Kamis, 23 Agustus 2012

ANAK GAUL

 GAUL


Aku berhenti didepan rumah megah ala Spanyol, lebih tepat disebut istana dibanding rumah. Kedua kakiku tak mau lagi melangkah  sebelum ada perintah dari otakku. Aku minta fatwa dari hati nuraniku. Aku bimbang  antar terus masuk atau kembali pulang. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh sapaan.
            “Eh den David, kok bengong saja, mari masuk!” sapa Pak Bendot membuyarkan percakapan dalam sanubariku. Senyum tulus dari penjaga gerbang pintu ini membuat keputusan yang kuambil melangkah masuk. Sambil menutup pintu gerbang pak Bendot kembali berkata:
“Den David, sudah lama engga kesini, cari den Rudi ya?”
             “Iyya mang, Rudi ada?”
            “Ada, barusan juga teman-temannya datang, sekarang mereka ngumpul di paviliun!”
            “Terima kasih mang!” jawabku dan melangkah menuju paviliun. Ruangan ini adalah base camp gengku. Aku dan teman-temanku setahun yang lalu tepatnya malam tahun baru 2000 saat orang lain hingar-bingar merayakan milenium ketiga, kami juga! Tepat pukul 00.01 dini hari dipaviliun meresmikan nama geng kami yaitu GF3. Bukan gudang filter3 lho! Tapi singkatan dari Geng Family 3. Dan kata sendiri family kepanjangan dari Fungky Anak gaul Milenium 3. Tak terasa aku sudah sampai didepan pintu dalam hati aku berkata:
            “Bismillah, ya Allah kuatkan hati hamba!”  kemudian memencet bel.
   “Teeet …tett …teeett!” suara bel memecahkan keheningan. Aku menunggu. Terdengar ada yang melangkah dan memutar gagang pintu. Lalu membukanya, bersamaan dengan itu aku mengucapkan salam:
            “Assalamu`alaikum …!”
            “Kum salam, wah .. ada perubahan nih, rada-rada nyupi,  masuk!” Rudi tersenyum dan langsung masuk. Disana teman-teman yang lain sudah pada ngumpul.
                “Wah bos, baru kelihatan batang hidungnya, kemana aja sih?” tanya temanku, Tomi. Tapi kami sering memangggilnya si Tompel. Disebelahnya ada simbed, panggilan untuk temanku, Alex. Soalnya ia rada mirip dengan Sinbad, tapi cuma rambutnya saja, ia tidak ketinggalan berkoar:
            “David, lu semedi dimana sih? Setiap gua cari waktu istirahat disekolah, lu kagak ada, temen-temen lu bilang, lagi shalat du…duu.., apaan tuh, duaaan kali yah???”
“Bukan shalat duaan, tapi shalat Dhuha!” aku memotong perkataan Alex. Kemudian ia mulai berkata kembali:
“Beberapa kali gua telpon kerumah lu, lagi-lagi lu nya kagak ada, terus yang ngangkatin telponnya kayaknya orang baru dirumah lu, siapa sih?”
            “Ooo...itu kakak tertuaku baru pulang dari Mesir!” Aku memberitahu Alex.
            “Enak dong, pasti bawa piramida!” Tomi mulai ngebanyol.
“Ho-oh, bawa sungai Nil segala!” jawabku berkelakar. Aku duduk disofa didepan teman-temanku. Dihadapanku, selain Rudi, Alex, dan Tomy, juga ada Karmila, Ririn, dan Dewi. Aku ngambil nafas sebentar, dada ini aku mangfaatkan untuk menenangkan diri. Setelah dadaku agak lapang, aku mulai berbicara:
            “Gimana teman-teman sehat semuanya yah?”
“Emangnya boss udah jadi dokter, pakai acara tanya kesehatan segala!” temanku Tomy, kembali mengeluarkan plutonya, alias platak pletok tololnya.
            Temen-temenku banyak bercerita tentang apa yang mereka lakoni selama aku tingalkan sebulan lebih. Dari mulai menjahili temen-temen dan guru dikelas, tawuran, transaksi obat-obatan terlarang, ngokar cimeng, mejeng dimall, chatting di kafe gaul, bikin bahasa gaul, bintang musik, dan laen-laen, aku hanya menjadi pendengar budiman alias kambing congek, aku berusaha memahami dan mengerti dalam pemikiran mereka. Tibalah giliranku untuk berbicara:
            “Teman-teman aku datang kesini tidak akan banyak cerita seperti kalian, aku hanya ingin minta izin keluar dari genk kita!”
