."
Jupe menelan ludah dan memandang berkeliling. Ping mendekatinya dari belakang, seolah-olah merasa Jupe akan berusaha lari menuju pintu sewaktu-waktu. Mr. Won mengibaskan tangan.
"Si Bulat tahu tidak ada jalan untuk melarikan diri, Ping. Ia tidak akan mencoba sesuatu yang bodoh seperti lari, benar?"
Jupe mengangguk lambat-lambat dan menatap sepatunya. Ia ingat yang dikatakan Bob dan Pete tentang kekuatan hipnotis Mr. Won dan mengingatkan dirinya untuk tidak terpengaruh.
Mr. Won terus berbicara sambil berjalan mondar-mandir di depan Jupe. "Kau tentu saja tidak punya apa-apa yang aku belum punya untuk kau tawarkan kepadaku, jadi tidak ada gunanya tawar-menawar untuk kebebasanmu."
Sekonyong-konyong sebuah ide melintas di kepala Jupe. "Saya punya Mutiara Hantu!" tukasnya. "Tidak banyak, namun cukup untuk memperpanjang umur Anda paling tidak setahun lagi!"
Won berhenti melangkah dan memalingkan muka ke arah Jupe. "Dengan mudah aku dapat membaca pikiranmu untuk mengetahui kebenaran hal ini, Bulat. Jangan coba-coba menipuku."
"Anda tidak perlu membaca pikiran saya," kata Jupe cepat. "Lihat saja di dalam kantung yang ada di saku Jensen."
Mata Mr. Won menyipit kembali dan ia duduk lagi di kursinya yang besar. "Pegang dia," katanya pelan. Sebelum Jensen dapat bergerak, kedua tangannya dibekuk dari belakang oleh dua orang pelayan setia Mr. Won. Jupe merasa seolah-olah mereka muncul begitu saja dari lipatan tirai. Jensen memberontak dan mendengus seperti seekor banteng namun bahkan tenaganya yang besar pun bukan tandingan kedua anak buah Won.
"Apa maksudnya ini?" seru Jensen marah. "Tidakkah kau pikir aku akan memberikannya kepadamu?! Segala sesuatu ada harganya, tahu!" Wajahnya berubah merah dan ia memaki-maki.
Mr. Won duduk dengan sabar hingga Jensen selesai memaki-maki. "Sudah cukup aku mendengar omonganmu. Gara-gara kebodohanmu sekarang situasi kita yang sudah rumit ketambahan lagi anak lelaki ini," kata Mr. Won. "Tolong mutiaranya." Satu lagi pelayan muncul dari balik tirai dan menggeledah saku-saku Jensen sementara lelaki besar itu memberontak. Si pelayan menemukan kantung kelereng milik Jupe dan menyerahkannya kepada Mr. Won.
"Kau sungguh berani dan dapat berpikir cepat, Bulat," kata Mr. Won pelan. "Mungkin kau telah membeli kebebasanmu." Mr. Won meraih ke sela-sela bantalan kursinya dan mengeluarkan sebuah botol kecil berisi cairan bening. Ia meraih ke dalam tas Jupe dan mengeluarkan sebutir Mutiara Hantu. "Jika ini benar-benar mutiara kehidupan, kau akan mendapatkan kebebasanmu ... dengan syarat kau menyerahkan semua sisa mutiara yang kau miliki. Cukup adil, Bulat. Namun demikian, jika ini adalah sebuah tipuan, kau akan menjadi korban kematian dengan seribu irisan. Cukup adil juga."
Hati Jupe mengecil. Ia tidak menduga Mr. Won akan menguji salah satu mutiara itu. Tapi sebelum ia dapat menyatakan keberatan, Mr. Won menjatuhkan kerikil itu ke dalam botol, menyentuh dasarnya dengan sebuah dentingan. Ketika batu itu tidak melebur, Mr. Won menatap Jupe penuh amarah. "Tatap mataku, Bulat, dan lihatlah kematianmu."
Jupe didorong ke depan oleh para pelayan Mr. Won, genggaman mereka di lengannya terasa sekeras baja. Sementara ia berusaha mengalihkan pandangannya dari tatapan Mr. Won yang menembus, hatinya berdebar keras dan keringat dingin muncul di dahinya. Ia tidak akan pernah melihat Bibi Mathilda atau Paman Titus lagi. Dan bagaimana dengan Pete dan Bob? Apa yang akan mereka lakukan tanpanya? Ada begitu banyak orang yang tidak akan sempat diberinya selamat tinggal. Hans dan Konrad. Worthington ....
Worthington!
