Rabu, 23 Mei 2012

MAKALAH MATEMATIKA DAN STATISTIKA


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….iii
BAB I   PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang………………………………………..................................... 1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………..1
1.3.Tujuan Penulisan………………………………………………………….1
BAB II  PEMBAHASAN
2.1.            Matematika
2.1.1.      Pengertian Matematika sebagai Bahasa....................................2
2.1.2.      Sifat Kuantitatif dari Matematika..............................................3
2.1.3.      Matematika Sebagai Sarana Berfikir Deduktif.........................4
2.1.4.      Karakteristik Berfikir Deduktif.................................................4
2.2.            Statistika
2.2.1.      Pengertian Statistika..................................................................5
2.2.2.      Statistika dan Cara Berfikir Induktif.........................................6
2.2.3.      Karakteristik Berfikir Induktif................................................9
BAB  III  PENUTUP
          3.1. Kesimpulan……………………………………………………………11
DAFTAR  PUSTAKA……………………………………………………………12 
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Sarana Berfikir Ilmiah” yang mengkhususkan pada pembahasan “Matematika dan Statistika”.
         Terselesaikannya pembuatan makalah ini bukanlah karena kepandaian kami saja. Namun karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Baik berupa adanya bimbingan, arahan dan saran-saran. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Bapak Dr. H. Aceng Rahmat, M.Pd  yang telah memberikan arahan di setiap pertemuan mata kuliah ini. 
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna baik dalam penyusunan maupun penulisannya. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan tentu bagi kami selaku penulis .

Jakarta, Maret 2011 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perbedaan  utama antara manusia dan binatang terletak pada kemampuan manusia untuk mengambil jalan melingkar dalam mencapai tujuannya.  Seluruh pikiran binatang dipenuhi oleh kebutuhan yang menyebabkan mereka secara langsung mencari objek yang diinginkannya atau membuang benda yang menghalanginya. Seperti contoh seekor monyet yang menjangkau secara sia-sia benda yang diinginkan; sedangkan manusia yang paling primitif pun telah tahu mempergunakan bandringan, laso atau melempar batu.[1]
Sarana ilmiah pada dasanya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Penguasaan sarana ilmiah merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yaitu berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi. Ditinjau dari pola berpikirnya  maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sedangkan statistika mempunyai  peranan penting dalam berpikir induktif.
1.2. Rumusam Masalah
1.      Pengertian matematika dan statistika
2.      Matematika dan statistika sebagai sarana bepikir deduktif dan induktif
3.      Karakteristik berpikir deduktif dan induktif
1.3. Tujuan Penulisan
1.      Sebagai salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
2.      Mengetahui bahwa matematika dan statistika merupakan bagian dari sarana berpikir ilmiah
3.      Memahami fungsi matematika dan statistika dalam pandangan Filsafat Ilmu
4.      Sebagai bahan informasi bagi pembaca
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Matematika
2.1.1. Pengertian Matematika sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.Lambing-lambang matematika bersifat “artificial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya.Tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.Sebagai bahasa, matematika memiliki kelebihan jika dibanding dengan bahasa-bahasa lainnya.Bahasa matematika memiliki makna yang tunggal sehingga suatu kalimat matematika tidak dapat ditafsirkan bermacam-macam. Ketunggalan makna dalam bahasa matematika ini, penulis menyebutnya bahasa matematika sebagai bahasa "internasional", karena komunitas pengguna bahasa matematika adalah bercorak global dan universal di semua negara yang tidak dibatasi oleh suku, agama, bangsa, negara, budaya, ataupun bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. Bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari sering mengandung keraguan makna di dalamnya.Kerancuan makna itu dapat timbul karena tekanan dalam mengucapkannya ataupun karena kata yang digunakan dapat ditafsirkan dalam berbagai arti.
Bahasa matematika berusaha dan berhasil menghindari kerancuan arti, karena setiap kalimat (istilah/variabel) dalam matematika sudah memiliki arti yang tertentu.Ketunggalan arti itu mungkin karena kesepakatan matematikawan atau ditentukan sendiri oleh penulis di awal tulisannya. Orang lain bebas menggunakan istilah/variabel matematika yang mengandung arti berlainan. Namun, ia harus menjelaskan terlebih dahulu di awal pembicaraannya atau tulisannya bagaimana tafsiran yang ia inginkan tentang istilah matematika tersebut. Selanjutnya, ia harus taat dan tunduk menafsirkannya seperti itu selama pembicaraan atau tulisan tersebut.
Matematika adalah bahasa yang berusaha menghilangkan sufat kubur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal.Lambang-lambang dari matematika dibuat secara artificial dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang kita kaji. Suatu obyek yang sedang dikaji dapat disimbolkan dengan apa saja sesuai dengan kesepakatan kita (antara pengirim dan penerima pesan). Kelebihan lain matematika dipandang sebagai bahasa adalah matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Jika kita menggunakan bahasa verbal, maka hanya dapat mengatakan bahwa Si A lebih cantik dari Si B. Apabila kita ingin mengetahui seberapa eksaknya derajat kecantikannya maka dengan bahasa verbal tidak dapat berbuat apa-apa.Terkait dengan kasus ini maka kita harus berpaling ke bahasa matematika, yakni dengan menggunakan bantuan logika fuzzy sehingga dapat diketahui berapa derajat kecantikan seseorang.Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif.Sedangkan matematika memiliki sifat kuantitatif, yakni dapat memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan penyelesaian masalah secara lebih cepat dan cermat.
Matematika memungkinkan suatu ilmu atau permasalahan dapat mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif.Perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperatif bila kita menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan cermat dari suatu ilmu.Beberapa disiplin keilmuan, terutama ilmu-ilmu sosial, agak mengalami kesukaran dalam perkembangan yang bersumber pada problem teknis dan pengukuran.Kesukaran ini secara bertahap telah mulai dapat diatasi, dan akhir-akhir ini kita melihat perkembangan yang menggermbiarakan, di mana ilmu-ilmu sosial telah mulai memasuki tahap yang bersifat kuantitaif.Pada dasarnya matematika diperlukan oleh semua disiplin keilmuan untuk meningkatkan daya prediksi dan kontrol dari ilmu tersebut.
2.1.2. Sifat Kuantitatif Matematika
Matematika mampu mengembangkan bahasa numeric yang memungkinkan kita untuk dapat melakukan pengukuran secara kuantitatif.
Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan control dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksakyang memungkinkan pemecahan masalah secara lebuh tepat dan cermat.Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif.Perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperative jika kita menghendaki daya prediksi dan kontril yang lebih tepat dan cermat dari ilmu.
2.1.3. Matematika Sebagai Sarana Berfikir Deduktif
Brpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan pada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Secara deduktifmatematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-preis yang tertentu.
Menalar secara induksi dan analogi membutuhkan pengamatan dan bahkan percobaan, untuk memperoleh fakta yang dapat dipakai sebagar dasar argumentasi. Tetapi pancaindera kita adalah terbatas dan tidak teliti. Tambahan lagi, meskipun fakta yang dikumpulkan untuk tujuan induksi dan analogi itu masuk akal namun metode ini tidak memberikan suatu kesimpulan yang tidak dapat dibantah lagi. Umpamanya, meskipun sapi makan rumput dan babi serupa dengan sapi namun adalah tidak benar bahwa babi makan rumput.
Untuk menghindari kesalahan seperti di atas, ahli matematika mempergunakan kerangka berfikir yang lain. Umpamanya dia mempunyai fakta bahwa x – 3 = 7 dan bermaksud untuk mencari nilai x tersebut. Dia melihat bahwa jika angka 3 ditambahkan kepada kedua ruas persamaan tersebut maka dia akan memperoleh bahwa x = 10. Pertanyaannya adalah bolehkah dia melakukan langkah ini ? untuk menjawab hal tersebut maka pertama-tama dia harus mengetahui bahwa sebuah persamaan tidak berubah jika kepada kedua ruas persamaan tersebut ditambahkan nilai yang sama. Hal ini berarti bahwa dengan menambahkan angka 3 kepada kedua belah persamaan tersebut, dia takkan mengubah harga persamaan tadi. Berdasarkan hal ini maka dia berkesimpulan bahwa langkah yang dilakukannya ternyata dapat dipertanggungjawabkan. Cara berfikir yang dilakukan disini adalah deduksi. Seperti pada contoh di atas, dalam semua pemikiran deduktif, maka kesimpulan yang ditarik merupakan konsekuensi logis dari fakta-fakta yang sebelumnya telah diketahui. Disini, seperti juga pada fakta-fakta yang mendasarinya, maka kesimpulan yang ditarik tak usah diragukan lagi.
2.1.4. Karakteristik Berpikir deduktif
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Deduksi dimulai dengan suatu premis yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan.Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu. Artinya apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada di dalam pernyataan itu..
Jadi sebenarnya proses deduksi tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, melainkan pernvataan kesimpulan yang konsisten dengan pernyataan dasarnya.
2.2. Statistika
2.2.1. Pengertian Statistika
Pada mualanya, kata statistik diartikan sebagai keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh negara dan berguna bagi negara. Secara etimologi, kata “statistik” berasal dari kata status (bahasa Latin) yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris) yang dalam bahasa Indonesia ditarjemahkan dengan negara.
Statistik berasal dari bahwa latin, yaitu status yang berarti Negara yang memiliki persamaan arti dengan state dalam bahasa Inggris yang berarti negara atau untuk menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan ketatanegaraan. Pada awalnya statistik hanya berkaitan dengan sekumpulan angka mengenai penduduk suatu daerah atau negara dan pendapatan masyarakat.Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan (data ) baik yang berwujud angka maupun yang bukan angka, yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi negara.
Statika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang melalui pengujian-pengujian yang berdasarkan kaidah-kaidah statistik.Bagi masyarakat awam kurang terbiasa dengan istilah statistika, sehingga perketaan statistik biasanya mengandung konotasi berhadapan dengan deretan angka-angka yang menyulitkan, tidak mengenakan, dan bahkan merasa bingung untuk membedakan antara matematika dan statistik. Berkenaan dengan pernyataan di atas, memang statistik merupakan diskripsi dalam bentuk angka-angka dari aspek kuantitatif suatu masalah, suatu benda yang menampilkan fakta dalam bentuk ”hitungan” atau ”pengukuran”.
Statistik selain menampilkan fakta berupa angka-angka, statistika juga merupakan bidang keilmuan yang disebut statistika, seperti juga matematika yang disamping merupakan bidang keilmuan juga berarti lambang, formulasi, dan teorema . Bidang keilmuan statistik merupakan sekumpulan metode untuk memperoleh dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan berdasarkan data tersebut. Ditinjau dari segi keilmuan, statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengkuran . Maka, Hartono Kasmadi, dkk., mengatakan bahwa, ”statistika [statistica] ilmu yang berhubungan dengan cara pengumpulan fakta, pengolahan dan menganalisaan, penaksiran, simpulan dan pembuatan keputusan.
Prof. Dr. Sudjana, M.A., M.Sc. mengatakan ststistik adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan penganalisisannya, dan penerikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan peanganalisisan yang dilakukan. Kemudian J.Supranto memberikan pengertian ststistik dalam dua arti.Pertama statistik dalam arti sempit adalah data ringkasan yang berbentuk angka (kuantitatif). Kedua statistik dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari cara pengumpulan, penyajian dan analisis data, serta cara pengambilan kesimpulan secara umum berdasarkan hasil penelitian yang menyeluruh. Secara lebih jelas pengertian statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk data, yaitu tentang pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penafsiran, dan penarikan kesimpulan dari data yang berbentuk angka-angka.
Statistika digunakan untuk menggambarkan suatu persoalan dalam suatu bidang keilmuan.Maka, dengan menggunakan prinsip statistika masalah keilmuan dapat diselesaikan, suatu ilmu dapat didefinisikan dengan sederhana melalui pengujian statistika dan semua pernyataan keilmuan dapat dinyatakan secara faktual.Dengan melakukan pengjian melalui prosedur pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis yang terkandung fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu diterima keabsahan sebagai kebenaran, tetapi dapat juga sebaliknya.
Statistika dapat dikatakan sebagai suatu disiplin ilmu yang mempelajari metode pengumpulan, peringkasan dan penyajian data, menganalisis (termasuk pendugaan parametrik) dan menarik kesimpulan dari data tersebut.
2.2.2. Statistika dan Cara Berfikir Induktif
Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran.Dengan statistika kita dapat melakukakn pengujian dalam bidang keilmuan sehingga banyak masalah dan pernyataan keilmuan dapat diselesaikan secara faktual.
Pengujian statistika adalah konsekuensi pengujian secara emperis. Karena pengujian statistika adalah suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis. Artinya, jika hipotesis terdukung oleh fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu diterima sebagai kebenaran.Sebaliknya, jika bertentangan hipotesis itu ditolak”. ...Maka, pengujian merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mencapai simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Dengan demikian berarti bahwa penarikan simpulan itu adalah berdasarkan logika induktif.
Pengujian statistik mampu memberikan secara kuantitatif tingkat kesulitan dari kesimpulan yang ditarik tersebut, pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil makin tinggi pula tingkat kesulitan kesimpulan tersebut. Sebaliknya, makin sedikit contoh yang diambil maka makin rendah pula tingkat ketelitiannya.Karakteristik ini memungkinkan kita untuk dapat memilih dengan seksama tingkat ketelitian yang dibutuhkan sesuai dengan hakikat permasalahan yang dihadapi. ...Selain itu, statistika juga memberikan kesempatan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kesulitan antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat emperis
Selain itu, Jujun S. Suriasumantri juga mengatakan bahwa pengujian statistik mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Umpamanya jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah tempat, maka nilai tinggi rata-rata yang dimaksud merupakan sebuah kesimpulan umum yang ditarik dalam kasus-kasus anak umur 10 tahun di tempat itu. Dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika induktif.
Logika induktif, merupakan sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip
penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Logika ini sering disebut dengan logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan.Oleh karena itu kesimpulan hanyalah kebolehjadian, dalaam arti selama kesimpulan itu tidak ada bukti yang menyangkalnya maka kesimpulan itu benar.
Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik suatu kesimpulan dan kesimpulannya mungkin benar mungkin juga salah. Misalnya, jika selama bulan November dalam beberapa tahun yang lalu hujan selalu turun, maka tidak dapat dipastikan bahwa selama bulan November tahun ini juga akan turun hujan. Kesimpulan yang dapat ditarik dalam hal ini hanyalah mengenai tingkat peluang untuk hujan dalam tahun ini juga akan turun hujan”.Maka kesimpulan yang ditarik secara induktif dapat saja salah, meskipun premis yang dipakainya adalah benar dan penalaran induktifnya adalah sah, namun dapat saja kesimpulannya salah.Sebab logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang.
Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia, umpamanya, bagaimana caranya kita mengumpulkan data sampai pada kesimpulan tersebut. Hal yang paling logis adalah melakukan pengukuran tinggi badan terhadap seluruh anak 10 tahun di Indonesia. Pengumpulan data seperti ini tak dapat diragukan lagi akan memberikan kesimpulan mengenai tinggi rata-rata anak tersebut di negara kita, tetapi kegiatan ini menghadapkan kita kepada persoalan tenaga, biaya, dan waktu yang cukup banyak. Maka statistika dengan teori dasarnya teori peluang memberikan sebuah jalan keluar, memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi. Jadi untuk mengetahui tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia kita tidak melakukan pengukuran untuk seluruh anak yang berumur tersebut, tetapi hanya mengambil sebagian anak saja.
Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, menurut Herbert L.Searles [1956], diperlukan proses penalaran sebagai berikut: [1] Langkah pertama, mengumpulan fakta-fakta khusus. Metode khusus yang digunakan observasi
[pengamatan] dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, eksperimen terjadi untuk membuat atau mengganti obyek yang harus dipelajari. [2] Langkah kedua, dalam induksi ialah perumusan hipotesis. Hipotesis merupakan dalil sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi peneliti lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat sebagai berikut: harus dapat diuji kebenarannya, harus terbuka dan dapat meramalkan bagi pengembangan konsekuensinya, harus runtut dengan dalil-dalil yang dianggap benar, hipotesisi harus dapat meenjelaskan fakta-fakta yang dipersoalkan. [3] Langkah ketiga, dalam hal ini penalaran induktif ialah mengadakan verifikasi. Hipotesis adalah sekedar perumusan dalil sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum.Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin banyak bahan bukti yang diambil makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut.Demikian sebaliknya, makin sedikit bahan bukti yang mendukungnya semakin rendah tingkat kesulitannya.Memverifikasi adalah membuktikan bahwa hipotesis ini adalah dalil yang sebenarnya.Ini juga mencakup generalisasi, untuk menemukan hukum atau dalil umum, sehingga hipotesis tersebut menjadi suatu teori. [4] Langkah keempat, teori dan hukum ilmiah, hasil terakhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah untuk sampai pada hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi oleh induksi ialah untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk diterapkan bagia semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi.
Untuk itu, statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif.Bagaimana seseorang dapat melakukan generalisasi tanpa menguasai statistik? Memang betul tidak semua masalah membutuhkan analisis statistik, namun hal ini bukan berarti, bahwa kita tidak perduli terhadap statistika sama sekali dan berpaling kepada cara-cara yang justru tidak bersifat ilmiah.
Dari berbagai uraian yang dikemukakan di atas, penulis mencoba memberikan beberapa ringkasan sebagai berikut : [1] Dalam kegiatan atau kemampuan berpkir ilmiah yang baik harus menggunakan atau didukung oleh sarana berpkir ilmiah yang baik pula, karena tanpa menggunakan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melakukakan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik. [2] Cara berpikir ilmiah dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan logika induktif dan logika deduktif. [3] Penggunaan statistika dalam proses berpikir ilmiah, sebagai suatu metode untuk membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang berdasarkan logika induktif. Karena statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif. [4] Berpkir induktif, bertitik tolak dari sejumlah hal-hal yang bersifat khusus untuk sampai pada suatu rumusan yang bersifat umum sebagai hukum ilmiah.
Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai saran penalaran penarikan kesimpulan, sedangkan logika induktif berpaling kepada statistika.Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
Dalam penalaran induktif meskipun premis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah, maka kesimpulan itu belum tentu benar.Tapi kesimpulan itu mempunyai peluang untuk benar.Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut.Yakni semakin besar contoh (sampel) yang diambil, maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut.
2.2.3. Karakteristik Berfikir Induktif
Berpikir Induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju kepada yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat yang tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena. Beberapa sebagai penjelasan : Seorang ahli psikologi mengadakan penyelidikan dengan observasi bayi A setelah melahirkan segera menangis, bayi B juga begitu, bayi C,D,E,F disebut demikian pula.
Kesimpulan : Semua bayi yang normal segera menangis pada waktu dilahirkan, seorang guru melakukan eksperimen-esperimen menanam biji-bijian bersama murid-muridnya, jagung ditanam tumbuh keatas, kacang tanah tumbuh keatas juga. Kesimpulan : “Semua batang tanaman tumbuhnya keatas mencari sinar matahari”
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com)
Tepat atau tidaknya kesimpulan (cara berpikir) yang diambil secara induktif ini terutama tergantung pada representatif, dan makin besar pula taraf dapat dipercaya (validitas) dari kesimpulan itu ; dan sebaliknya. Taraf validitas kebenaran kesimpulan itu masih ditentukan pula oleh objektivitas dari si pengamat dan homogenitas dari fenomena-fenomena diselidiki. 
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
1.      Untuk melakukan kegiatan ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa bahasa, matematika dan statistika.
2.       Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik.
3.      Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain
4.      Matematika melambangkan serangkaian makna dari pernyataan-pernyataan yang ingin kita sampaikan menjadi simbol-simbol.
5.      Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran. 
DAFTAR PUSTAKA
1.         Dra. Ny. A Subantari R, Drs. Amas Suryadi. Drs. K. Zainal Muttaqin. “Bahasa Indonesia dan Penyusunan Karangan Ilmiah.” Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 1998.
2.         Suriasumantri, Jujun S. “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer” Jakarta:Pustaka Sinar Harapan,2007.


[1] Philip E. B. Jourdain, “The Nature of Mathematics”, The World of Mathematics: vol>1, ed. By James R.Newman ( New York: Simon & Schuster, 1956), hlm. 9.

1 komentar: