Sabtu, 08 September 2012

TRIO PENYELAMAT X

BAB X 

TRIO PENYELAMAT 


JUPITER SALAH!

"Salah?!" seru Jupe. "Tapi aku sudah begitu yakin."
Worthington mengangkat bahu dan duduk di sofa besar di ruang tunggu rumah sakit.
"Saya memanfaatkan keanggotaan saya pada Perkumpulan Seni Rocky Beach untuk mengecek daftar hadir pada Malam Apresiasi Seni semalam di museum," kata supir jangkung itu menjelaskan. "Leo Magellan ada di sana dari pukul tujuh hingga lewat tengah malam menurut daftar itu."
"Berarti ia tidak mungkin terlibat dalam pembobolan-pembobolan yang terjadi! Dan aku telah demikian yakin ia pasti terlibat," kata Jupe. "Kecuali jika daftar hadir itu telah dimanipulasi ... Magellan bisa saja menyuruh seseorang memalsu tanda tangannya di buku tamu." "Mungkin saja," kata Worthington. "Itulah sebabnya saya berinisiatif mengajak beberapa orang anggota berbincang-bincang untuk memeriksa kalau Mr. Magellan benar-benar hadir dalam pertemuan itu. Ada banyak saksi terpercaya yang dengan positif mengidentifikasikan kehadirannya semalam."
"Dengan demikian Magellan si pemarah itu bersih," kata Pete, lega. "Sungguh lega aku tidak perlu berurusan dengan sikap pemarahnya itu lagi! Tapi Jupe, kau bilang kau menelepon beberapa orang, siapa lagi?"
"Chief Reynolds. Menurutnya mereka telah menemukan Skinny Norris di pesisir ... namun anak itu tidak mau bicara. Katanya ia tahu hak-haknya dan tidak wajib bicara tanpa kehadiran pengacaranya. Sayangnya dia benar. Sekarang aku menghadapi jalan buntu dalam kasus ini," Jupe mendesah.
"Kita masih punya kedua lelaki dengan van putih yang menculik Bob," usul Pete. "Mereka mungkin saja bekerja untuk Magellan."
Jupiter nampak bersemangat lagi ketika ia memikirkan hal itu beberapa saat. Kemudian ia memukulkan telapak tangannya ke atas sebuah tumpukan majalah dengan sikap berbeda. "Sejak semula aku merasa Leo Magellan terlalu 'cocok' sebagai seorang tersangka ... namun aku ceroboh dan tidak mendengarkan firasatku itu; dan akibatnya kita hampir saja kehilangan Bob! Ini tidak akan terulang lagi," kata Jupe serius.
"Jadi apa langkah kita selanjutnya, Pertama?" tanya Pete.
"Menurutku besok kita harus mengunjungi gudang tempat Bob disekap tadi. Kira-kira apakah kau bisa mengingat jalan ke sana?"
"Tidak masalah," kata Pete. "Tapi aku akan menunggu di markas saja sampai kau kembali. Pergi ke tempat itu dua kali dalam dua hari bukanlah cara yang menyenangkan untuk menghabiskan liburan musim panasku. Terima kasih namun tidak, terima kasih!"
Jupiter Jones telah terbiasa dengan Penyelidik Kedua berbicara seperti itu. Pete tidak pernah suka berhadapan dengan bahaya namun pada akhirnya ia selalu setia terhadap teman-temannya. "Mungkin kau bisa tinggal di markas dan membantu di pangkalan," jawab Jupiter lambat-lambat. "Tadi kudengar Bibi Mathilda berkata kepada Konrad bahwa Paman Titus dan Hans akan mengambil setruk penuh bak mandi besok. Bak mandi dengan kaki berbentuk cakar."
"Hanya itu yang kuperlukan untuk meyakinkanku," seru Pete. "Aku akan pergi ke gudang itu pagi-pagi sekali! Namun bagaimana dengan peringatan Chief Reynolds agar kau tinggal di rumah, Jupe?" tanyanya.
"Aku tinggal di rumah seharian hari ini ... kau dan Bob dapat bersumpah untukku," kata Jupe tersenyum. "Ia tidak bilang berapa lama aku harus tinggal di rumah!"
Saat itu Bob masuk ke dalam ruangan dengan kursi roda, kakinya terbalut rangka besar berwarna biru yang berfungsi sebagai penopang sementara.
"Bagaimana keadaanmu, Bob?" tanya Jupiter, benar-benar cemas akan temannya.
"Oh, aku akan baik-baik saja," kata Bob dengan murung. "Hanya retak sedikit. Namun Dokter Alvarez tidak mau mengambil resiko karena ini kaki yang sama. Katanya aku harus memakai kembali penopangku yang dulu. Sepertinya aku tidak bisa beraksi lagi dalam kasus ini."

*****

Keesokan harinya, pagi-pagi benar kedua detektif itu telah tiba di tempat parkir museum. Begitu mereka tiba di sana, Pete mengikuti kembali rute yang dilaluinya ketika mengikuti jejak yang ditinggalkan oleh alat yang dipasang Bob pada van.
Mereka bersepeda beberapa mil sampai jauh di luar kota Rocky Beach dan memasuki kawasan industri yang terletak di antara Rocky Beach dan Santa Monica. Meskipun Pete memiliki naluri yang tajam akan arah, Jupe sudah mulai berpikir bahwa temannya telah tersesat ketika tiba-tiba Pete menghentikan sepedanya.
"Itu dia!" serunya. Penyelidik Kedua menunjuk ke arah sebuah bangunan besar berwarna putih beberapa blok di depan. Bangunan itu terbuat dari besi bergelombang dan bagian luarnya sangat perlu dicat ulang.
"Paling tidak aku merasa itulah tempatnya. Mungkin seharusnya kubuat sebuah tanda tanya di sana dengan kapurku," kata Pete. "Aku terlalu berkonsentrasi untuk bersepeda pulang, aku tidak dapat memastikannya. Dan terus terang, aku tidak terlalu berminat untuk mendekat dan memastikannya!"
Jupe menyipitkan matanya, mengamati keadaan sekitar. Koran tua dan sampah beterbangan di jalan. Tidak ada lalu lintas di kawasan itu, nampak seperti sebuah kota hantu modern -- suatu tempat persembunyian yang sangat bagus untuk seorang penjahat.
"Kita cukup melihat apakah para penculik itu ada di dalam," kata Jupiter menjelaskan. "Begitu kita tahu mereka mendiami tempat itu, kita tinggal mencari telepon umum dan menghubungi yang berwajib."
Namun mereka kurang beruntung. Ketika mereka sampai di gudang yang terbengkalai itu dan menyelinap hingga cukup dekat untuk mengintip, mereka dengan segera melihat bahwa tempat itu kosong. Jupe memerintahkan untuk mencari petunjuk di sekitar tempat itu. Mereka tidak menemukan apa-apa kecuali jejak ban van menuju dan kemudian menjauhi bangunan itu, serta cat semprot yang masih baru.
"Sepertinya kita kurang beruntung, Pertama," kata Pete putus asa. Ia menendang sebutir kerikil dan memandang Jupe penuh harap. Jika ada petunjuk di depan mata, Jupiter sepertinya selalu dapat menemukannya sementara Pete dan Bob menyerah.
"Sepertinya kau benar, Dua," kata Jupe setuju. "Kita harus mencoba pendekatan yang lain besok. Ada sesuatu tentang kasus ini yang menggangguku namun sampai sekarang aku tidak tahu apa," katanya. "Bagaimanapun juga, Malam Penghargaan tinggal dua hari lagi dan belum ada yang memberi tahu bahwa kita tidak jadi diundang, maka sebaiknya sekarang kita berkonsentrasi untuk acara itu. Terus terang, Dua, aku benar-benar bingung!"
Pete menatap Jupe sambil mengangkat alis. Sungguh jarang Jupiter Jones mengakui bahwa ia bingung!

BAB XI
JUPE MENARIK KESIMPULAN

Ketika Jupe tiba di rumah sore itu, ia berhenti untuk memastikan bahwa pangkalan telah terkunci. Ia dapat melihat samar-samar cahaya televisi dari pondok kecil yang didiami oleh Hans dan Konrad dan dapat mendengar suara kedua bersaudara itu tertawa terbahak-bahak melalui sebuah jendela yang terbuka. Sambil tersenyum Jupe menyeberang jalan menuju rumah kecil tempat tinggalnya bersama paman dan bibinya.
Detektif gempal itu sedang tidak berselera dan hanya makan sedikit, membuat paman dan bibinya heran. Sepanjang malam rentetan kejadian minggu itu melintas di kepalanya dan ia berusaha menarik kesimpulan dari semua itu. Ia merasa yakin ada suatu pola di balik kasus ini. Jika ia berusaha cukup keras seharusnya ia bisa menemukannya.
Namun sementara matahari mulai tenggelam di kaki langit, langit berubah abu-abu, dan bintang-bintang mulai bercahaya, pola itu tetap tersembunyi. Setelah berulang kali membalik badan di tempat tidur, Jupe akhirnya tertidur dengan kasus Trio Penyamar di dalam benaknya.

*****

Jupe tahu hari pasti telah pagi. Sebelum membuka mata, ia telah dapat mencium harum sarapan daging dan telur yang sedang disiapkan Bibi Mathilda di dapur di bawah. Ia berbaring di ranjang dan mengusap-usap matanya, berusaha mengingat mimpi yang dialaminya sebelum terbangun.
Di dalam mimpi itu Bob berada dalam kesulitan, ia terjebak di dalam sebuah peti mati dan berusaha menyelipkan secarik kertas berisi pesan melalui sebuah retakan di penutup peti supaya teman-temannya tidak menguburnya hidup-hidup. Jupe mengerutkan kening atas mimpi aneh itu dan turun dari ranjang, berniat mengisi bahan bakar dengan sarapan yang lezat untuk memulai hari yang baru ... dan untuk menggantikan makan malamnya yang tidak seberapa.
Ia berhenti sekonyong-konyong.
Jupe berkedip dan berdiri di kaki ranjangnya, mulutnya terbuka.
Ia telah berhasil! Ia telah mendapatkan jawaban atas teka-teki itu!
Sambil terburu-buru mengenakan pakaian, ia berlari ke bawah dan meraih pesawat telepon.
"Demi Tuhan dan langit!" seru Bibi Mathilda. "Jangan macam-macam sebelum kau mengisi perutmu, Jupiter Jones! Kau akan mengkerut dan tertiup angin nanti kalau tulang-tulangmu itu tidak segera kau beri daging!"
"Bolehkah aku menelepon dulu, Bibi Mathilda? Ini mendesak sekali!" Jupe memohon.
Paman Titus memandang melalui bagian atas koran dan bergumama kepada istrinya. "Permainan sedang berlangsung, Sayang. Biarlah anak ini menelepon dan aku berani bertaruh uang lawan donat ia akan memakan apapun yang kau hidangkan nanti."
Bibi Mathilda menggerutu dan kembali sibuk di dapur. Jupe menyeringai ke arah pamannya dan mulai memutar nomor telepon Pete.

*****

Setengah jam kemudian anak-anak itu berkumpul di rumah Bob, duduk di tepi ranjang teman mereka itu. Bob duduk berganjal beberapa bantal, kakinya masih terbungkus penopang.
"Kupikir karena kau sedang tidak dalam kondisi yang menguntungkan, kita harus mengadakan rapat di rumahmu, Bob," Jupe menjelaskan.
"Jadi apa berita besarnya, Jupe?" kata Bob.
Mata Jupe berbinar-binar dan ia tersenyum-senyum senang.
"Aku telah memecahkan kasus ini!" katanya mengumumkan. "Dan itu kulakukan dengan sedikit bantuan dari Bob!"
"Oh ya?" kata Bob. "Apa yang kulakukan?"
"Bagaimana mungkin patahnya kaki Bob membantumu memecahkan kasus ini, Jupe?" tanya Pete bingung.
"Bukan itu maksudku. Kejadiannya dalam mimpiku!" seru Jupe. "Semalam aku bermimpi tentang Bob. Dalam mimpiku itu ia terjebak di dalam sebuah peti yang sangat gelap. Sepertinya sebuah peti mati. Ia berusaha memberi tahu kita bahwa ia ada di dalam dengan menyelipkan secarik kertas melalui sebuah retakan. Aku merasa ada sesuatu yang sama sekali tak asing lagi dengan situasi itu ... dan ketika aku terbangun, aku tahu!"
"Kau tahu apa?" desak Pete.
Bob merasa mengerti. "Kejadian itu terasa tidak asing bagimu karena sudah pernah terjadi!" serunya.
"Tepat!" kata Jupe. "Hanya saja Bob tidak terperangkap di dalam sebuah peti mati, melainkan sebuah peti penyimpan anggur! Ketika aku teringat akan mimpi itu, semua potongan teka-teki seakan-akan terjatuh ke tempatnya yang tepat! Toko roti yang dibobol itu adalah Pearl's Bakery, Pearl ... mutiara. Toko peralatan itu adalah Green's ... hijau. Tempat permainan itu adalah The Mineshaft ... lubang tambang. Toko minuman itu adalah The Vineyard ... kebun anggur. Si polisi gadungan bernama Jensen ... dan ia bahkan sempat menyebut Chinatown dan nama Chang. Nah, sekarang apa yang menghubungkan mutiara, hijau, lubang tambang, kebun anggur, Chinatown, dan nama Jensen serta Chang?"
Pete segera paham. "Misteri Hantu Hijau!" jawabnya. Namun kemudian ia menggelengkan kepala dan menatap Bob dan Jupe dengan putus asa. "Namun kau harus menjelaskannya kepadaku. Apa hubungannya salah satu kasus lama kita dengan adanya seseorang yang berusaha memfitnah kita?"
"Dua kata, Pete. Balas dendam!"
"Balas dendam? Maksudmu seseorang dari kasus lama itu berusaha membalas kita?" seru Pete. "Menurutmu siapa, Pertama?"
"Biar kutebak!" kata Bob. "Pasti Jupe menduga Mr. Won ... lelaki Cina misterius yang mengaku berumur seratus tujuh tahun! Ia hendak membalas dendam karena kita menghancurkan Mutiara Hantu terakhir!"
"Mr. Won? Sebuah nama yang tak ingin kudengar lagi!" desah Pete. "Satu kasus saja cukup untuk lelaki itu."
"Hampir, Bob, namun tidak tepat," kata Jupe dengan dramatis.
"Bukan Mr. Won?" tanya Bob. "Lalu menurutmu siapa?"
"Memang semula kupikir juga Mr. Won ... ingat, jambangan-jambangan yang dirusak di museum berasal dari Dinasti Won. Namun demikian hal itu terlalu gampang dan balas dendam sepertinya bukan sifat Won. Aku tak percaya ia mau bersusah payah demi tiga orang anak dari Rocky Beach. Lagipula kita tidak menghancurkan kalung Mutiara Hantu dengan sengaja, hanya kecelakaan."
"Baiklah, jika bukan Won lalu siapa?" tanya Pete.
Jupe mengangkat bahu seolah-olah bagi Pete dan Bob jawabannya sejelas baginya. "Menurut deduksiku, petugas polisi yang menggunakan nama Jensen itu menggunakan nama aslinya."
"Jensen!" seru Bob. "Mandor dari Verdant Valley. Balas dendam sudah jelas merupakan sifatnya."
"Waduh!" kata Pete. "Ia tidak pernah tertangkap sejak melarikan diri dari Hashknife Canyon. Tapi apa yang dilakukannya di sini di Rocky Beach? Dan mengapa setelah selama ini?"
Jupiter mengeluarkan sebuah kantung kulit kecil dari saku depannya dan menuangkan isinya di ranjang Bob. "Itulah sebabnya aku mengumpulkan ini," katanya dengan bangga. "Untuk menjebak Jensen dan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu!"
Pete dan Bob menatap isi kantung itu dengan mata terbelalak. Di atas kasur Bob tergeletak setumpukan mutiara berwarna abu-abu buram. Mutiara Hantu!
 

TRIO PENYELAMAT IX

BAB IX

TRIO PENYELAMAT


PETE SANG PENYELAMAT

Sepertinya sudah berhari-hari sejak Bob didorong masuk ke van di tempat parkir museum namun dengan melihat ke arlojinya Bob tahu bahwa hanya beberapa jam telah berlalu. Tetap saja harapannya memudar secepat terbenamnya matahari merah di garis cakrawala. Kira-kira sejam lagi hari akan gelap ... suatu pikiran yang membuat jantung Bob berdebar kencang.
Di mana Pete? Apakah dia belum juga sadar bahwa alat penjejak tertempel pada mobil yang berbeda? Tentulah ia akan kembali ke markas dan melapor kepada Jupe. Jupe lalu akan kembali ke tempat kejadian dan dengan cepat mengetahui apa yang telah terjadi!
Bob bangkit dan mulai berjalan mondar-mandir di ruangan kecil itu. Sekonyong-konyong harapannya timbul kembali. Ia mendengar sesuatu di luar jendela. Ia menahan nafas dan menunggu suara itu terdengar kembali.
Terdengar lagi! Suara logam berdenting diikuti sesuatu yang bergeser pada suatu logam. Bob menjauhi dinding dan melihat ke atas ke arah jendela.
Sebuah bayang-bayang wajah muncul di bagian luar kaca jendela yang buram. Bob menghembuskan nafas lega. Pete mengintip melalui jendela! Penyelidik Kedua menyeringai ke arah Bob lalu memberi isyarat agar anak itu tidak bersuara sementara ia berusaha membuka daun jendela yang berkarat. Jendela itu akhirnya terbuka, berderit seolah-oleh memprotes. Bob menatap pintu dengan panik, lalu berpaling kembali ke arah Pete.
"Kau ada tali?" bisik Bob.
Pete menggelengkan kepala. "Lempar kemejamu ke sini!" bisiknya. Bob bergegas membuka kemejanya dan melemparkannya ke Pete, yang kemudian menghilang selama beberapa saat yang serasa berabad-abad.
Sementara menunggu Pete muncul kembali, Bob mendengar suara lain. Suara pintu garasi yang besar terbuka. Penculiknya telah kembali!
"Pete!" bisiknya. "Pete, cepat!"
Kemudian Bob mendengar suara langkah. "Ada yang datang!" desisnya. Langkah-langkah itu semakin dekat ... di mana Pete? Tepat pada saat itu kepala Pete muncul kembali di jendela. Ia telah merobek kemeja Bob dan kemejanya sendiri menjadi beberapa helai kain memanjang dan mengikat potongan-potongan itu menjadi semacam tali. Ia melemparkan tali itu melalui jendela dan Bob menangkapnya tepat pada saat pintu ruangan itu terbuka!
"Oh, kupu-kupu mengepakkan sayapnya, eh?" kata si orang Asia. Lelaki pendek itu menyerbu masuk sementara Pete menarik tali itu. Lelaki itu menangkap kaki Bob tapi tidak berhasil menahannya karena Bob menendang-nendang dengan liar sambil memanjat.
Ketika Bob memanjat keluar melalui ambang jendela, ia melihat bahwa Pete telah menumpukkan beberapa drum minyak sehingga ia dapat mencapai jendela. Ia menjejakkan kaki di atas drum itu dan memandang ke dalam ruangan. Si pria Asia telah menggenggam tali itu dan mulai memanjat. Ketika ia telah dekat dengan jendela, Pete melepaskan tali dan meloncat turun. Terdengar suara berdebam dengan jatuhnya lelaki Asia itu ke lantai.
Pete mendarat di tengah kepulan debu, diikuti oleh Bob.
"Ahhh!" seru Bob.
Rasa nyeri merambati kaki kanannya, membuat Bob menahan nafas. Beberapa waktu yang lalu Bob pernah dengan bodohnya mencoba memanjat tebing di dekat Rocky Beach seorang diri. Ia terjatuh dan kakinya patah di tempat yang tak terhitung banyaknya -- demikian menurut Dokter Alvarez. Sejak saat itu ia terpaksa menggunakan penopang sampai kakinya cukup kuat untuk dipakai berjalan lagi. Meskipun sudah berbulan-bulan ia tidak lagi mengenakan penopang itu, nampaknya Bob telah membebani bekas patahan di kakinya terlalu berat ketika ia meloncat dari atas drum. Pete berlari mendekat dan dengan tangannya menopang Bob.
"Kau tak apa-apa?" tanyanya sambil memandang ke arah jendela. "Bisa berjalan?"
Bob menggertakkan giginya. "Yah, tapi tidak jauh-jauh."
"Sepedaku kusembunyikan di semak-semak tidak terlalu jauh dari sini. Kira-kira kau bisa mencapainya?"
Bob nampak membulatkan tekad. "Kita coba saja!" katanya keras kepala.
Pete tersenyum dan membantu temannya tertatih-tatih secepat yang ia bisa ke sepedanya, selama ini terus-menerus memandang ke belakang untuk melihat kalau si pria Asia mengejar mereka. Ketika mereka tiba di tempat sepeda Pete, ia menyuruh Bob duduk di setang sementara ia mengayuh secepat-cepatnya menuju Jones Salvage Yard.
"Bagaimana kau menemukanku?" tanya Bob lega. "Apakah kau mengikuti jejak dari alat penjejak?"
Pete menceritakan bagaimana ia nyaris tidak berhasil kabur dari Leo Magellan dan si petugas keamanan. "Aku tidak bisa kembali ke museum sampai mereka pergi!" katanya. "Ketika aku kembali, aku tidak melihat jejak dari tempat mobil Magellan diparkir tadi. Aku tahu kau takkan pergi tanpa alasan jelas, jadi aku mengikuti firasatku, mencari-cari di sekeliling tempat parkir hingga kutemukan jejak itu. Kuikuti sampai kemari. Kau beruntung, aku langsung menemukanmu pada jendela pertama!"
"Wah, pekerjaan yang bagus, Pete!" kata Bob kagum. "Tunggu sampai kita telah kembali ke pangkalan dan bercerita kepada Jupe tentang petualangan yang dilewatkannya sementara ia menunggui telepon!"
Matahari sedang terbenam ketika Pete mengayuh sepedanya melewati gerbang besi besar di pangkalan. Konrad menyuruh mereka menuju bengkel Jupe, tempat Jupe marah-marah sejak kepergian mereka.
"Jupe sedang kesal," kata Konrad memperingatkan. "Sebaiknya hati-hati, jangan sebut-sebut tentang pekerjaan," ia tersenyum. Menurutnya tidak ada anak Amerika yang bekerja lebih keras daripada dia."
Anak-anak itu tertawa dan bisa menebak apa yang telah terjadi. Bibi Mathilda telah memojokkan Jupe dan menyuruhnya mengerjakan salah satu proyeknya yang tidak habis-habis, menumpuk, memilah-milah, mengatur, dan memperbaiki barang bekas! Pete mengayuh sepedanya menuju bengkel Jupe, Bob masih tetap duduk di setang. Mereka menemukan teman mereka yang gempal itu sedang duduk dengan muram di sebuah kursi lipat, memandangi lampu khusus di atas mesin cetak yang akan menyala jika ada yang menelepon ke markas.
Jupe mengangkat mukanya ketika melihat teman-temannya datang dan segera menyadari bahwa Bob terpincang-pincang. Rasa cemas merambati wajahnya. "Kau cedera! Apa yang terjadi? Ada masalah?"
"Bisa dibilang demikian," kata Pete.
"Sementara kau terjebak di sini, bekerja setengah mati untuk Bibi Mathilda, kami menemukan kepingan baru untuk teka-teki ini," kata Bob bercanda. "Seandainya saja Bibi Mathilda dan Paman Titus menyuruhmu bekerja lagi besok, Pete dan aku pasti sudah berhasil memecahkan kasus ini!"
Tapi Jupe nampak sangat serius. "Kau mencederai kembali kakimu, Data. Kita harus membawamu ke rumah sakit dengan segera!"
Bob terpaksa setuju. Ia sangat ingin memberi tahu Jupe tentang hari menarik yang mereka lalui namun ia harus mengakui bahwa kakinya benar-benar sakit. "Sepertinya kau benar," ia mengangkat bahu. "Tapi kami akan menceritakan apa yang terjadi selama di jalan."
"Setuju," kata Jupe. "Aku harus menelepon dari markas, setelah itu akan kuminta Paman Titus mengantarkan kita ke rumah sakit. Sementara itu kau menelepon orangtuamu dari rumah dan memberi tahu apa yang terjadi."
Beberapa saat kemudian kedua anak itu telah berdesak-desakan di dalam pick up pangkalan, Bob duduk di pangkuan Pete. Jupe telah meminjami mereka dua kemeja miliknya, kemeja-kemeja itu begitu besar sehingga kedua anak itu nampak kocak.
Tanpa merasa terganggu, mereka menceritakan petualangan mereka hari itu kepada Jupe, memastikan mereka tidak melupakan fakta bahwa ada seseorang bernama Jensen yang bekerja di museum dan bahwa beberapa jambangan dari Dinasti Won telah dicemari dengan tanda tanya.
"Dan kau yakin bahwa orang yang menculikmu bukanlah orang yang mengeluarkanmu dari van?" tanya Jupe.
"Positif," jawab Bob. "Penculikku berbadan besar, sangat kuat. Yang mengeluarkanku bertubuh kecil dan pendek, orang Asia. Jelas bukan orang yang sama."
Jupe nampak hanyut dalam pikiran ketika Konrad memarkir kendaraan di depan pintu rumah sakit. "Kita telah tiba," kata Konrad. "Akan kugendong Bob ke dalam."
"Tidak perlu, Konrad, tidak separah itu," protes Bob.
"Tidak, Bob, kau tidak boleh berjalan. Kugendong kau sekarang," kata lelaki Bavaria bertubuh besar itu dengan tegas.
Ketika anak-anak itu memanjat keluar, mereka melihat sebuah sedan abu-abu berhenti di samping pick up. Yang datang adalah Worthington, supir pribadi anak-anak. Beberapa waktu yang lalu Jupiter telah memenangkan hak menggunakan sebuah Rolls-Royce bersepuh emas dari Rent-'n-Ride Auto Rental Company dalam sebuah kontes yang mereka sponsori. Termasuk dalam hadiah itu adalah seorang supir cakap berkebangsaan Inggris bernama Worthington. Selama beberapa kasus yang mereka tangani, Worthington menyukai ikut serta dalam penyelidikan anak-anak itu dan kini menganggap dirinya penyelidik keempat tidak resmi. Supir Inggris bertubuh langsing itu bergegas menggabungkan diri.
"Master Andrews, Anda cedera!" serunya.
"Tidak parah, Worthington," kata Bob. "Hanya salah mendarat dan terlalu membebani kakiku."
"Biarlah Dokter Alvarez yang menilainya," kata Worthington serius. Mereka masuk ke lobi tempat Dokter Alvarez dan orangtua Bob telah menunggu. Sementara Konrad menggendong Bob untuk tes sinar X, Jupiter mengusap rambutnya dan menggeleng-geleng dengan kesal. "Aku merasa bertanggung jawab atas cederanya Bob," katanya. "Seharusnya aku saja yang pergi dan Bob menunggui telepon."
"Kau tidak boleh menyalahkan dirimu, Pertama," kata Pete. "Sudah berapa kali kita menghadapi situasi yang tidak mengenakkan ketika menangani kasus? Kau sendiri pernah cedera, aku juga. Bob akan segera normal kembali."
"Master Crenshaw benar sekali," kata Worthington. "Anda tidak sepatutnya merasa bersalah. Ada sebuah kasus yang menyangkut reputasi Anda untuk dipecahkan, kecuali saya benar-benar salah, Master Andrews pasti ingin Anda melanjutkan penyelidikan."
"Kurasa kau benar," desah Jupe. "Tidak ada gunanya menyesali yang telah terjadi. Kau menemukan sesuatu, Worthington?"
"Menemukan?" tanya Pete. "Menemukan apa?"
"Kau dan Bob bukan satu-satunya yang menyelidik hari ini. Ketika kalian berada di museum, aku menelepon beberapa orang, salah satunya Worthington, yang bersedia membantu kita melakukan suatu penyelidikan. Baiklah, Worthington, apa yang kau temukan?"
Worthington mengusap dagunya dan berdehem. "Saya khawatir, Master Jones ... sepertinya kesimpulan Anda benar-benar salah!"

TRIO PENYAMAR VIII

BAB VIII 

TRIO PENYAMAR 


TIDAK ASING LAGI TERHADAP BAHAYA

Bob menyaksikan Pete memasuki museum, lalu berjalan ke arah sedan hitam milik Leo Magellan di tempat parkir. Ia hendak menaruh alat penjejak. Kira-kira sepuluh meter lagi Bob akan sampai ketika tiba-tiba sebuah tangan membekap mulutnya dan sebuah suara kasar berbisik di telinganya, "Jangan ribut, nak, atau akan kupatahkan lehermu!"
Bob merasa tubuhnya diseret dengan kasar ke arah sebuah van tua berwarna putih. Van itu dipenuhi karat, pintu belakangnya terbuka seperti sebuah mulut yang lapar hendak menelan Bob! Ia meronta-ronta namun lelaki itu terlalu kuat. Putus asa, Bob menghentakkan dagunya ke atas dan menggigit tangan penyerangnya sekeras-kerasnya. Lelaki itu mengerang kesakitan. Bob berteriak sekuat-kuatnya.
"Tolong! Penculik! Tolong!"
Ia berusaha melepaskan diri. Namun penculiknya terlalu cekatan dan meremas pergelangan tangan Bob seperti penjepit. Bob meringis kesakitan.
Ia hanya punya beberapa detik untuk menyusun rencana. Seperti biasa ia berusaha memikirkan apa yang akan dilakukan Jupe jika berada dalam situasi yang sama. Tanpa ragu-ragu, Bob melemaskan tubuhnya dan berpura-pura pingsan, ia melorot ke jalan. Diam-diam ia menempelkan alat penjejak ke bemper van itu dan mengaktifkannya. Ia dan Pete sering kali menggoda Jupe karena ia terlalu pintar namun mereka sering kali pula harus berterima kasih atas penemuan-penemuan Jupe.
Ketika penculiknya meraih bajunya dan melemparkannya dengan kasar ke bagian belakang van, Bob berusaha mengintip wajah penyerangnya melalui kelopak matanya. Pria misterius itu mengenakan masker ski namun Bob dapat melihat bahwa tubuhnya besar dan berotot.
Pintu dibanting hingga tertutup dan Bob berada di dalam kegelapan di dalam van. Ia dapat merasakan bahwa ia terbaring di atas terpal dan ada beberapa kotak yang sepertinya berisi peralatan di sekitarnya. Detektif yang bertanggung jawab atas catatan dan riset itu bergegas meraba-raba isi kotak-kotak itu, berusaha mencari sesuatu untuk digunakan sebagai senjata atau alat pencongkel pintu.
Ia hanya dapat berharap bahwa Pete akan melihat jejak yang ditinggalkannya dan menebak apa yang telah terjadi. Tapi Bob segera menyadari bahwa Pete akan mencari jejak dari mobil Magellan. Bob merasa panik. Mungkinkah Pete mengetahui bahwa Bob telah menempelkan alat penjejak pada mobil yang lain? Ia memaksakan dirinya untuk tenang. Jupe selalu mengatakan bahwa kehilangan akal sehat dalam situasi tertekan adalah hal paling buruk yang bisa dilakukan seseorang!
Tetap tenang adalah kuncinya. Dan lagipula, Bob Andrews tidak asing lagi terhadap bahaya. Ini bukanlah kali pertama ia terjebak. Sebelum ini ia selalu berhasil keluar dari situasi bahaya dan ia akan keluar dari yang saat ini dihadapinya pula ... seandainya saja ia bisa tetap tenang.
Setelah berhasil meyakinkan dirinya, Bob kembali mencari-cari dengan sikap yang berbeda. Tangannya menemukan suatu alat yang terasa seperti sebuah kunci pas besar. Ia merasa bisa tersenyum. Nanti jika penjahat itu membuka pintu, ia akan mendapatkan kejutan besar!
Bob merasa van itu melambat. Hatinya berdebar kencang. Mobil itu terasa mendaki, kembali ke posisi rata, dan berhenti. Bob mendengar pintu terbuka dan tertutup kembali, kemudian langkah-langkah menuju pintu belakang van. Ia menggenggam senjatanya erat-erat dan bersiap untuk bertempur!
Pintu van itu tiba-tiba terbuka dan cahaya terang menimpa mata Bob ketika ia mengayunkan senjatanya sambil keluar.
Namun Bob merasa hatinya mengkerut ketika melihat bahwa penculiknya mempunyai refleks secepat kilat dan menguasai suatu ilmu bela diri.
Penculik itu menangkap kunci pas yang terayun dengan tangan kosong dan merampasnya dari genggaman Bob hampir-hampir tanpa usaha. Kemudian kakinya terayun seperti kilat dan menyapu kaki Bob. Bob terjatuh berdebam, nafasnya serasa terputus.
Selagi ia berusaha menarik nafas, ia menyadari sesuatu. Orang ini sangat kecil. Orang yang menculiknya bertubuh besar dan berotot. Pasti ini rekannya!
Setelah matanya terbiasa akan cahaya, ia melihat bahwa ia berada di sebuah garasi di depan sebuah gudang yang terbengkalai. Cahaya matahari lenyap ketika pintu garasi yang besar tertutup. Seorang lelaki Asia bertubuh kecil, kira-kira setinggi Bob, berdiri di hadapannya. Lelaki itu mengenakan pakaian hitam, ia menyeringai keji, menampakkan gigi-gigi yang kuning dan tidak rata.
"Kupu-kupu terjebak di sarang laba-laba," katanya dengan bahasa Inggris yang buruk. "Kini kita menunggu laba-laba untuk kembali." Lelaki Asia itu tertawa kejam dan mendorong Bob melalui suatu koridor ke sebuah ruangan kecil dengan tulisan "Kantor" di pintunya. Ruangan itu benar-benar kosong.
Si pria Asia menggenggam pundak Bob, membuatnya berhenti. Tanpa berkata-kata ia meletakkan sebuah kaleng cat semprot ke dalam genggaman Bob dan dengan cepat menariknya kembali. Bob lalu didorong masuk dengan kasar ke dalam ruangan itu, pintu terbanting tertutup di belakangnya. Bob tidak perlu lama-lama berpikir untuk menyadari mengapa si pria Asia memberinya sebuah kaleng cat semprot dan mengambilnya lagi. Dinding-dinding ruangan itu penuh dengan lukisan cat semprot. Tepatnya, tanda tanya! Dan kini sidik jarinya ada di kaleng cat!
Bob Andrews menyadari sulitnya situasi yang dihadapinya dan tanpa membuang waktu lagi mulai memeriksa tempat ia terkurung. Dinding ruangan itu menjulang ke langit-langit setinggi lima meter. Satu-satunya jendela terletak tiga meter di atas lantai, di luar jangkauan Bob. Lantainya sendiri dari beton dan tanpa retakan. Sepertinya tiada harapan bagi Bob dan ia terduduk di lantai, merasa kalah.

TRIO PENYAMAR VII

BAB VII 

TRIO PENYAMAR 


LELAKI PEMBENCI ANAK-ANAK

Hari telah siang ketika Bob mengayuh sepedanya kembali ke Jones Salvage Yard. Dengan gesit ia meloncat turun dari sepedanya dan mencungkil sebuah mata kayu yang terdapat pada salah satu papan pagar. Ia memasukkan jarinya ke dalam lubang dan menarik tuas yang membuka Gerbang Hijau Satu dan masuk ke bengkel Jupe di pojok pangkalan. Pete dan Jupe sudah berada di sana.
"Siap berangkat?" tanya Bob.
"Aku tidak mengerti mengapa aku yang harus bicara dengan orang ini!" gerutu Pete. "Bob lebih baik daripada aku dalam hal-hal seperti ini!"
Jupe sedang sibuk memasukkan sebuah kaset ke dalam alat perekam kecil. "Suatu latihan yang bagus, Dua," katanya, "pokoknya kau ingat saja untuk berdiri tegak, bicara dengan lambat dan jelas, dan bersikap seperti seorang dewasa menghadapi situasi semacam ini."
"Tapi apa yang harus kutanyakan kepadanya?" seru Pete, mengusap rambutnya dengan gugup.
Jupiter bersandar pada mesin cetak dan berpikir selama beberapa saat, memikirkan apa yang akan dikatakannya jika ia berada dalam situasi itu. Akhirnya ia menganggukkan kepala.
"Bilang saja, 'akhir-akhir ini banyak terjadi pencurian di daerah Rocky Beach ... apakah Anda sebagai seorang direktur museum khawatir karenanya, Mr. Magellan?' ... lalu lihat apa reaksinya. Lanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu dan lihat apa yang terjadi," Jupe menjelaskan dengan sabar. "Jika ia bereaksi -- dugaanku -- dengan penuh emosi, kita akan punya cukup bahan di dalam kaset ini untuk menuntaskan kasus ini sebelum matahari terbenam!"
"Aku masih tidak mengerti mengapa Bob mendapat tugas yang gampang!" Pete menggerutu.
"Dalam kasus berikutnya aku akan mengambil tugas yang kotor," Bob tertawa sambil mendorong sepedanya keluar melalui jalan rahasia yang sama. "Sekarang, mari kita pergi!"
"Aku selalu siap di samping telepon seandainya terjadi sesuatu," seru Jupe.
Bob mengangguk dan kedua detektif itu mengayuh sepeda mereka menuju museum kesenian. Mereka baru beberapa blok dari pangkalan ketika Bob menoleh ke arah Pete dengan raut wajah serius.
"Ada apa?" tanya Pete.
"Mungkin aku salah," kata Bob, "tapi sepertinya ada yang membuntuti kita!"
"Mana?" tanya Pete gugup. Sudah lama ia belajar dari Jupe bahwa sebagai seorang detektif mereka tidak boleh menoleh ke belakang untuk melihat apakah ada yang membuntuti ... itu sama saja memberi tahu yang membuntuti bahwa mereka tahu. Ia menunggu Bob memastikan kecurigaannya.
"Sebuah mobil hitam, kira-kira satu blok di belakang kita," kata Bob. "Aku menyadarinya ketika kita meninggalkan pangkalan tadi."
"Apakah sebaiknya kita lakukan aksi ban kempis?"
Bob mengangguk setuju. Aksi ban kempis adalah hasil rekaan Jupe untuk menghadapi situasi semacam ini. Pete menghentikan sepedanya dan meloncat turun sementara Bob berputar dan menunggunya memeriksa bannya. Pete memeriksa jeruji roda dan menekan-nekan ban depannya beberapa kali, memeriksanya dengan seksama, memberi kesempatan kepada Bob untuk melihat dengan jelas mobil hitam yang misterius itu.
"Kurasa ia tahu," kata Bob muram. "Ia berbelok di persimpangan. Marilah berharap ini hanya kebetulan."

*****

Beberapa menit kemudian kedua anak itu tiba di sebuah jalan dengan pepohonan di tepinya. Pemandangan dari jalan itu sungguh mengagumkan, sebuah bangunan besar dari batu dengan banyak pilar marmer. Sebuah air mancur yang sangat besar dengan dua malaikat terdapat di depan museum. Spanduk-spanduk berbagai warna mengumumkan pameran yang sedang berlangsung. Bob sangat menyukai museum. Ia dan Jupe sering mengunjungi beberapa museum kala sedang tidak ada kasus. Sebaliknya, Pete lebih memilih olahraga daripada seni dan hanya berkunjung ke museum jika ada perlu. Jika tidak ada apa-apa ia lebih suka berselancar atau menonton bisbol dengan ayahnya. Pete tidak dapat menemukan sesuatu yang lebih membosankan daripada sebuah museum!
Sambil berjalan mendekati anak tangga besar berwarna putih yang menuju ke pintu depan, Bob berbisik kepada Pete.
"Pete, lihat!"
Pete menatap ke arah yang ditunjuk Bob. Leo Magellan berada di tempat parkir museum, sedang keluar dari mobilnya.
Sebuah sedan hitam!
Direktur museum itu memasukkan kunci ke dalam sakunya dan bergegas menuju pintu samping museum. Ia nampak sangat kesal dan sambil berjalan ia bergumam kepada dirinya sendiri.
"Aku ingin tahu, ke mana ia pergi sesore ini?" tanya Pete keras. "Apakah menurutmu itu mobil yang sama, Data?"
Bob ragu-ragu. "Sukar dikatakan. Mirip memang."
"Mari segera kita selesaikan tugas ini," desah Pete.
Bob mendorong sepedanya menuju tempat parkir dan mengeluarkan alat penjejak dari keranjang yang terdapat di sepedanya. Pete memarkir sepedanya dan berjalan menuju pintu depan museum. Pete berhenti di anak tangga teratas dan berbalik menatap Bob. Bob memberi senyum yang menenangkan dan jempol teracung. Pete menarik nafas panjang.
"Lakukan apa yang akan dilakukan Jupiter," katanya pada dirinya sendiri. Ia menekan tombol perekam pada alat perekam yang dibawanya dan memasuki museum.
Di dalam ruangan yang besar suasana begitu sunyi seperti sebuah kuburan. Tulang belulang seekor Tyrannousaurus Rex yang nampak ganas menatap Pete dengan lapar sementara Penyelidik Kedua mencari Leo Magellan. Remaja berbadan tinggi itu menelan ludah dan berjalan dengan cepat. Ternyata ia tidak perlu bersusah payah mencari direktur museum yang pemarah itu, ia cukup mengikuti pendengarannya. Dari suatu tempat di lantai dua terdengar suara Magellan berseru marah kepada seseorang, suaranya yang tinggi bergema di dalam museum.
Pegangan tangga yang terbuat dari kayu oak terdapat pada salah satu sisi tangga. Sambil mengusap keringat di dahi, Pete meraihnya dan mulai menaiki tangga.
"Anak-anak!" seru Magellan. "Pasti anak-anak yang telah melakukannya! Dan kau menganggap dirimu petugas keamanan!" Pete mengitari sebuah sudut dan melihat Leo Magellan menggoyang-goyangkan jarinya di hadapan seorang lelaki dengan seragam dan rambut terpotong pendek. Di pinggangnya tergantung sepucuk pistol. Magellan adalah seorang lelaki yang sangat pendek dengan alis lebat berwarna hitam. Ia berteriak-teriak kepada si petugas keamanan yang mukanya memerah.
"Kita harus segera mengganti tali pembatas dengan sesuatu yang lain untuk menjaga agar para perusak itu tidak mendekati barang-barang yang dipamerkan! Untuk apa kugaji kau?"
Pete mendengar si petugas keamanan menggeramkan suatu jawaban dengan marah. "Bukan waktu dinasku! Jensen yang berada di lantai ini semalam!"
Jensen!
Pete berpikir keras. Nama itu lagi! Pete berdehem dan mendekati direktur museum yang sedang marah itu.
"Maaf, sir," Pete memulai.
"Nah, ini pastilah salah seorang dari mereka! Tangkap dia!" seru Magellan. Petugas keamanan berbadan besar itu mulai melangkah ke arah Pete.
"Tolonglah, sir, saya hanya hendak menanyakan beberapa hal," katanya memohon.
"Lantai dua ini sudah di luar batas, nak. Kusarankan kau segera pergi sebelum aku memanggil polisi," kata si petugas keamanan. "Kecuali, tentu saja, jika kau datang untuk mengaku."
"Apakah ada yang merusak benda-benda museum, sir?" tanya Pete, berusaha bersikap sedewasa mungkin.
"Seolah-olah kau tidak tahu," dengus Magellan. "Zaman sekarang anak-anak nakal akan melakukan apapun demi kesenangan mereka!" keluhnya. "Tapi aku tidak mengerti mengapa ada orang yang sampai hati menggambarkan tanda tanya pada jambangan dari Dinasti Won dengan cat semprot! Museum harus mengeluarkan banyak biaya untuk memperbaikinya!" Magellan mengacungkan jarinya ke arah Pete. "Siapa namamu, nak?" serunya, matanya yang lebar menyipit. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Pete mulai berjalan mundur menuju tangga. Ia tidak suka arah pembicaraan ini. "Saya dengar se-- seruan ...," katanya tergagap. "Saya perlu bi-- bicara dengan Anda, sir."
Museum direktur yang pemarah dan petugas keamanan yang bertubuh besar itu mendekati Pete. Anak itu tidak membuang waktu lagi. Pete berbalik dan duduk di pegangan tangga yang terbuat dari oak dan meluncur turun sejauh lima meter ke lantai satu. Kakinya sudah mulai berlari sebelum menyentuh lantai.
Kedua lelaki itu berlari menuruni tangga mengejar Pete namun sementara itu Penyelidik Kedua yang atletis itu telah berada di luar pintu dan berlari menuju sepedanya.
"Bob!" panggilnya. "Data ... di mana kau?" Tapi Bob tidak nampak batang hidungnya. Pete bergegas menuju tempat mereka memarkir sepeda.
Sepeda Bob hilang!

TRIO PENYAMAR III

BAB III

TRIO PENYAMAR 


PENCURIAN KEDUA!

Pete Crenshaw bangun pagi-pagi sekali dan memerangi kabut California yang tebal untuk memotong rumput di halaman tetangganya. Ia tidak terlalu suka akan tugas membuntuti Skinny Norris dan mobilnya berkeliling Rocky Beach dengan sepeda. Tapi Pete adalah yang paling atletis dari ketiga anak itu, jadi dialah yang selalu mendapat tugas seperti ini. Namun demikin pagi ini Pete beruntung. Mobil Skinny Norris tidak pernah meninggalkan rumah orang tuanya sepanjang pagi. Sekarang hari telah siang dan dari tempat persembunyiannya di atas pohon elm besar di seberang jalan, Pete, dengan teropong ayahnya, hanya melihat muka Skinny yang berbintik-bintik mengintip melalui tirai dengan gelisah dari waktu ke waktu. Pete merasa Skinny nampak cemas dan ia mengingatkan diri untuk melaporkan hal ini kepada Jupe. Ia memasukkan teropong ke dalam kotaknya dan turun dari pohon.

*****

Matahari tengah hari yang panas telah menghabisi sisa-sisa kabut pagi ketika Pete meluncur di atas sepedanya masuk ke Jones Salvage Yard. Hans dan Konrad, kedua pekerja pangkalan asal Bavaria, sedang membuka terpal penutup truk pangkalan dan melihat-lihat isinya.
"Hi, Konrad. Hi, Hans."
"Hi, Pete," kata Konrad.
"Kau mencari Jupe?" tanya Hans.
"Ia tak ada di sini?" tanya Pete heran. "Katanya ia harus bekerja seharian!"
"Ia tidak kelihatan sepanjang pagi, Pete. Bob ada di sini," jawab Konrad.
"Baiklah. Terima kasih ya."
"Sama-sama, Pete," balas kedua bersaudara itu dengan riang.
Pete menaiki sepedanya mengelilingi tumpukan barang bekas hingga ia tiba di bengkel Jupe. Sepeda Bob tersandar di mesing cetak tua yang telah diperbaiki oleh Jupiter. Pete menyandarkan sepedanya ke sepeda Bob dan merangkak di bawah mesin cetak. Ia menyingkirkan potongan terali yang seolah-olah tersandar begitu saja pada sebuah pipa tua berdiameter besar dan merangkak masuk. Ini adalah pintu masuk ke Lorong Dua. Pipa itu memanjang beberapa meter, sebagian berada di bawah tanah. Anak-anak itu telah meletakkan potongan karpet di bagian bawah di dalam pipa sehingga lutut mereka terlindungi. Pete tiba di pintu yang membuka ke atas, ke lantai markas, mengetuk dengan kode khusus, dan masuk.
Bob Andrews sedang sibuk bekerja di lemari arsip. Dengan sebatang pensil di sela-sela giginya it menggumamkan halo kepada Pete.
"Kau lihat Jupe?" tanya Pete.
"Tidak kelihatan sepanjang pagi," gumam Bob.
"Waduh, menurutmu ...." Pete terpotong oleh dering telepon. Kedua anak itu saling berpandangan selama beberapa saat. Telepon itu jarang berdering dan jika ia berdering, biasanya untuk sesuatu yang penting. Bob menjatuhkan pensil di mulutnya dan menjawab dengan suaranya yang paling profesional.
"Trio Detektif, dengan Bob Andrews."
"Data!" Ternyata Jupiter dan ia terdengar terburu-buru. "Pete ada?"
"Dia baru saja datang. Di mana kau?"
"Nyalakan pengeras suara!" perintah Jupiter.
Pengeras suara yang dimaksud adalah sebuah mikrofon dan speaker yang telah dihubungkan oleh Jupiter sehingga mereka bertiga dapat ikut serta dalam pembicaraan di telepon. Bob menyalakannya dan memegang gagang telepon di depan mikrofon.
"Silakan, Pertama," kata Bob.
"Keadaan darurat! Gampang Tiga! Kelana Gerbang Merah! Green's Hardware Store! Segera! Hati-hati!" Dan tiba-tiba Jupiter memutuskan hubungan. Bob dan Pete saling berpandangan seolah-olah terhipnotis oleh nada sambung di telinga mereka.
"Apa itu tadi?" tanya Pete.
"Aku tidak yakin tapi sebaiknya kita ikuti saja perintahnya!" seru Bob. "Ayo!"
Pete dan Bob berdesak-desakan keluar melalui Gampang Tiga. Gampang Tiga adalah sebuah pintu besar yang masih menempel pada bingkainya dan seolah-olah tersandar begitu saja pada suatu tumpukan barang rongsokan. Kalau dibuka dengan sebuah anak kunci berkarat yang tersembunyi, pintu itu membuka ke sebuah ketel raksasa, yang kemudian menuju ke markas.
Diam-diam mereka mengambil sepeda dan menuju Kelana Gerbang Merah. Bertahun-tahun yang lalu beberapa pelukis Rocky Beach telah melukisi pagar yang mengelilingi pangkalan barang bekas sebagai tanda terima kasih mereka kepada Titus Jones yang sering kali memberi mereka benda-benda yang mereka butuhkan secara cuma-cuma. Salah satu lukisan di bagian belakang menampilkan kebakaran besar yang terjadi di San Fransisco. Seekor anjing kecil, yang diberi nama Kelana oleh anak-anak, dengan sedih menatap rumahnya yang dimakan api. Jupiter merancang sebuah sistem sedemikian sehingga jika mata Kelana ditekan, tiga papan pagar akan membuka ke atas. Mereka biasanya menggunakan pintu masuk ini jika ingin ekstra hati-hati agar tidak terlihat oleh Bibi Mathilda.
Bob dan Pete membiarkan Kelana Gerbang Merah tertutup dan mengebut sepeda mereka melalui jalan setapak di rumput, menuju ke daerah perbelanjaan di tengah kota Rocky Beach.
"Mungkinkah kita diawasi?" tanya Bob dengan cemas di sela-sela nafasnya yang memburu.
"Mungkin saja," jawab Pete suram. "Kita harus tetap berjaga-jaga dan jangan sampai dibuntuti!"
Mereka selalu mengambil jalan-jalan kecil dan lorong-lorong, berulang kali melihat ke belakang ke arah mobil-mobil yang mereka curigai membuntuti mereka. Beberapa menit kemudian mereka tiba di Green's Hardware Store. Jupiter dan Chief Reynolds berdiri di depan toko. Jupiter sedang mondar-mandir, mencubiti bibir bawahnya, dan nampak berpikir keras sekali. Raut muka Chief Reynolds nampak suram.
"Hei, Jupe, ada apa ini?" tanya Pete, tersengal-sengal.
"Ada yang membobol toko peralatan ini?" tanya Bob, membenarkan letak kacamatanya di atas hidungnya yang berkeringat.
Jupiter tidak mengacuhkan pertanyaan itu dan balik menanyai Bob. "Data, apakah kau kemarin langsung pulang ke rumah dari pangkalan?"
"Tentu saja, Jupe. Ada apa?"
"Apakah sepedamu kau kunci pada malam hari, Robert?" tanya Chief Reynolds.
"Wah, tidak," jawab Bob, terheran-heran. "Sepeda selalu kuparkir di halaman rumah kami. Ada apa sih?"
"Masuklah, Anak-anak," kata Chief Reynolds dengan serius, mendahului masuk melalui pintu depan.
"Kau benar, Bob. Green's Hardware Store dimasuki pencuri semalam. Lihatlah sendiri. Tapi ingat, ini tempat kejadian perkara, jangan sentuh apa pun!" perintahnya.
Hal pertama yang mereka lihat adalah seutas tali plastik di tengah ruangan yang menjuntai dari sebuah jendela di langit-langit yang tinggi.
"Seperti kalian lihat, jendela itu sangat kecil," kata Jupiter sementara mereka menghampiri tali tersebut. "Hampir terlalu kecil untuk seorang lelaki dewasa ... tapi sangat pas untuk seorang anak."
"Kedengarannya tidak terlalu menyenangkan!" dengus Bob.
"Berikutnya," lanjut Jupiter, seolah-olah sedang memberikan kuliah di kelas, "di bagian bawah tali ini kita temukan bekas-bekas yang sepertinya berasal dari kapur berwarna biru."
"Oh, tidak!" keluh Bob.
"Dan sekarang, coba alihkan perhatian kalian ke kaca jendela di langit-langit ...," Jupiter menyuruh, menunjuk ke arah langit-langit.
"Sebuah tanda tanya!" seru Bob dan Pete serempak.
Hampir-hampir mereka tidak dapat mempercayai penglihatan mereka. Di kaca jendela, sepuluh meter di atas kepala mereka, tergambar sebuah tanda tanya besar berwarna hijau. Tanda khusus Trio Detektif!
"Jupe! Chief! Kalian harus percaya padaku!" kata Bob memelas, matanya terbelalak. "Aku tidur nyenyak sekali semalam! Di rumah! Di ranjangku! Dan seandainya aku ada di sana sekarang!"
Jupiter tidak menanggapi kata-kata Bob. "Bekas ban sepedamu terlihat di atas lumpur, menuju ke pintu belakang toko ini," ia memberi tahu anak bertubuh kecil itu. "Aku selalu mengenali bekas ban sepedamu yang bergaris-garis itu di mana pun!"

BAB IV
MENGINTAI

Kabut tebal menyelimuti kawasan Pasifik malam itu. Trio Detektif, terbungkus dari kepala hingga ujung kaki dengan mantel hitam, bersepeda memasuki pintu belakang Kepolisian Rocky Beach. Beberapa menit menjelang pukul delapan.
Jupiter menyandang sebuah ransel yang berisi 'peralatan penting untuk mengintai', demikian ia menyebutnya. Kini ia dan Bob bercakap-cakap penuh semangat tentang bermacam-macam teknik mengintai. Pete, yang sama sekali tidak suka segala sesuatu yang mengandung bahaya, membuntuti di belakang. Mereka mengetuk pintu dan dipersilakan masuk oleh Officer Haines, seorang polisi muda berwajah galak dan berambut merah.
"Anak-anak melakukan pengintaian!" dengusnya. "Mengapa kalian tidak kembali saja ke rumah pohon kalian dan membiarkan para profesional menangani ini?"
Jupiter memiliki bakat berakting yang memungkinkannya mengubah raut muka dan tingkah lakunya, sehingga nampak lebih tua daripada usia sebenarnya. Kini ia berdiri tegak dengan dagu terangkat tinggi.
"Diremehkan karena usia kami telah memungkinkan kami menyelesaikan banyak kasus membingungkan dan dianggap tak terpecahkan. Mata muda kami dapat melihat banyak hal yang terlewatkan oleh orang dewasa."
Officer Haines nampak seolah-olah ia baru saja menggigit sebuah jeruk yang sangat asam. "Mulut pintarmu itu suatu hari nanti akan memberimu masalah besar, Jones!" geram Haines, mencucukkan jarinya ke dada Jupe. "Kau tahu terlalu banyak demi kebaikanmu sendiri!"
"Cukup, Haines," Chief Reynolds berkata dari belakangnya.
"Bukan anak-anak yang baik," Haines bergumam sambil berjalan menjauh di koridor.
"Maaf tentang hal itu, Anak-anak," kata Chief. "Mereka sedang menghadapi stres dengan segala aktivitas kejahatan yang terjadi di Rocky Beach akhir-akhir ini. Kami banyak bekerja lembur dan mereka tidak suka anak-anak melakukan pekerjaan mereka. Jadi demi kebaikan kalian sendiri, jangan mencari masalah dengan mereka malam ini. Setuju?"
Ketiga anak itu mengangguk dengan muram.
"Apa yang dikatakan Skinny tentang pencurian-pencurian ini, Chief?" tanya Bob, mengeluarkan buku catatan dan pensil.
"Tidak banyak yang bisa ditulis, Bob. Skinny sudah tidak ada di kota ini!"
"Apa?!" seru Pete, memukulkan kepalan ke telapak tangannya. "Tunggu sampai dia berhadapan denganku!"
"Sebenarnya aku telah mencoret nama Skinny dari daftar tersangka," kata Jupiter sementara mereka berjalan menuruni tangga, menuju ke garasi polisi di bawah tanah. "Kejadiannya terlalu kompleks untuk anak seperti Skinny. Selain itu, ia takkan berani melakukan sesuatu sebesar ini."
"Sepertinya sekali lagi Jupiter benar," kata Chief setuju. "Entah bagaimana Skinny tahu tentang rencana si pencuri ... atau para pencuri ... tapi rasanya cukup sampai di situ keterlibatannya. Kita akan tahu begitu kita bisa menemukannya. Ibunya berkata ia menginap di tempat seorang sepupu di pesisir selama beberapa minggu.
Mereka berempat masuk ke dalam mobil Chief Reynolds, Jupe mengambil tempat duduk di depan. Chief akhirnya tidak dapat menahan rasa ingin tahunya melihat Jupe meletakkan ransel di antara kedua kakinya. Setelah sekian lama bekerja sama, Sam Reynolds telah terbiasa dengan kejutan-kejutan dari Jupiter Jones.
"Baiklah, sudah cukup berahasia, apa itu di dalam ransel, Jones?"
Jupe tersenyum. "Kumpulan intrumen dan peralatan yang boleh jadi akan terbukti sebagai faktor yang menguntungkan dalam tugas pengintaian kami."
"Maksudnya, barang-barang yang mungkin berguna nanti," kata Pete menyeringai.
"Cara yang agak rendah untuk menyatakannya tapi pada intinya benar, Dua," jawab Jupiter. Ia mulai membagi-bagikan isi ranselnya. "Walkie-talkie kita, bisa digunakan sampai sejauh empat blok. Senter, kapur, tiga set teropong, tiga botol soda jeruk, dan biskuit coklat Bibi Mathilda yang telah ternama di seluruh dunia! Kita tidak pernah tahu berapa lama pengintaian akan berlangsung!" senyum Jupe, mengambil suatu gigitan besar.
"Serahkan pada Jupe untuk berkemas!" Bob tertawa.
Chief menghela nafas, lalu berubah serius. "Sudahkah kalian bertiga mendapat izin dari orangtua masing-masing?"
Mereka mengangguk penuh semangat.
"Baiklah kalau demikian. Mari kita menangkap pencuri!"

*****

Sejam kemudian Trio Detektif telah berada di tempat pengintaian masing-masing, sesuai petunjuk Chief. Jupiter berjongkok di dalam bayang-bayang di pagar rumah seberang Pearl's Bakery bersama seorang polisi berbadan besar yang bernama McDaniels. Satu blok dari situ, Bob duduk di jok depan sebuah mobil polisi tak bertanda bersama Chief Reynolds. Kaca-kaca jendela mobil itu benar-benar gelap sehingga tidak mungkin melihat ke dalam tanpa menempelkan muka di kaca. Pete, yang paling cekatan, menggigil di atap Green's Hardware Store bersama Haines, yang nampak sangat kesal. Meskipun saat itu musim panas, di daerah pesisir malam dapat menjadi sangat dingin, terutama ketika berkabut. Dan kini, hampir pukul sembilan dan matahari tinggal sesaat lagi terbenam, Pete harus menaikkan kerahnya, menutupi telinga.
Penyelidik Kedua dengan waspada mengamat-amati jalan di depan toko peralatan itu. Ia merasa kabut telah menjadi jauh lebih tebal dalam sejam terakhir. Bahkan jalan raya, yang biasanya penuh dengan remaja pada Jumat malam, nampak lengang. Setiap beberapa saat ada mobil yang lewat, lampu depannya bercahaya bagaikan kunang-kunang pada waktu malam. Pete merasa sial sekali harus berpasangan dengan Haines namun memutuskan untuk mengurangi kebosanan dengan bercakap-cakap dengan polisi galak itu.
"Kabut semakin tebal. Anda pikir kita bisa melihat apa yang terjadi dari atas sini?"
"Diam, Anak Kecil," Haines meludah dengan kesal.
"Huh," gumam Pete. Ia kembali mengarahkan pandangan ke jalan yang berkabut dan memutuskan untuk mencoba walkie-talkie-nya. Walkie-talkie itu adalah salah satu hasil karya Jupiter sejak mereka memulai Trio Detektif. Terdiri dari alat penerima dan pengirim, walkie-talkie itu terhubung oleh kawat tembaga dengan ikat pinggang khusus yang mereka kenakan.
"Penyelidik Pertama, masuk," Pete berbisik. "Penyelidik Pertama, masuk. Ganti."
Sejenak terdengar bunyi sinyal statis dan kemudian suara Jupe, pelan namun jelas.
"Pertama di sini. Ada apa, Dua? Ganti."
"Biasa saja," kata Pete. "Hanya berusaha mencari teman mengobrol yang tidak benci anak-anak." Ia menjulurkan lehernya untuk melihat apa yang terjadi di jalan lagi. "Kabut sangat tebal di sini. Aku hampir tidak dapat melihat jalan! Apakah kau bisa melihat sesuatu di bawah sana? Ganti."
"Negatif," jawab Jupe. "Sepertinya ini adalah malam paling buruk untuk mengintai. Kabut ini seperti sup kacang saja. Tetaplah waspada," Penyelidik Pertama memberikan aba-aba.
"Dan jaga badanmu agar tetap hangat!" Suara Bob terdengar diiringi dengan tawa. "Ganti dan selesai."
"Lucu sekali, Data!" kata Pete sinis. "Akan kuganti dan kuselesaikan engkau!"
Pete menyimpan kembali walkie-talkie-nya dan berusaha menemukan tempat duduk yang paling nyaman, bersiap-siap menghadapi malam yang panjang.

*****

Waktu serasa berlalu kian lama kian lambat. Tubuh Pete terasa pegal dan pikirannya seolah-olah sama berkabutnya dengan malam itu. Satu-satunya yang terjadi selama pengintaian itu adalah kedatangan seorang anak buah Chief Reynolds dengan dua cangkir kopi untuk Pete dan Haines. Pete begitu senang akan adanya sesuatu yang hangat di dalam perutnya sehingga mulutnya terbakar karena menghabiskan isi cangkir itu sekaligus.
Pete bermimpi ia tersesat di dalam kabut di suatu pantai. Gemuruh ombak berderu-deru kencang sekali di telinganya. Sudut matanya menangkap sesosok bayang-bayang yang menyelinap di tengah-tengah kabut tidak jauh dari tempatnya, terdengar suara tapak kaki di pasir. Pete tergagap ketakutan dan mulai berlari di sepanjang pantai tanpa bisa melihat apa-apa. Tapi seolah-olah semakin cepat ia berlari, semakin dekat monster itu ... sampai akhirnya tepat di belakangnya! Pete terjatuh di pasir dan berteriak ....
Pete terbangun tiba-tiba ... teriakannya masih terasa di bibirnya. Ia menarik nafas panjang ketika menyadari bahwa semua itu hanya mimpi.
Mimpi! Itu artinya ia telah tertidur! Pete mengambil resiko dengan menyalakan senter untuk melihat jam tangan. Tengah malam! Pete panik ketika menyadari ia telah tertidur selama lebih dari tiga jam! Jupe pasti akan marah-marah mendengar ia tertidur saat sedang mengintai bersama polisi!
Hal terakhir yang diingat Pete adalah saat Jupe memerintahkan mereka untuk tidak bercakap-cakap dengan walkie-talkie, Penyelidik Pertama yakin sesuatu akan terjadi sebentar lagi. Kemudian seorang polisi datang membawakan secangkir kopi ... dan ia tidak ingat apa-apa lagi sampai kemudian bermimpi!
Pete merasa sekali itu otak Jupiter Jones yang begitu cerdas salah. Ia meregangkan kakinya yang panjang dan menguap. Sambil mengusap mata Pete memandang ke bagian lain dari atap, tempat Haines berada, bersiap-siap akan menerima pandangan marah polisi itu. Pete terkejut.
Haines telah menghilang!
Pete melompat berdiri dan buru-buru memijat sendi-sendinya yang kaku. Penyelidik Kedua bergegas menyeberangi atap, jantungnya berdegup kencang sekali.
"Officer Haines?" bisiknya. "Officer Haines, di manakah Anda?" Tidak ada jawaban. Pete berpikir keras. Mungkinkah Haines adalah pencuri yang mereka tunggu? Mungkinkah ia sengaja menunggu Pete tertidur lalu beraksi? Ia tidak ingat kapan terakhir kali ia mendengar suara Haines. Pete membuat keputusan dan mengeluarkan walkie-talkie.
"Jupe! Jupe!" serunya. "Kau dengar? Jupe, masuk!"

*****

Ketika Pete menyadari bahwa ia sendirian di atas atap, Jupiter tiba-tiba menegakkan tubuhnya dalam kegelapan di tempat ia mengintai bersama McDaniels. Apakah ia mendengar sesuatu? Seperti bunyi logam beradu dengan logam. Ia menyentuh pundak McDaniels.
"Anda dengar itu?"
McDaniels mengangguk dan menaruh jari di bibir. Ia menunjuk ke arah pagar yang mereka sandari selama tiga jam terakhir.
Jupiter mematikan walkie-talkie-nya, suara yang tidak perlu, sekecil apapun, dapat membuat keberadaan mereka diketahui. Ia menjauh dari pagar sejauh yang ia berani. Bahkan dengan kabut tebal yang menutupi keberadaan mereka, ia tidak ingin posisi mereka ketahuan dengan keluar ke cahaya suram lampu jalan. Remaja gempal itu menahan nafas dan berusaha menangkap suara sekecil apapun. Ia menggenggam senternya erat-erat, berniat menggunakannya sebagai senjata bila perlu.
Ketika Jupe telah yakin bahwa mereka tidak benar-benar mendengar sesuatu, bunyi lembut itu kembali terdengar.
Rambut Jupiter berdiri tegak.
Officer McDaniels mencabut pistol kecilnya dan mengarahkannya ke suatu tempat di pagar.
"Apakah sebaiknya kubutakan ia dengan senter?" bisik Jupiter.
McDaniels menggeleng. "Kau akan ketahuan," bisiknya. "Berdiri di belakangku!"
Jupiter melakukan yang disuruh. "Ada apa di balik pagar?" bisiknya di telinga McDaniels. "Maksudku selain pencuri itu?"
"Tangga menuju ke apartemen. Kita ...," McDaniels tidak melanjutkan perkataannya ketika melihat pintu pagar mulai bergerak pelan. Jupe mendengar bunyi gerendel dibuka dan menatap dengan takut.
Pintu pagar perlahan membuka.
Sesosok gelap melangkah diam-diam.
"Berhenti!" bisik McDaniels tegas. "Jangan bergerak!"
"Santai! Ini hanya aku, Jensen!" Sosok gelap itu berbisik, mengangkat kedua tangan. "Chief Reynolds menyuruhku menggantikanmu!"
"Siapa?" McDaniels bertanya dengan curiga, pistolnya tetap terarah ke sang penyusup.
"Jensen! Aku polisi!" bisik si orang tak dikenal. "Aku salah satu polisi dari pesisir yang diminta Chief Reynolds membantu dalam pengintaian ini! Carlson sedang menggantikan Haines di atap!" bisiknya sambil menunjuk ke seberang jalan.
McDaniels menyimpan pistolnya dan mengangkat alis. Jupiter menyadari ia telah menahan nafas selama itu dan menghembuskannya dengan lega. Dengan cahaya dari lampu jalan ia kini dapat melihat sosok itu mengenakan seragam hitam polisi dengan lencana berkilauan terkena cahaya. Tempat itu terlalu gelap untuk dapat melihat muka Officer Jensen dengan jelas namun Jupe melihat lencananya dan suaranya terdengar tak asing.
"Sampai nanti, Kawan," McDaniels tersenyum. "Aku akan mengambil kopi. Jangan tertidur!" Setelah berkata demikian, polisi berbadan besar itu tanpa menimbulkan suara menyelinap melalui pintu pagar dan menaiki tangga. Jupiter mendengar gerendel terkunci. Ia berpaling ke arah sosok gelap Jensen.
"Sepertinya si pencuri takkan beraksi malam ini," kata Jupe, meraih ke dalam ranselnya. "Anda mau kue? Kue coklat legendaris buatan Bibi Mathilda-ku."
"Oh, sungguh menyenangkan," jawab Jensen, mengambil sepotong kue dan mengunyahnya. "Terima kasih, Nak. Rasanya seperti kue yang belum lama ini kumakan di San Fransisco," ujar Jensen. "Seorang lelaki berjualan dengan gerobak di Chinatown. Kue Chang, begitu namanya. Buatan Bibi Mathilda-mu jauh lebih enak, tentu saja," tambahnya cepat-cepat.
"Benar-benar memanjakan indera perasa," kata Jupiter setuju.
Jensen menatap ke arah kabut tebal. "Aku takkan heran jika Chief menyudahinya sekarang," katanya. "Terlalu berkabut. Aku akan menghubungi markas dan meminta mereka menelepon istriku. Aku bilang padanya aku takkan pulang hingga pagi hari nanti. Tidak ada gunanya membiarkan ia cemas semalaman." Jensen meraih walkie-talkie besar yang tergantung di ikat pinggangnya.
Jupiter mengunyah sepotong kue dan kembali mengamati jalan dengan teropongnya. Samar-samar terdengar bunyi klik yang diikuti dengan sinyal radio ketika Jensen menyalakan pesawatnya.
Tiba-tiba keheningan malam terpecah oleh deringan nyaring sebuah bel!
"Alarm keamanan!" seru Jupe.
"Kira-kira dari mana asalnya?" tanya Jensen.
Jupe menelusuri jalan yang tertutup kabut dengan teropongnya. Secercah cahaya merah menarik perhatiannya.
"Tempat permainan dingdong," seru Jupe mengatasi kebisingan alarm. "The Mineshaft!" Ia berlari menyeberangi jalan yang sepi. Jensen berada tepat di belakangnya.
"Tepat di sebelah Green's Hardware!" seru Jupe. "Mungkin Pete melihat sesuatu!"
Jupe, dengan potongannya yang gempal, segera saja terlewati oleh Jensen.
"Mari kita berputar ke belakang!" seru Jensen. "Mungkin kita bisa menangkap si pencuri saat ia berusaha kabur!" Jupiter menimbang-nimbang dengan cepat dan setuju. Mereka berlari di tengah kabut menuju belokan terdekat dan memasuki sebuah lorong, bayang-bayang mereka memanjang di depan mereka. Ketika mereka berbelok, tiba-tiba kaki mereka saling tersandung dan mereka berdua terjatuh ke trotoar yang keras. Jensen duduk lambat-lambat dan mengusap benjolan di kepalanya.
"Kau tak apa-apa, Nak?" tanyanya terguncang.
"Aku akan hidup," jawab Jupiter, memeriksa lututnya yang terkelupas. Dering alarm pencuri itu begitu kuat sehingga mereka harus berteriak-teriak meskipun mereka duduk berdekatan. "Hanya beberapa luka kecil ...," Jupe berhenti tiba-tiba dan menarik nafas. "Lihat!" serunya, menunjuk ke pintu belakang The Mineshaft. "Jendela kecil di dekat tempat sampah itu terbuka!"
Mereka berdua melompat bangkit dan berlari mendekati jendela itu.
"Silakan, Nak, akan kuangkat kau!" Jensen menawarkan, merunduk dengan telapak tangan dan lututnya di jalan. "Naiklah ke punggungku. Akan kususul kau nanti!"
Dengan sedikit bersusah payah, Jupiter mengempiskan perutnya dan memaksa tubuhnya masuk melalui ambang jendela yang sempit. Dengan hati-hati ia mendorong tubuhnya masuk, mengaturnya sedemikian rupa sehingga ia bisa turun dengan kaki dahulu. Jupe berpegangan pada ambang jendela beberapa saat, firasatnya berusaha memberi tahunya sesuatu. Ada perasaan tidak enak bahwa ada yang tidak beres dengan semuanya ini namun ia tidak dapat menemukan apa yang salah. Akhirnya ia melupakannya dan menjatuhkan diri ke lantai.
"Aku sudah di dalam!" serunya.
Tidak ada jawaban.
"Jensen?" Jupiter menunggu petugas polisi itu untuk memanjat masuk melalu jendela yang baru saja dilaluinya. "Jensen?" panggilnya lagi. Ia mulai merasa tidak enak ketika tiba-tiba sebuah tas kecil terlempar masuk melalui jendela, jatuh di lantai dengan bunyi dentingan logam.
Jupe pelan-pelan memungut tas yang berat itu dan memeriksanya. Di bagian luar terdapat tulisan dengan huruf-huruf besar: ROCKY BEACH FEDERAL BANK - TAS DEPOSIT. Perlahan-lahan dibukanya tas itu, lalu diangkatnya sehingga terkena cahaya remang-remang yang masuk melalui jendela, ada yang berkilauan di dalamnya.
Jupe terbelalak ketika akhirnya ia menyadari apa yang sesungguhnya sedang terjadi ... dan apa yang sejak tadi berusaha diberitahukan oleh firasatnya.
Tas itu penuh berisi mata uang logam!
Remaja berwajah bulat itu dengan segera tahu bahwa jika ia memeriksa ke dalam toko, ia akan menemukan beberapa alat permainan telah dibobol ... dan koin-koin di dalamnya telah hilang.
Tiba-tiba saja, tanpa peringatan apapun, sebuah lampu yang terang menyorot ke matanya.
"Jangan bergerak, Nak!" suatu suara yang galak terdengar mengatasi dering alarm. "Kau ditangkap!"