Dengan dentuman yang kencang, pintu tempat persembunyian Mr. Won yang terbuat dari kayu oak tebal terbanting ke lantai dan supir Inggris bertubuh jangkung itu menyerbu masuk! Ia diikuti beberapa orang polisi dengan pistol teracung. Sejenak terjadi kekacauan dan para pelayan Mr. Won berusaha melarikan diri melalui jalan keluar rahasia yang tersembunyi di balik tirai. Para polisi berusaha menangkap sebanyak-banyaknya yang mereka bisa namun mereka direpotkan oleh Jensen dan Ping, yang hampir saja berhasil kabur sebelum akhirnya sebuah tembakan peringatan ke langit-langit dilepaskan oleh salah seorang polisi.
Worthington melihat Jupe dan bergegas menghampiri. "Lepaskan dia, Teman-teman!" serunya dengan berani, menyerang para pelayan Won dengan gerakan judo yang membuat Jupe terbelalak. Anak-anak itu telah mengenal Worthington cukup lama namun tidak ada yang tahu bahwa ia memiliki minat dalam ilmu bela diri!
Anak buah Won bukan tandingan supir jangkung itu dan mereka berlari menuju pintu ... dan para polisi. "Anda tidak apa-apa, Master Jones? Anda tidak terluka?"
"Aku baik-baik saja, Worthington," Jupe menghembuskan nafas lega. "Tapi bagaimana kau menemukanku?"
Si supir jangkung memungut topinya dari lantai dan meluruskan dasinya. "Mari kita pergi ke tempat yang aman dulu dan nanti saya akan menjelaskan semuanya."
"Sebentar, Worthington," kata Jupe. "Ada satu orang yang ingin kupastikan tidak dapat lari kali ini."
Selama kekacauan berlangsung Mr. Won duduk diam di kursi hitamnya yang besar. Kini Jupe dan Worthington melihatnya dengan tenang mengangkat salah satu bantalan tangan di kursinya dan menekan sebuah tombol merah yang tersembunyi di bawahnya. Dengan takjub mereka menyaksikan lantai tempat kursi Mr. Won terletak mulai berputar ... dan dalam beberapa detik ia telah menghilang, digantikan oleh sebuah dinding bertirai. Jupe mendengar sebuah dentingan berat di balik dinding itu. Ia menduga itu adalah sebuah mekanisme pengunci. Akan dibutuhkan waktu lama untuk menjebol dinding itu. Cukup waktu, pikir Jupe, bagi Mr. Won untuk melarikan diri dengan tenang.

BAB XVI
PERJANJIAN DENGAN ALFRED HITCHCOCK

Seminggu setelah Jupe nyaris teriris-iris di San Fransisco, Trio Detektif mengunjungi Alfred Hitchcock di kantornya yang luas di World Studios. Sutradara film kenamaan itu membaca dengan teliti catatan Bob tentang kasus terakhir mereka dan kemudian meletakkannya di mejanya yang luas.
"Sebuah kasus yang sulit terpecahkan!" ujarnya. "Selamat karena kalian akhirnya berhasil memasukkan si penjahat Jensen itu ke dalam penjara."
"Terima kasih, sir," kata Jupe tanpa nampak terlalu bangga.
"Tentu saja," kata sang pembuat film dengan penuh perasaan, "ini sama sekali bukan kasus paling profesional yang pernah kalian tangani."
Jupe melonggarkan dasinya dan mukanya mulai memerah. Sutradara kenamaan itu menatap Bob dan Pete sambil menyeringai. "Bahkan, Jones, sepertinya keberuntungan memainkan peranan yang lebih besar dalam kasus ini daripada logika dan deduksi."
Jupe bergerak dengan gelisah di kursinya. "Sudah saya duga Anda akan berkata demikian, sir. Itulah sebabnya saya ragu-ragu untuk meminta Anda menuliskan kata pengantar untuk kasus ini."
Sutradara itu terkekeh dan menggelengkan kepala atas sikap Jupe yang tiba-tiba rendah hati. "Kekurangan dalam ketajaman pikiran dan analisis dalam kasus ini tertutupi oleh keberanian dan keteguhan hati." Mata Alfred Hitchcock berbinar-binar sementara ia mengaitkan jari-jarinya di atas perutnya yang bundar. "Bagaimanapun, keberanian kadang-kadang dapat diinterpretasikan sebagai kebodohan, seperti ketika kau mengambil resiko dengan bersembunyi di dalam peti itu. Komentar?"
"Resiko yang telah diperhitungkan," ujar Pete. "Dan segalanya berakhir dengan baik. Jensen dan Ping masuk penjara atas penculikan dan pencurian dan harta 'keluarga' Mr. Won telah dikembalikan ke semua museum yang dibobolnya."
"Ah ya," Mr. Hitchcock mengangguk. "Mr. Won yang misterius. Bolehkah aku bertanya bagaimana ia bisa tahu kau ada di dalam peti?"
Jupiter mengerutkan kening. Ia merasa Mr. Hitchcock benar-benar gembira bisa menyindirnya. "Saya benar-benar tidak punya penjelasan untuk itu, sir," katanya tanpa keyakinan.
Bob berbicara untuk menyelamatkan Jupe. "Kami hanya bisa menduga bahwa setelah hidup selama lebih dari seratus tahun, inderanya telah menjadi jauh lebih tajam daripada orang kebanyakan."
"Pikiran yang bagus, Master Andrews," kata sang sutradara setuju. "Dan sesuatu yang perlu dipikirkan lebih lanjut. Mungkinkah seseorang melatih pikirannya untuk melihat yang tidak dapat dilihat orang lain? Aku bisa membuat sebuah film tentang hal ini! Apapun yang terjadi, aku ingin tahu jika tokoh menarik ini, Mr. Won, muncul kembali. And jika memang demikian, marilah kita berharap ia tidak punya dendam apa-apa terhadap Trio Detektif seperti Jensen. Bicara tentang Jensen, apa yang terjadi dengannya setelah Misteri Hantu Hijau?"
Bob menjawab, "Itu mungkin merupakan kebetulan paling menakjubkan dalam kasus ini! Menurut keterangan Jensen kepada polisi, setelah ia melarikan diri dari Hash Knife Canyon, ia menuju ke pantai selatan tempat seorang temannya menjalankan sebuah bisnis penyelundupan perahu memancing beberapa mil dari Kota Fishingport di Atlantic Bay. Suatu hari ia kebetulan membaca di sebuah surat kabar lokal tentang tiga orang anak yang membantu menemukan harta karun yang hilang dari Kapten One-Ear." Tentu saja Bob mengacu pada petualangan Trio Detektif menyingkap rahasia Pulau Tengkorak beberapa waktu yang lalu.
"Demi guntur dan kilat!" seru Mr. Hitchcock. "Kebetulan yang aneh memang! Aku dapat membayangkan keterkejutannya. Ia pasti merasa ia tidak dapat menghindari Trio Detektif, bahkan setelah ia berada di bagian lain dari benua ini!"
Pete melanjutkan, "Ia benar-benar marah dibuatnya dan mulai menyusun rencana untuk membalas dendam. Ia tahu bahwa suatu saat ia pasti akan kembali ke California ... bayaran yang didapatnya dari Mr. Won terlalu bagus untuk dilewatkan terlalu lama. Maka ia menunggu dengan sabar waktu untuk kembali dengan selamat ke pantai barat dan kembali bekerja untuk Won sambil menjalankan rencananya terhadap kami. Ia tidak mempercayai keberuntungannya ketika pekerjaan pertama dari Won adalah di museum Rocky Beach!"
Kini Jupe ikut mengambil bagian, "Hal pertama yang dilakukannya adalah mengajak Ping. Rencananya terlalu besar untuk dilakukan sendirian dan ia tahu ia perlu bantuan. Ping adalah salah seorang pekerja di Verdant Valley yang secara diam-diam membantu Jensen membuat masalah untuk Keluarga Green. Kemudian ia menggunakan identitas palsu untuk mendapatkan pekerjaan di museum, tempat barang-barang antik dari Dinasti Won dijadualkan untuk dikirim.
"Jika aku tidak salah, tinggal satu pertanyaan lagi yang belum terjawab," kata Mr. Hitchcock.
"Bagaimana Worthington menemukan saya?" tanya Jupe.
"Tepat," kata sang sutradara.
Jupe menarik nafas panjang dan mulai menjelaskan. "Setelah Worthington masuk ke dalam Rotary Club untuk menemui para penggemarnya, ia bergegas kembali ke Rolls Royce yang terparkir di depan gedung."
"Selalu seorang pengemudi profesional," komentar Mr. Hitchcock.
"Dan profesionalisme itulah yang menyelamatkan Jupe!" sela Bob.
"Merupakan sebuah kebetulan," lanjut Jupe, "bahwa van itu harus mengambil jalan yang melewati sisi gedung dan kemudian lewat tepat di depan tempat parkir Worthington. Ia merasa curiga ketika van itu pergi dengan tergesa-gesa dan ketika kami tidak segera keluar dari gedung untuk melakukan pengejaran, ia memutuskan untuk membuntutinya sendirian dan akan menelepon kami dengan telepon mobil setelah ia tahu tujuannya."
"Sebuah keputusan yang terbukti menyelamatkan nyawamu, Master Jones."
Jupe mengangguk. "Worthington membuntuti van sampai ke daerah perbukitan di luar Rocky Beach. Ia harus menjaga jarak karena Rolls Royce sangat mudah dikenali dan hampir saja kehilangan kami ketika van itu tidak muncul-muncul dari jalan buntu itu ... seperti Anda ketahui, sebuah truk yang akhirnya muncul. Ia membuat dugaan yang tepat dan mulai membuntuti truk, yang nampaknya menuju San Fransisco. Saat itulah ia ingat akan telepon. Karena ia tidak tahu nomor telepon Rotary Club dan Bob, Pete, serta Chief Reynolds terlalu jauh untuk bertindak, ia memutuskan untuk menanyakan nomor telepon kepolisian San Fransisco ke bagian informasi. Kemudian ia menceritakan segala sesuatunya dan tetap berhubungan dengan polisi sampai van itu masuk ke garasi sebuah gedung yang ternyata dimiliki oleh Mr. Won."
Bob melanjutkan ceritanya, "Worthington kemudian mengambil resiko besar dengan meninggalkan Rolls Royce dan membuntuti Jensen dan Ping ke lift untuk melihat di lantai berapa mereka turun. Kemudian ia kembali ke mobil dan menunggu kedatangan polisi. Setelah itu sementara seorang polisi menjaga Rolls Royce, ia dan beberapa petugas lainnya memasuki gedung. Mereka menaiki lift dan karena hanya ada satu pintu di lantai itu, mereka merasa para penjahat telah terjebak. Ketika mereka mendengar ancaman Won terhadap Jupe, mereka memutuskan untuk bertindak!"
Pete tidak dapat lagi menahan diri. "Itulah semuanya!" serunya. "Maukah Anda sekarang menuliskan kata pengantar untuk kasus ini, sir?"
Alfred Hitchcock terkekeh sambil matanya kembali berbinar-binar. "Sebagai seorang sutradara aku punya hak untuk mengambil sebuah adegan berulang-ulang hingga mendapatkan hasil yang diinginkan. Sebagai detektif kalian tidak punya hak itu. Kalian harus berpikir dengan cepat dan hanya dapat mengambil sebuah adegan sekali, kadang-kadang meskipun keadaan tidak memungkinkan. Mengingat hal itu, kurasa kalian telah bertindak dengan mengagumkan dalam menghadapi bahaya, bahkan meskipun kemampuan deduksi kalian tidak terlalu menonjol."
Trio Detektif beringsut maju di kursi mereka sambil menahan nafas.
"Maka meskipun tadinya aku kurang setuju, dengan ini kunyatakan kasus ini terpecahkan dan bersedia menuliskan kata pengantar."
Anak-anak itu berseri-seri dengan kesediaan Mr. Hitchcock namun sutradara besar itu belum selesai.
"Dengan satu syarat!"
"Apa itu, sir?" tanya Jupe.
Alfred Hitchcock bersandar kembali di kursinya, nampak sangat puas atas penampilannya. "Karena kasus ini tidak seperti kasus Trio Detektif biasanya -- dan kita semua setuju bahwa pemecahannya tidak terjadi dengan, ehm, terlalu meyakinkan -- aku bersedia menuliskan kata pengantar hanya jika kalian setuju untuk menerbitkannya di internet, sehingga para penggemar yang memuja kalian dapat melihat bahwa bahkan Trio Detektif yang begitu fantastis pun tidak selamanya hebat. Bisa diterima?"
Jupe segera menemukan keyakinan dirinya kembali dan duduk tegak. "Saya rasa itu adalah ide yang bagus, sir. Kami memang telah setuju untuk membeli seperangkat komputer untuk markas."
"Selamat tinggal Magic Mountain!" desah Pete.
"Yah," kata Bob. "Sepertinya kita telah kalah dengan keputusan satu banding dua lagi!"
Mereka semua tertawa namun kemudian Jupe berubah serius. "Kami berjanji untuk menerbitkan kasus ini di internet dan saya berjanji untuk belajar dari kesalahan-kesalahan yang saya lakukan dalam kasus ini dan tidak akan mengulanginya lagi."
Sutradara ternama itu tertawa terbahak-bahak. "Kau terlalu keras terhadap dirimu sendiri, Jones. Berbanggalah karena kalian telah memasukkan seorang buronan ke dalam penjara dan mengembalikan harta karun ke museum. Lebih dari yang dapat dilakukan oleh banyak detektif seumur hidup mereka!"
Ketiga anak itu tersenyum kepada pembimbing mereka dan berterima kasih sebelum pergi. Sendirian, Mr. Hitchcock mulai menuliskan kata pengantarnya untuk kasus terakhir Trio Detektif dan bertanya-tanya petualangan menegangkan apa yang selanjutnya akan dihadapi anak-anak muda itu. 

(kutipan Mark Zahn)