“Haaah, apa gua kagak salah dengar nih??? “ Rudi menanggapi pernyataanku sambil memegang telinganya. Aku diam sejenak, temen-temenku saling berpandangan, dimata mereka, aku menangkap ketidak percayaan dan tanda tanya.
“Yang bener aja nih?” Karmila  ikut berkomentar, dan disambung oleh Dewi yang sejak tadi diam melulu, ia mulai berkomentar: ”Emangnya, ada apaan sih, Vid ?
“Tidak ada apa-apa kok!”
“Ya setidaknya ada alasan atau asal-usul kek, masa tak sebabnya!” Dewi meneruskan pembicaraannya. Aku membisu, suasana menjadi hening, dalam hatiku kembali berperang. Haruskah aku menceritakan sebenarnya dan mendapat tertawaan dari teman-temanku atau no comment aja? Dilubuk hatiku terjadi tawar  menawar, tiba-tiba aku teringat dengan semboyan hidupku, berlayarlah anda disamudra kejujuran, pasti anda akan berlabuh di didermaga kebahagian. Aku harus terbuka kepada mereka, tak ada untungnya aku berdusta apapun yang akan terjadi, itu sebuah resiko yang aku terima.
“Bagaimana teman-teman, tadi sudah aku bilang bahwa kakak tertuaku sudah pulang dari Mesir, kehadirannya memberikan hidayah kepadaku. Dan aku mulai menemukan jati diri dan hakikat hidupku, ternyata selama ini aku melangkah pada jalan yang salah, aku berusaha memperbaiki diri!” aku mengemukakan alasan kepada mereka.
“Oke, alasan lu kita hargai, tapi bukan begitu caranya, itu namanya egois, akan kah kebersamaan yang selama ini kita jalani bubaran begitu saja? Apalagi lu sebagai kepala dan vokalis digroup band kita!” Rudi menyodorkan alasan keberatan kepadaku, guratan mukanya menandakan ia sedang emosi, dan aku paham yang ia rasakan, meskipun kami kumpulan anak-anak badung dan ugal-ugalan, tapi dalam hal kebersamaan, aku acungkan jempol. Dengan tujuh personil kami membentuk group band yang bisa diandalkan. Group band kami di beri nama “ ANAK GAUL BAND” Rudi pegang bass, Tomy pegang melodinya, Alex pada drum-mer, dan Ririn spesial keyboard. Adapun aku bersama karmila sama Dewi pegang microphone alias vokalisnya. Aliran musik kami gado-gado ada rock, jazz, pop, dangdut, dan musik alternatif.
“David, lu tega banget kalau sampai ninggalin geng kita, untuk memperbaiki diri itu memang hak lu, kami kagak melarang!“ Alex ikut menambahkan. Aku semakin terpojok, aku dapat mendengar suara batin mereka, aku serba salah sampai kami bubar belum ada kata  sepakat, mereka tidak mengizinkanku. Aku minta waktu hingga besok untuk mempertimbangkannya.
****
“Begitu ceritanya kak, satu sisi dedek pengen ngejalanin ajaran Islam secara kafah, namun disisi lain dedek tidak mau mengecewakan teman-teman, jadi gimana nih?“ aku meminta pendapat, setelah aku menceritakan kejadian dirumah Rudi kepada ketiga kakaku. Satu persatu-satu kulemparkan pandanganku diwajah mereka. Aku ingin tahu reaksi mereka, ada rasa lega hinggap direlung hatiku, aku sudah curhat kepada mereka, ini kami lakukan setiap malam minggu, kami saling menceritakan pengalaman selama seminggu, kami mendiskusikan dan mencari solusi dari setiap persoalan yang kami hadapi. Acara ini kami sebut “makom Hati” akronim dari “malam komunikasi hati”.
“Kalau  menurut Teteh, dedek harus menjauhi teman-temanmu itu, soalnya kalau tidak, ntar virus penyakit ugal-ugalanmu kambuh. Jadi hubungan kamu harus diamputasi!” Tetehku Setia Maulani, mengeluarkan ilmunya. Ia calon dokter  yang sekarang lagi nyusun skripsi di fakultas kedokteran UNPAD Bandung. Tak berapa lama kemudian teteh keduaku, Nurul Fathanah, Mahasiswi fakultas Teknik Pertanian IPB tingkat dua memberikan saran:
“Teteh sepakat dengan teh Tia, dari pada capai sendiri mendingan tinggalkan aja, kalau dedek masih bersama mereka, itu sama saja membiarkan benih kejelekan tumbuh didalam hati dedek, apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai, bukankah kita hasil bentukan dari lingkungan kita?”
