DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang………………………………………..................................... 1
1.2. Rumusan
Masalah………………………………………………………..1
1.3.Tujuan Penulisan………………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Matematika
2.1.1. Pengertian Matematika sebagai Bahasa....................................2
2.1.2. Sifat Kuantitatif dari
Matematika..............................................3
2.1.3. Matematika Sebagai
Sarana Berfikir Deduktif.........................4
2.1.4. Karakteristik Berfikir
Deduktif.................................................4
2.2.
Statistika
2.2.1. Pengertian Statistika..................................................................5
2.2.2. Statistika dan Cara
Berfikir Induktif.........................................6
2.2.3. Karakteristik Berfikir Induktif................................................9
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan……………………………………………………………11
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………12
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Sarana Berfikir Ilmiah” yang
mengkhususkan pada pembahasan “Matematika dan Statistika”.
Terselesaikannya
pembuatan makalah ini bukanlah karena kepandaian kami saja. Namun karena adanya
bantuan dari berbagai pihak. Baik berupa adanya
bimbingan, arahan dan saran-saran. Untuk itu, kami mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang tulus kepada Bapak Dr. H. Aceng Rahmat, M.Pd yang telah memberikan arahan di
setiap pertemuan mata kuliah ini.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna baik dalam
penyusunan maupun penulisannya. Kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan tentu bagi kami selaku penulis .
Jakarta, Maret 2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perbedaan utama antara manusia dan binatang terletak
pada kemampuan manusia untuk mengambil jalan melingkar dalam mencapai tujuannya. Seluruh pikiran binatang dipenuhi oleh
kebutuhan yang menyebabkan mereka secara langsung mencari objek yang
diinginkannya atau membuang benda yang menghalanginya. Seperti contoh seekor
monyet yang menjangkau secara sia-sia benda yang diinginkan; sedangkan manusia
yang paling primitif pun telah tahu mempergunakan bandringan, laso atau
melempar batu.[1]
Sarana
ilmiah pada dasanya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai
langkah yang harus ditempuh. Penguasaan sarana ilmiah merupakan suatu hal yang
bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan.
Untuk
dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana
yaitu berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat
komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana
bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi. Ditinjau dari pola
berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan
antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu penalaran ilmiah
menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika
mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sedangkan statistika
mempunyai peranan penting dalam berpikir
induktif.
1.2. Rumusam Masalah
1. Pengertian matematika dan statistika
2. Matematika dan statistika sebagai sarana
bepikir deduktif dan induktif
3. Karakteristik berpikir deduktif dan
induktif
1.3. Tujuan Penulisan
1. Sebagai salah satu tugas mata kuliah Filsafat
Ilmu
2. Mengetahui bahwa matematika dan statistika
merupakan bagian dari sarana berpikir ilmiah
3. Memahami fungsi matematika dan statistika
dalam pandangan Filsafat Ilmu
4. Sebagai bahan informasi bagi pembaca
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Matematika
2.1.1. Pengertian
Matematika sebagai Bahasa
Matematika
adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin
kita sampaikan.Lambing-lambang matematika bersifat “artificial” yang baru
mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya.Tanpa itu matematika
hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.Sebagai bahasa, matematika memiliki kelebihan
jika dibanding dengan bahasa-bahasa lainnya.Bahasa matematika memiliki makna
yang tunggal sehingga suatu kalimat matematika tidak dapat ditafsirkan
bermacam-macam. Ketunggalan makna dalam bahasa matematika ini, penulis
menyebutnya bahasa matematika sebagai bahasa "internasional", karena
komunitas pengguna bahasa matematika adalah bercorak global dan universal di
semua negara yang tidak dibatasi oleh suku, agama, bangsa, negara, budaya,
ataupun bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. Bahasa yang dipakai dalam
pergaulan sehari-hari sering mengandung keraguan makna di dalamnya.Kerancuan
makna itu dapat timbul karena tekanan dalam mengucapkannya ataupun karena kata
yang digunakan dapat ditafsirkan dalam berbagai arti.
Bahasa matematika berusaha dan berhasil
menghindari kerancuan arti, karena setiap kalimat (istilah/variabel) dalam
matematika sudah memiliki arti yang tertentu.Ketunggalan arti itu mungkin
karena kesepakatan matematikawan atau ditentukan sendiri oleh penulis di awal
tulisannya. Orang lain bebas menggunakan istilah/variabel matematika yang
mengandung arti berlainan. Namun, ia harus menjelaskan terlebih dahulu di awal
pembicaraannya atau tulisannya bagaimana tafsiran yang ia inginkan tentang
istilah matematika tersebut. Selanjutnya, ia harus taat dan tunduk
menafsirkannya seperti itu selama pembicaraan atau tulisan tersebut.
Matematika adalah bahasa yang berusaha
menghilangkan sufat kubur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal.Lambang-lambang dari matematika dibuat secara
artificial dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk
masalah yang kita kaji. Suatu obyek yang sedang dikaji dapat disimbolkan dengan
apa saja sesuai dengan kesepakatan kita (antara pengirim dan penerima pesan).
Kelebihan lain matematika dipandang sebagai bahasa adalah matematika
mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan untuk melakukan pengukuran
secara kuantitatif. Jika kita menggunakan bahasa verbal, maka hanya dapat
mengatakan bahwa Si A lebih cantik dari Si B. Apabila kita ingin mengetahui
seberapa eksaknya derajat kecantikannya maka dengan bahasa verbal tidak dapat
berbuat apa-apa.Terkait dengan kasus ini maka kita harus berpaling ke bahasa
matematika, yakni dengan menggunakan bantuan logika fuzzy sehingga dapat
diketahui berapa derajat kecantikan seseorang.Bahasa verbal hanya mampu
mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif.Sedangkan matematika memiliki
sifat kuantitatif, yakni dapat memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak
yang memungkinkan penyelesaian masalah secara lebih cepat dan cermat.
Matematika memungkinkan suatu ilmu atau
permasalahan dapat mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke
kuantitatif.Perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperatif bila kita
menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan cermat dari suatu
ilmu.Beberapa disiplin keilmuan, terutama ilmu-ilmu sosial, agak mengalami
kesukaran dalam perkembangan yang bersumber pada problem teknis dan
pengukuran.Kesukaran ini secara bertahap telah mulai dapat diatasi, dan
akhir-akhir ini kita melihat perkembangan yang menggermbiarakan, di mana
ilmu-ilmu sosial telah mulai memasuki tahap yang bersifat kuantitaif.Pada
dasarnya matematika diperlukan oleh semua disiplin keilmuan untuk meningkatkan
daya prediksi dan kontrol dari ilmu tersebut.
2.1.2. Sifat
Kuantitatif Matematika
Matematika mampu mengembangkan bahasa numeric yang
memungkinkan kita untuk dapat melakukan pengukuran secara kuantitatif.
Sifat
kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan control dari
ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksakyang memungkinkan
pemecahan masalah secara lebuh tepat dan cermat.Matematika memungkinkan ilmu
mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif.Perkembangan ini
merupakan suatu hal yang imperative jika kita menghendaki daya prediksi dan
kontril yang lebih tepat dan cermat dari ilmu.
2.1.3. Matematika Sebagai Sarana Berfikir Deduktif
Brpikir
deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan pada
premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Secara deduktifmatematika
menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-preis yang tertentu.
Menalar secara induksi dan analogi membutuhkan pengamatan dan
bahkan percobaan, untuk memperoleh fakta yang dapat dipakai sebagar dasar
argumentasi. Tetapi pancaindera kita adalah terbatas dan tidak teliti. Tambahan
lagi, meskipun fakta yang dikumpulkan untuk tujuan induksi dan analogi itu
masuk akal namun metode ini tidak memberikan suatu kesimpulan yang tidak dapat
dibantah lagi. Umpamanya, meskipun sapi makan rumput dan babi serupa dengan
sapi namun adalah tidak benar bahwa babi makan rumput.
Untuk menghindari kesalahan seperti di atas, ahli matematika
mempergunakan kerangka berfikir yang lain. Umpamanya dia mempunyai fakta bahwa
x – 3 = 7 dan bermaksud untuk mencari nilai x tersebut. Dia melihat bahwa jika
angka 3 ditambahkan kepada kedua ruas persamaan tersebut maka dia akan
memperoleh bahwa x = 10. Pertanyaannya adalah bolehkah dia melakukan langkah
ini ? untuk menjawab hal tersebut maka pertama-tama dia harus mengetahui bahwa
sebuah persamaan tidak berubah jika kepada kedua ruas persamaan tersebut
ditambahkan nilai yang sama. Hal ini berarti bahwa dengan menambahkan angka 3
kepada kedua belah persamaan tersebut, dia takkan mengubah harga persamaan
tadi. Berdasarkan hal ini maka dia berkesimpulan bahwa langkah yang
dilakukannya ternyata dapat dipertanggungjawabkan. Cara berfikir yang dilakukan
disini adalah deduksi. Seperti pada contoh di atas, dalam semua pemikiran
deduktif, maka kesimpulan yang ditarik merupakan konsekuensi logis dari
fakta-fakta yang sebelumnya telah diketahui. Disini, seperti juga pada
fakta-fakta yang mendasarinya, maka kesimpulan yang ditarik tak usah diragukan
lagi.
2.1.4. Karakteristik Berpikir deduktif
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan
kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang
umum, lawannya induksi Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273
W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Deduksi dimulai dengan suatu premis yaitu pernyataan dasar untuk
menarik kesimpulan.Kesimpulannya merupakan implikasi
pernyataan dasar itu. Artinya apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara
tersirat telah ada di dalam pernyataan itu..
Jadi sebenarnya proses deduksi tidak
menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, melainkan pernvataan kesimpulan yang
konsisten dengan pernyataan dasarnya.
2.2. Statistika
2.2.1.
Pengertian Statistika
Pada mualanya, kata statistik diartikan sebagai
keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh negara dan berguna bagi negara.
Secara etimologi, kata “statistik” berasal dari kata status (bahasa Latin) yang
mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris) yang dalam bahasa
Indonesia ditarjemahkan dengan negara.
Statistik berasal dari bahwa latin, yaitu status
yang berarti Negara yang memiliki persamaan arti dengan state dalam bahasa
Inggris yang berarti negara atau untuk menyatakan hal-hal yang berhubungan
dengan ketatanegaraan. Pada awalnya statistik hanya berkaitan dengan sekumpulan
angka mengenai penduduk suatu daerah atau negara dan pendapatan masyarakat.Pada
mulanya kata statistik diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan (data ) baik
yang berwujud angka maupun yang bukan angka, yang mempunyai arti penting dan kegunaan
yang besar bagi negara.
Statika merupakan sekumpulan metode untuk
membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang melalui pengujian-pengujian yang
berdasarkan kaidah-kaidah statistik.Bagi masyarakat awam kurang terbiasa dengan
istilah statistika, sehingga perketaan statistik biasanya mengandung konotasi
berhadapan dengan deretan angka-angka yang menyulitkan, tidak mengenakan, dan
bahkan merasa bingung untuk membedakan antara matematika dan statistik.
Berkenaan dengan pernyataan di atas, memang statistik merupakan diskripsi dalam
bentuk angka-angka dari aspek kuantitatif suatu masalah, suatu benda yang
menampilkan fakta dalam bentuk ”hitungan” atau ”pengukuran”.
Statistik selain menampilkan fakta berupa
angka-angka, statistika juga merupakan bidang keilmuan yang disebut statistika,
seperti juga matematika yang disamping merupakan bidang keilmuan juga berarti
lambang, formulasi, dan teorema . Bidang keilmuan statistik merupakan
sekumpulan metode untuk memperoleh dan menganalisis data dalam mengambil suatu
kesimpulan berdasarkan data tersebut. Ditinjau dari segi keilmuan, statistika
merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan
gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengkuran . Maka,
Hartono Kasmadi, dkk., mengatakan bahwa, ”statistika [statistica] ilmu yang
berhubungan dengan cara pengumpulan fakta, pengolahan dan menganalisaan,
penaksiran, simpulan dan pembuatan keputusan.
Prof. Dr. Sudjana, M.A., M.Sc. mengatakan ststistik adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan penganalisisannya, dan penerikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan peanganalisisan yang dilakukan. Kemudian J.Supranto memberikan pengertian ststistik dalam dua arti.Pertama statistik dalam arti sempit adalah data ringkasan yang berbentuk angka (kuantitatif). Kedua statistik dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari cara pengumpulan, penyajian dan analisis data, serta cara pengambilan kesimpulan secara umum berdasarkan hasil penelitian yang menyeluruh. Secara lebih jelas pengertian statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk data, yaitu tentang pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penafsiran, dan penarikan kesimpulan dari data yang berbentuk angka-angka.
Prof. Dr. Sudjana, M.A., M.Sc. mengatakan ststistik adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan penganalisisannya, dan penerikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan peanganalisisan yang dilakukan. Kemudian J.Supranto memberikan pengertian ststistik dalam dua arti.Pertama statistik dalam arti sempit adalah data ringkasan yang berbentuk angka (kuantitatif). Kedua statistik dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari cara pengumpulan, penyajian dan analisis data, serta cara pengambilan kesimpulan secara umum berdasarkan hasil penelitian yang menyeluruh. Secara lebih jelas pengertian statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk data, yaitu tentang pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penafsiran, dan penarikan kesimpulan dari data yang berbentuk angka-angka.
Statistika digunakan untuk menggambarkan suatu
persoalan dalam suatu bidang keilmuan.Maka, dengan menggunakan prinsip
statistika masalah keilmuan dapat diselesaikan, suatu ilmu dapat didefinisikan
dengan sederhana melalui pengujian statistika dan semua pernyataan keilmuan
dapat dinyatakan secara faktual.Dengan melakukan pengjian melalui prosedur
pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis yang terkandung
fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu diterima keabsahan sebagai kebenaran,
tetapi dapat juga sebaliknya.
Statistika dapat dikatakan sebagai suatu disiplin
ilmu yang mempelajari metode pengumpulan, peringkasan dan penyajian data,
menganalisis (termasuk pendugaan parametrik) dan menarik kesimpulan dari data
tersebut.
2.2.2. Statistika
dan Cara Berfikir Induktif
Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan
yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik
melalui hitungan maupun pengukuran.Dengan statistika kita dapat melakukakn
pengujian dalam bidang keilmuan sehingga banyak masalah dan pernyataan keilmuan
dapat diselesaikan secara faktual.
Pengujian statistika adalah konsekuensi
pengujian secara emperis. Karena pengujian statistika adalah suatu proses
pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis. Artinya, jika
hipotesis terdukung oleh fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu diterima
sebagai kebenaran.Sebaliknya, jika bertentangan hipotesis itu ditolak”.
...Maka, pengujian merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mencapai
simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Dengan
demikian berarti bahwa penarikan simpulan itu adalah berdasarkan logika
induktif.
Pengujian statistik mampu memberikan secara
kuantitatif tingkat kesulitan dari kesimpulan yang ditarik tersebut, pada
pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh
yang diambil makin tinggi pula tingkat kesulitan kesimpulan tersebut.
Sebaliknya, makin sedikit contoh yang diambil maka makin rendah pula tingkat
ketelitiannya.Karakteristik ini memungkinkan kita untuk dapat memilih dengan
seksama tingkat ketelitian yang dibutuhkan sesuai dengan hakikat permasalahan
yang dihadapi. ...Selain itu, statistika juga memberikan kesempatan kepada kita
untuk mengetahui apakah suatu hubungan kesulitan antara dua faktor atau lebih
bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang
bersifat emperis
Selain itu, Jujun S. Suriasumantri juga
mengatakan bahwa pengujian statistik mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan
yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Umpamanya jika
kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah
tempat, maka nilai tinggi rata-rata yang dimaksud merupakan sebuah kesimpulan
umum yang ditarik dalam kasus-kasus anak umur 10 tahun di tempat itu. Dalam hal
ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika induktif.
Logika induktif, merupakan sistem penalaran
yang menelaah prinsip-prinsip
penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus
sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Logika ini sering
disebut dengan logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip penalaran yang
bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan.Oleh karena itu kesimpulan hanyalah
kebolehjadian, dalaam arti selama kesimpulan itu tidak ada bukti yang
menyangkalnya maka kesimpulan itu benar.
Logika induktif tidak memberikan kepastian
namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik
suatu kesimpulan dan kesimpulannya mungkin benar mungkin juga salah. Misalnya,
jika selama bulan November dalam beberapa tahun yang lalu hujan selalu turun,
maka tidak dapat dipastikan bahwa selama bulan November tahun ini juga akan
turun hujan. Kesimpulan yang dapat ditarik dalam hal ini hanyalah mengenai
tingkat peluang untuk hujan dalam tahun ini juga akan turun hujan”.Maka
kesimpulan yang ditarik secara induktif dapat saja salah, meskipun premis yang
dipakainya adalah benar dan penalaran induktifnya adalah sah, namun dapat saja
kesimpulannya salah.Sebab logika induktif tidak memberikan kepastian namun
sekedar tingkat peluang.
Penarikan kesimpulan secara induktif
menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang
harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Jika kita
ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia,
umpamanya, bagaimana caranya kita mengumpulkan data sampai pada kesimpulan
tersebut. Hal yang paling logis adalah melakukan pengukuran tinggi badan
terhadap seluruh anak 10 tahun di Indonesia. Pengumpulan data seperti ini tak
dapat diragukan lagi akan memberikan kesimpulan mengenai tinggi rata-rata anak
tersebut di negara kita, tetapi kegiatan ini menghadapkan kita kepada persoalan
tenaga, biaya, dan waktu yang cukup banyak. Maka statistika dengan teori
dasarnya teori peluang memberikan sebuah jalan keluar, memberikan cara untuk
dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya
sebagian dari populasi. Jadi untuk mengetahui tinggi rata-rata anak umur 10
tahun di Indonesia kita tidak melakukan pengukuran untuk seluruh anak yang
berumur tersebut, tetapi hanya mengambil sebagian anak saja.
Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah
yang bertitik tolak dari sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan
umum sebagai hukum ilmiah, menurut Herbert L.Searles [1956], diperlukan proses
penalaran sebagai berikut: [1] Langkah pertama, mengumpulan fakta-fakta khusus.
Metode khusus yang digunakan observasi
[pengamatan] dan eksperimen. Observasi harus
dikerjakan seteliti mungkin, eksperimen terjadi untuk membuat atau mengganti
obyek yang harus dipelajari. [2] Langkah kedua, dalam induksi ialah perumusan
hipotesis. Hipotesis merupakan dalil sementara yang diajukan berdasarkan
pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi peneliti lebih lanjut.
Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat sebagai berikut: harus dapat diuji
kebenarannya, harus terbuka dan dapat meramalkan bagi pengembangan
konsekuensinya, harus runtut dengan dalil-dalil yang dianggap benar, hipotesisi
harus dapat meenjelaskan fakta-fakta yang dipersoalkan. [3] Langkah ketiga,
dalam hal ini penalaran induktif ialah mengadakan verifikasi. Hipotesis adalah
sekedar perumusan dalil sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan
terhadap fakta-fakta atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk
diambil kesimpulan umum.Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat
ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin banyak bahan
bukti yang diambil makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan
tersebut.Demikian sebaliknya, makin sedikit bahan bukti yang mendukungnya
semakin rendah tingkat kesulitannya.Memverifikasi adalah membuktikan bahwa
hipotesis ini adalah dalil yang sebenarnya.Ini juga mencakup generalisasi,
untuk menemukan hukum atau dalil umum, sehingga hipotesis tersebut menjadi
suatu teori. [4] Langkah keempat, teori dan hukum ilmiah, hasil terakhir yang
diharapkan dalam induksi ilmiah adalah untuk sampai pada hukum ilmiah.
Persoalan yang dihadapi oleh induksi ialah untuk sampai pada suatu dasar yang
logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan kata
lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi penyimpulan berdasarkan
beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk diterapkan bagia
semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis
adalah lebih tinggi.
Untuk itu, statistika mempunyai peran penting
dalam berpikir induktif.Bagaimana seseorang dapat melakukan generalisasi tanpa
menguasai statistik? Memang betul tidak semua masalah membutuhkan analisis
statistik, namun hal ini bukan berarti, bahwa kita tidak perduli terhadap
statistika sama sekali dan berpaling kepada cara-cara yang justru tidak
bersifat ilmiah.
Dari berbagai uraian yang dikemukakan di atas,
penulis mencoba memberikan beberapa ringkasan sebagai berikut : [1] Dalam
kegiatan atau kemampuan berpkir ilmiah yang baik harus menggunakan atau
didukung oleh sarana berpkir ilmiah yang baik pula, karena tanpa menggunakan
sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melakukakan kegiatan berpikir
ilmiah dengan baik. [2] Cara berpikir ilmiah dilakukan dengan dua cara yaitu
menggunakan logika induktif dan logika deduktif. [3] Penggunaan statistika
dalam proses berpikir ilmiah, sebagai suatu metode untuk membuat keputusan
dalam bidang keilmuan yang berdasarkan logika induktif. Karena statistika
mempunyai peran penting dalam berpikir induktif. [4] Berpkir induktif, bertitik
tolak dari sejumlah hal-hal yang bersifat khusus untuk sampai pada suatu
rumusan yang bersifat umum sebagai hukum ilmiah.
Logika deduktif berpaling kepada matematika
sebagai saran penalaran penarikan kesimpulan, sedangkan logika induktif
berpaling kepada statistika.Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan
penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
Dalam penalaran induktif meskipun premis-premisnya
adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah, maka kesimpulan
itu belum tentu benar.Tapi kesimpulan itu mempunyai peluang untuk
benar.Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari
kesimpulan yang ditarik tersebut.Yakni semakin besar contoh (sampel) yang
diambil, maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut.
2.2.3. Karakteristik
Berfikir Induktif
Berpikir Induktif ialah
suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju kepada yang
umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat yang tertentu dari berbagai
fenomena, kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat
itu terdapat pada semua jenis fenomena. Beberapa sebagai penjelasan : Seorang
ahli psikologi mengadakan penyelidikan dengan observasi bayi A setelah
melahirkan segera menangis, bayi B juga begitu, bayi C,D,E,F disebut demikian
pula.
Kesimpulan : Semua bayi
yang normal segera menangis pada waktu dilahirkan, seorang guru melakukan
eksperimen-esperimen menanam biji-bijian bersama murid-muridnya, jagung ditanam
tumbuh keatas, kacang tanah tumbuh keatas juga. Kesimpulan : “Semua batang
tanaman tumbuhnya keatas mencari sinar matahari”
Penalaran secara induktif dimulai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang
khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan
yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar
Harapan. 2005)
Berpikir induktif adalah metode yang
digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum
yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang
belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com)
Tepat atau tidaknya
kesimpulan (cara berpikir) yang diambil secara induktif ini terutama tergantung
pada representatif, dan makin besar pula taraf dapat dipercaya (validitas) dari
kesimpulan itu ; dan sebaliknya. Taraf validitas kebenaran kesimpulan itu masih
ditentukan pula oleh objektivitas dari si pengamat dan homogenitas dari
fenomena-fenomena diselidiki.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
1. Untuk
melakukan kegiatan ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa
bahasa, matematika dan statistika.
2. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi
metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik.
3. Bahasa
merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir
ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain
4. Matematika
melambangkan serangkaian makna dari pernyataan-pernyataan yang ingin kita
sampaikan menjadi simbol-simbol.
5. Statistika
merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan
gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dra. Ny. A Subantari R, Drs. Amas Suryadi. Drs.
K. Zainal Muttaqin. “Bahasa Indonesia dan Penyusunan Karangan Ilmiah.” Bandung:
IAIN Sunan Gunung Djati, 1998.
2.
Suriasumantri, Jujun S. “Filsafat Ilmu
Sebuah Pengantar Populer” Jakarta:Pustaka Sinar Harapan,2007.
[1] Philip
E. B. Jourdain, “The Nature of Mathematics”, The World of Mathematics:
vol>1, ed. By James R.Newman ( New York: Simon & Schuster, 1956), hlm.
9.
lumayan
BalasHapus