Pendapat kedua tetehku berusaha kucerna. Setelah aku kunyah dalam otakku, aku mengerti maksud mereka. Namun aku belum puas, sebelum mendengarkan petuah dari kakakku Mujahid Helmi. Ia alumnus universitas  Al-Azhar kairo Mesir jurusan aqidah filsafat.
“Kak Helmi, kok diam saja!” aku merajuk kepadanya.
“Tanpa bermaksud menolak pendapat kedua tetehmu, kakak punya paradigma sedikit berbeda. Sebenarnya teori kedua tetehmu benar bila posisi kita dalam keadaan lemah, akan tetapi sebaliknya bila kita kuat, dalam puisi Muhammad Iqbal disebutkan, orang yang kuat akan membentuk lingkungan, bukan dibentuk oleh lingkungannya, untuk melaksanakan Islam secara kafah, tidak harus memutuskan tali silatur rahmi sesama manusia, apa lagi ia muslim, bukankah pemutus kasih sayang adalah ahli neraka? Justru temanmu menjadi ladang dakwah bagi dedek, pokoknya dedek harus mampu mewarnai mereka!”
Kemudian panjang lebar kak Helmi menjelaskan persoalan berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits. Uraiannya benar-benar memuaskan otak, menentramkan hati, dan mendamaikan jiwaku. Syaraf-syaraf kusut dikepalaku, perlahan-lahan mulai terurai. Mata air dilembah hatiku kembali memancarkan semangat hidup. Kegersangan jiwaku tersiram oleh derasnya nasehat kak Helmi, kebingunganku hilang entah kemana .
****

Keesokan harinya aku langsung menuju rumah Rudi, hatikecilku mengatakan bahwa teman-temanku sudah pada ngumpul disana, ternyata dugaanku tepat, sesampainya ditengah-tengah mereka, aku mulai berkata:
“Teman-teman! Setelah melalui pertimbangan masak-masak, aku memutuskan untuk tetap bersama kalian!”
“Horeeee…hidup David..!!!" teriakan teman-temanku bersamaan, kompak banget.
“Tapi……..ada syaratnya…!”
“Huu……!” suara koor mereka mengubah pavilium menjadi ramai.
“ Tenang-tenang…….! Syaratnya tidak berat kok, yaitu kita ganti nama geng kita, kalau tidak, aku kembali kepada opsi pertama, aku cuti alias mengundurkan diri!” Lanjutku sedikit ngancam.
Temanku langsung kasak-kusuk. Terjadi lobi-lobi diantara mereka kayak Pansus Bullogate di DPR saja. Akhirnya secara aklamasi mereka sepakat dengan usulan penggantian nama. Tanpa banyak membuang waktu kami langsung menyelenggarakan sidang istimewa. Setelah melalui rapat yang cukup alot dan seru sekali, kami sepakat memunculkan nama baru yaitu AMIS’C 2001, singkatan dari Amanah Islamic Studen’t Crew 2001. Kata Amanah, selain diambil dari sifat Nabi Muhammad Saw, merupakan singkatan dari visi dan misi organisasi baru yakni: Ayo menuai Mardhatillah dengan menabur benih-benih rahmat dan manfa’ah. Sedangkan kata Crew adalah sebuah cita-cita kami ingin menjadi awak kapal masyarakat pelajar dalam pencarian jati diri mereka.
****
“Braaaaaak….!!!”
Aku membuka pintu rumah dengan seragam putih abu-abu, aku masuk ke rumah slonong boy.
“Aduh…..dedek koq nggak ngucapin salam?“  tegur kak Helmi yang sedang membaca al-Qur’an diruang tamu. Spontanitas aku kembali ke luar dan mengucapkan salam.
“ Ma’afin dedek ya kak, dedek sekarang lagi pusing!” aku berusaha menerangkan letak persoalan.
“Adakah yang bisa kakak bantu?” tanya kak Helmi hati-hati. Tanpa menunggu waktu lama aku langsung mengeluarkan uneg-uneg menggunung dihatiku. Kata-kata mengalir bagaikan mata air keluar dari mulutku.
“Kak, gimana dedek tidak kesal, sudah sebulan lebih dedek berusaha mengarahkan teman-teman, tetapi hasilnya seperti nihil, belum ada perubahan yang begitu berarti, bayangin aja kak, beberapa minggu yang lalu, saat digedung DRR/MPR RI ribut-ribut tentang penurun Gusdur, eh temen-temen ikut-ikutan juga memobilisasi siswa-siswi disekolah dedek untuk berdemonstrasi, masih untung demonya bukan untuk nurunin kepsek, tapi mereka meminta agar bel sekolah diganti aja katanya dengan suaranya bel tukang jualan es cream Wall’s. Terus tiap jam sebelum masuk, istirahat, dan jam pulang, speaker inti dikantor, tepatnya diruang TU, boleh diaktifkan untuk memutar lagu-lagu yang dipesan, seperti lagunya Dewa 19, Padi, sheilla on 7, Base jam Westlife, dan ska.Bahkan juga lagunya silucu Sherina, alasan mereka ingin amalin konsep Quantum learning, biar belajarnya lebih relax dan Fresh. Dan lebih heboh lagi,tuntutan agar mengecat kelas sendiri-sendiri. Sekolah mengabulkannya, hanya saja pihak  sekolah tertipu, dikiranya akan dicat warna putih atau  gading. Ternyata warna yang di pilih bermacam-macam ada biru, kuning, dan sebagainya. Guru mau marah terlambat, sebab untuk mengecat ulang perlu dan besar, apa lagi sekolah sedang memperbaiki fasilitas air dan jamban. Akhirnya, ikhlas aja lah ………dan siswa pun senang.
Cuma gara-gara itu semua, dedek kena getahnya, sempat diciduk dan ditanya sama Kepsek juga ketua OSIS, mereka nyangka dedek sebagai dalang dari semua itu, siapa yang kagak gondok !
Dan menyedihkan lagi, kejadian hari ini, ya mungkin karena kebanyakan anggotanya mantan anak-anak gaul, tadi pulang sekolah, dedek ketemu anggota baru, kepergok jalan ama temennya yang teler. Waktu temannya tripping itu dedek tanya, dibilang dapat obat dari si anggota baru. Terus dedek tanya anggota baru itu. “ kamu pengguna ya ?” Eh dengan enteng dan kayak tidak punya salah anak tu menjawab: “ Sumpah kak, saya bukan pengguna, cuman pengedar aja!” Astagfirullah, gimana nggak ngeri kak? Jika ini merambah ke teman yang lain atau berita ini terekspos keluar, muka dedek mau ditaruh dimana, tapi alhamdulillah, tuh anak sudah janji tidak mau ngulangi lagi, lalu apa yang harus dedek perbuat kak?“  tanyaku mengakhiri curhatku itu.
“Benar-benar anak gaul, bagus……..bagus……!”
“Lho Kok, kak Helmi bilang bagus sih?” Aku jadi penasaran. Tak berapa lama kakakku melanjutkan perkataannya:
Ya memang bagus, bukankah teman-teman dedek itu musikus mania, kenapa tidak dedek dakwahin lewat musik, bentuk aja tim nasyid, insya allah ada teman kak Helmi yang siap melatihnya “.
“ Yess………!” aku mengacungkan tangan ala ekstra joss. Jawabannya aku temukan. Aku ucapkan terima kasih kepada kakakku diiringi sun sayang yang mendarat di pipinya, yang di sun cuman geleng-geleng kepala.
****
Alhamdulillah, teman-temanku sudah banyak perubahan, setidaknya dari gaya berpakaian, rambut, bicara dan bergaul sudah mulai sopan. Ini semua gara-gara kami sering manggung di berbagai acara.
Grup Nasyid kami beri judul “ SNAKDUT AMANAH “, namanya aneh khan ? Akan tetapi itu hasil mikir lho! Ada yang nyangka SNAKDUT itu pengertian dari ular kadut, nah lho, kejam banget ding! Katanya Snak berarti ular dan Dut nya dari kata kadut, sedangkan Amanah itu artinya orang yang terpercaya. Berarti ular kadut yang dapat dipercaya. Padahal, SNAKDUT itu kependekan dari “ Senandung Nasyid Komtemporer plus Dangdut” maklum komposisi musik kami belum nasyid beneran. Biasa alasannya, supaya gaul dan musiknya khan rada-rada rame. Ada guitar, dram, keybord, kendang, rebana, kecrek, beros, tam-tam, dan kadang apa saja yang bisa ngeluarin suara nge-pas. Terkadang juga pake piring, panci, kaleng, botol dan beduk. Tuh gila khan anak! Dasar anak gaul! Kataku dalam hati.


(dikutip dari Udo Wardah Hafidzah )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar