Kamis, 27 Desember 2012

metode pengajaran berkelompok (together learning)


PEMBELAJARAN BAHASA SECARA BERKELOMPOK

 
         Metode pembelajaran bahasa secara berkelompok dicetuskan oleh Charles A. Curran, seorang dosen Psikologi Konseling di Universitas Loyola, Chicago, Amerika Serikat. Charles A. Curran mengeluarkan metode ini setelah melakukan percobaan dan mempelajari pembelajaran bahasa asing pada tahun 1960. Dia memaparkan metode ini pada seminar-seminar ilmiah dan pertemuan– pertemuan. Selain itu dia juga memaparkan metode ini pada berbagai majalah – majalah pendidikan, psikologi, dan pembelajaran bahasa asing. Namun paparannya baru menjadi jelas setelah tahun 1976.
Sandaran dan kemunculan metode ini berbeda dengan metode-metode yang telah kita bahas sebelumnya. Metode ini bersandarkan kepada ilmu psikologi serta terkait dengan psikologi konseling, khususnya Teori kepribadian Roger (Roger’s self theory) 1902. Teori Roger muncul pada saat perang dunia kedua. Teori ini memberikan kesempatan bebas kepada penderita untuk bercerita kepada psikiater mengenai masalahnya, tujuannya agar psikiater membantu penderita untuk memahami dirinya sendiri. Psikiater memberikan respon positif terhadap cerita yang dikemukakan penderita dengan menggunakan kata dan kalimat dari penderita dan mengulanginya dengan suara yang jelas, untuk menjelaskan kepadanya akan pentingnya tidak mencampuri masalah penderita dan tidak menafsirkan masalahnya. Akan tetapi psikiater membiarkan penderita untuk memahami sendiri dirinya dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
Roger berpendapat bahwa bimbingan konseling guru yang dilakukan secara tak langsung akan membantu siswa untuk menemukan perasaan yang sesungguhnya. Guru menekankan kepada siswa untuk menghargai dirinya sendiri, melihat segi positif dirinya sendiri, dan nilai dari dirinya sendiri. Mungkin hubungan metode ini dengan konsep Roger menjadi penyebab dari penamaan metode ini yaitu Counseling-Language Learning Method (Metode Pembelajaran Bahasa Secara Konseling). Nyatanya ini bukan metode konseling, melainkan penerapan beberapa teknik konseling dalam pembelajaran bahasa asing.
            Curran bukanlah seorang linguis ataupun ahli dari salah satu bidang linguistik, namun dia mengamati bahwa berbagai kesulitan yang dialami oleh pembelajar bahasa asing muncul sebagai akibat dari masalah psikologi dan sosial. Masalah tersebut menyebabkan siswa kesulitan mengungkapkan perasaannya. Dia memandang bahwa pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan dengan membangun hubungan persahabatan antara guru dengan murid. Guru dengan murid layaknya sahabat. Guru juga berperan sebagai pembimbing dan psikiater. Dia menjelaskan mengenai masalah tersebut seperti pada klinik-klinik psikiater. Pertama guru berusaha untuk memahami masalah yang dimiliki oleh siswa. Selanjutnya guru memberikan saran dan arahan kepada siswa. Itu sebagai permulaan dalam mengatasi masalah siswa, seperti yang dilakukan pada klinik psikiater yang melayani para pasiennya.
Curran banyak menggunakan istilah-istilah Kristen dalam metodenya. Seperti incarnation (inkarnasi), redemption (redemsi), baptism (pensucian), pengkristenan, lahir kembali, dan sebagainya yang dimiliki Kristen serta para pemuka greja. Dimana mereka muncul untuk memenuhi kebutuhan orang untuk memecahkan masalahnya sebagai pendekatan awal untuk mengkristenkannya.
            Metode ini sejak kemunculannya bersandar kepada Madzhab Filsafat Pendidikan Humanistik atau populer disebut Pendekatan/Madzhab Humanistik (The Humanistic Approach). Metode ini diterapkan pada bidang belajar dan pembelajaran pada umumnya. Pengikut madzhab ini memandang bahwa memahami masalah siswa, menyelesaikan masalahnya, memenuhi kebutuhannya, memenuhi keinginannya, memenuhi tujuannya, dan membantunya untuk mendapatkan itu akan membantu siswa untuk belajar dengan baik. Curran menerapkan metode ini dalam pembelajaran bahasa asing pada tahun 1970 an. Dia memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berbicara tentang keadaan dirinya, saling memberi masukan, dan mengubah keadaannya dengan mencari pemecahannya.
Curran memandang bahwa hal tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik, kecuali melalui pembentukan kelompok-kelompok. Kelompok-kelompok tersebut merasakan kebutuhan anggotanya masing-masing dan perasaan anggotanya masing-masing. Kelompok tersebut merupakan kumpulan siswa-siswa di kelas yang dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok. Maka terbentuklah kelompok-kelompok bahasa yang saling membantu. Guru turut ikut dalam kelompok tersebut. Guru juga memberikan arahan dengan cara yang baik dan efektif.
            Walaupun Curran mejalankan metode ini dengan mencontohkan penerapannya, tetapi kebanyakan hal itu menjadi tradisional, yang hanya mencontoh yang ada, dan melahirkan para peniru, khususnya yang dijalankan oleh La Forge sahabatnya pada sekitar 1980-an.

TUJUAN METODE DAN KARAKTERISTIKNYA

1. Metode ini bersandar kepada pendekatan humanistik yang mendengungkan kepada menghargai siswa sebagai manusia, muruahnya, perasaannya, keinginannya, menghormati bahasa ibu siswa dan budayanya. Hal ini merupakan unsur dasar dalam proses pembelajaran.
2. Ide dari metode ini bersandar kepada cara-cara kekristenan. Curran sendiri mengagumi cara-cara tersebut. Ini terlihat dari penggunaan beberapa istilah-istilah Kristen dan cara-cara keagamaan.
3. Memberi perhatian pada sisi keterampilan bicara serta mengurangi kegelisahan para siswa, menanamkan rasa tenang dalam hatinya, menanamkan rasa percaya diri kepadanya, memberikan kesempatan kepadanya untuk mengungkapkan perasaannya, dan sebagainya. Itu semua sebagai pengantar untuk penyelesaian masalah psikologi dan sosial mereka. Metode ini juga meyakini bahwa cara seperti ini memotivasi siswa untuk belajar dan menggunakan bahasa tujuan.
4. Jumlah siswa dalam kelas tidak lebih dari 15 orang. Siswa dibagi menjadi kelompok yang satu kelompok beranggotakan 5 orang. Setiap kelompok menjadi kelompok yang mempelajari bahasa tujuan. Mereka duduk melingkar, guru memperhatikan mereka untuk membimbing. Guru menjawab pertanyaan mereka dan memperluas pemahaman mereka, dan membantu mereka dalam mengucap kata-kata dan ungkapan-ungkapan, serta menerjemahkannya dari bahasa mereka ke bahasa tujuan. Hendaknya guru tidak masuk ke permasalahan mereka jika tidak diperlukan.
5. Tidak terdapat kurikulum dan buku pegangan yang dipersiapkan sebelumnya. Tetapi guru mendengarkan permintaan siswa, memenuhi kebutuhannya, mengenal motivasi dan keinginan mereka, dan mengenal tujuan mereka. Selanjutnya guru memilih bahan ajar yang sesuai dengan mereka.
6. Metode ini menggabungkan beragam kegiatan, sebagian sesuai dengan metode, sebagian lagi berasal dari kreativitas guru, Maka dari itu, kelas dibagi dalam beberapa kelompok kecil, memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengadakan percakapan bebas. Guru mendengarkan dengan penuh perhatian kepada setiap siswa yang berbicara dalam bahasa ibu secara pelan kemudian guru menerjemahkan ucapan siswa kedalam bahasa tujuan. Ucapan ini direkam dan dikumpulkan serta dianalisis dan menuliskan beberapa ungkapan dan kalimat.
7. Metode ini berjalan dengan 5 tahapan menyerupai tahap pertumbuhan bahasa yang dimiliki oleh anak kecil dalam memperoleh bahasa ibunya, tahapan-tahapan tersebut adalah :

Tahap 1
Para siswa membuat pernyataan dengan suara keras didalam bahasa ibu mereka, apapun yang ingin mereka komunikasikan kepada orang lain dalam kelompok. Guru menempatkan tangannya dibahu siswa, menerjemahkan ucapan tersebut dengan suara lembut ke  telinga siswa. Siswa tersebut kemudian mengulangi ucapan tersebut setelah model guru merekamnya dalam tape. Siswa yang lain, yang ingin memberi tanggapan, akan member tanda keinginan ini kepada guru, yang kemudian dating kesekitar lingkaran dan memberikansuatu padanan bahasa target untuk siswanya dengan cara yang sama. Lagi tanggapan direkam dalam tape, demikianlah hingga akhir percakapan dialog secara keseluruhan direkam. Naskah yang terekam dalam tape ini kemudian digunakan dalam sesi kelas sebagai suatu sumber input untuk analisis dan praktek bahasa. Proses ini digambarkan dalam contoh pelajaran yang akan diberikan nanti.
Tahap 2 :
Tahap kedua ini dikenal sebagai tahap “menyatakan diri” (self-assertive stag), yang berbeda dari yang pertama, dalam tahap ini siswa mencoba menyatakan apa yang ingin mereka katakana tanpa intervensi dan bantuan terus menerus dari guru.
Tahap 3 :
Dalam “tahap melahirkan” (birth stag) ini siswa menambah kebebasan mereka dari guru dan berbicara dalam bahasa baru tanpa terjemahan, jika siswa-siswa lain tidak memerlukan.
Tahap 4 :
Tahap “remaja” atau “pembalikan” (adolesent atau reversal) adalah suatu tahap dimana siswa telah menjadi cukup kuat untuk menerima umpan balik korektif dari guru atau anggota kelompok lainnya.
Tahap 5 :
Tahap bebas (independent) ini ditandai oleh interaksi yang bebas antara siswa dan guru, setiap orang memberikan koreksi dan peningkatan gaya dalam suatu semangat masyarakat. Melalui tahap ini, tingkat kepercayaan tinggi, dan tidak ada individu dengan jenis ini mendapat umpan balik dari orang lain dalam kelompok. Setiap saat dimana setiap orang diberi semangat, diterima, dan dimengerti.

TEORI DAN PENDEKATAN
Metode ini belum berdiri –pada awal kemunculannya- diatas prinsip-prinsip linguistic. Juga tidak berdasarkan pada teori linguistic juga tidak ada keanehan di dalamnya. Karena Curran sendiri  bukanlah seorang ahli linguistic dan tidak berkonsentrasi pada studi teori linguistic. Walaupun begitu, metode ini bertolak dari studi psikologi dan terikat pada bidang bimbingan dan konseling. Khususnya pada teori kepribadian oleh Carl Roger yang dikenal sebagai “Roger’s Self Theory of Personality”, seperti yang pernah kita bahas sebelumnya.
Tetapi La Forge salah satu murid Curran yang mengembangkan teori ini, memasukan teori-teori linguistic yang sebagian besar teorinya berasal dari bahasa tradisional. Seperti pentingnya pemahaman siswa terhadap system bunyi bahasa tujuan. Dan menntukan makna pokoknya. Seperti pembahasan tentang pola dasar bunyi bahasa dan nahwunya.
Hanya saja hal itu merupakan yang terpenting dari perhatian La Forge mengenai bahasa sebagai proses ilmu social yang menyeluruh menekankan bahwa pemahaman ini berbeda dengan apa yang disebut pemahaman tradisional untuk proses komunikasi. Pemahaman itu dibangun diatas teori keinformasian. Dibatasi atas 3 unsur-unsur tardisional yaitu : pengirim, pesan dan penerima. La Forge menolak teori komunikasi singkat dan dia memakai proses social untuk linguistic yang terdiri dari 6 proses yaitu
a.       Proses humanistic yangs sempurna
b.      Proses pendidikan dan pembelajaran
c.       Proses interaksi manusia atau hubungan antar pribadi.
d.      Proses pertumbuhan
e.       Proses komunikasi
f.       Proses kebudayaan

Dalam bidang studi linguistic dan pengajarannya, Curran berusaha menerapkan teknik-teknik bimbingan konseling yang bertolak dari pendekatan humanistic dan proses KBM serta menolak 2 teori yaitu teori behaviorisme dan teori kognitif. Kedua teori ini membawa aspek-aspek kemanusiaan dalam pembelajaran. Jika Curran berpendapat bahwa studi linguistic dalam ruang lingkup teori social merupakan proses membangun, maka metode ini brdiri atas hubungan social yang berhasil antara siswa dan guru begitu juga antara sesama guru.
Seyogyanya terdapat empat syarat yaitu : perhatian dan regresi, menjaga dan memperhatikandan prbedaan. Curran menekankan bahwa tersedianya empat syarat ini adalah pokok untuk  pemerolehan bahasa dan syarat untuk memungkinkan penggunakan bahasa tersebut dalam mencapai tujuan komunikasi si luar kelas.

FUNGSI SISWA, GURU DAN BAHAN AJAR
1.      Fungsi Guru
Fungsi pokok guru adalah bimbingan dan konseling, memperlakukan siswa selayaknya sahabat mendengarkan mereka dengan sikap yang santun, mmbantu mereka memahami permasalahan-permasalahan mereka melalui penyusunan maupun menganalisisnya. Kemudian mengarahkan siswa pada pemecahannya, terkadang juga guru membantu mereka.
Fungsi guru dibatasi melalui lima tahapan-tahapan pertumbuhan yang dimiliki oleh siswa yang telah kita bahas sebelumnya. Dimulai dengan kepercayaan diri yang sempurna pada guru, memulai kepercayaan dirinya sebagian di akhiri dengan menyempurnakan kepercayaan dirnya secara menyeluruh. Guru belum menunaikan kewajiban utamanya dengan sempurna jika ia belum membuka hatinya untuk para siswa nya serta menerima cinta dari mereka dan juga selama belum tersedianya lingkungan yang aman dimana para siswa merasakan kebebasan dan memotivasi mereka untuk mengungkapkan permasalahan-permasalahan yang ada dalam diri mereka, kebutuhan mereka serta keinginan-keinginan mereka. Guru harus mewaspadai kebebasan yang berlebihan akan menimbulkan keributan dan tidak memperhatikan pelajaran. Meminta perhatian dengan seksama merupakan hal yang sulit.
Guru harus memperhatikan perbedaan latar belakang, kebudayaan, karateristik pribadi siswa seperti memperhatikan perbedaan antara satu tahapan pertumbuhan dengan tahapan yang lain.
Bersandar pada hal itu, guru melaksanakan fungsi-fungsi pokok lainnya secara sempurna. Seperti membagi siswa dalam beberapa kelompok, mengawasi ucapan mereka menerjemahkannya dari bahasa ibu ke bahasa tujuan, menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka serta menjelaskannya,

2.      Fungsi Siswa
Studi linguistic dalam metode ini bergantung pada kerjasama penuh antara guru pembimbingnya dengan siswa dan antara siswa dengan teman-temannya dalam satu kelompok atau di luar kelompoknya. Maka fungsi murid berhubungan dengan fungsi guru. Fungsi-fungsi tersbut diantaranya : kerjasama dan kejujuran guru dengan rekan-rekannya, kontribusi dalam menyediakan keamanan dan kebebasan di dalam kelas, mendengarkan dengan sadar apa yang terjadi di kelas baik dalam percakapan maupun bimbingan, kepatuhan ketua kelompok terhadap guru, memahami masalah, mencari solusi yang tepat dan mempelajari teknik-teknik dialog dan diskusi.
Kadang-kadang siswa melaksanakan tugas guru dalam kelompok, membantu mereka dalam menerjemahkan, memecahkan problem yang berhubungan dengan bahasa tujuan dan budayanya. Apabila guru bertanggungjawab atas semua siswanya dalam tahapan pertumbuhan bahasa sesungguhnya siswa mengawasi dirnya sendiri pada tahapan mencoba dan mengembangakannya perlahan sebagai pendahuluan untuk percaya diri.

3.      Fungsi Bahan Ajar
Studi linguistic dalam metode ini tidak memerlukan adanya buku pedoman karena proses pembelajaran berbeda dengan metode lain. Bahan ajar dalam metode ini disesuaikan dengan kondisi dan keadaan dan perbedaan siswa perbedaan problem-problem, keinginan dan tujuan-tujuan mereka. Hanya saja metode ini mencapai kepada komunikasi social dengan bahan yang telah direkam yang dapat membantu dalam analisis dan penerapannya, kadang-kadang dikumpulkan dalam gambar-gaambar pokok dari suatu pelajaran membaca atau menulis yang biasa disebut oleh guru sebagai sarana pembelajaran, seperti papan tulis, LCD diatas kepala mereka, papan-papan serta gambar-gambar dan alat perekam.

DIDALAM KELAS
Menurut metode ini, dalam pengajaran Bahasa tidak tergantung pada pendekatan (metode) ataupun buku pembimbing, tetapi mengikuti kepada masalah-masalah siswa dan kebutuhan mereka serta tujuannya, maka dari itu akan berbeda metode dan prosedur pengajaran dalam setiap pembelajaran. Terdapat beberapa perbedaan antara kebiasaan yang disampaikan oleh Kiran dan metode yang dibuat oleh pengikutnya dan muridnya, seperti Forge dan Earl Stevick dan yang lainnya.
Berikut ini adalah beberapa jenis metode yang disampaikan oleh Earl Stevick :
1. Murid duduk melingkar, membentuk kelompok seperti biasa, guru tidak turut ikut campur dalam urusan mereka, namun guru mengawasi murid berbicara diantara murid-murid yang lain, dan membiarkan mereka memilih topik yang menarik perhatian mereka.
2. Memberikan murid waktu tiga menit untuk berpikir mengenai permasalahan yang menjadi subjek dari pelajaran. Kemudian menghadap ke salah satu diantara mereka dan menceritakan permasalahannya. Sebagai contoh : pada suatu hari ia menderita sakit kepala yang disebabkan oleh perbedaan lingkungan baru pada lingkungannya, perubahan cuaca dan makanan, perumahan, dan lain-lain, serta masalah umum yang biasa terjadi pada sebagian siswa asing setelah kedatangan mereka ke negara berbahasa tujuan. Kemudian siswa yang lain menyimak cerita yang disampaikan oleh siswa tersebut. Maka mengingatkan bahwa ia menggunakan obat untuk menenangkan penyakitnya yang menyebabkan mual dan hilangnya nafsu makan, karena ia tidak terbiasa menggunakannya di negaranya.
4.      Kemudian siswa yang lain menyebutkan masalah lain yang berkaitan dengan permasalahan ini dimana mereka terlibat secara langsung. Misalnya ia menjadi korban keracunan obat-obatan, khususnya obat penghilang rasa sakit yang dijual tanpa resep. Kemudian seluruh siswa menjadikan permasalahan ini sebagai subjek pelajaran.


4. Siswa mulai membahas permasalahan ini, dan guru duduk bersama mereka, menulis penilaian/poin-poin penting secara diam-diam, tidak turut campur dalam pembicaraan mereka, tetapi hanya untuk memberikan beberapa kata dan respon saat mereka membutuhkan dan atas permintaan mereka, kemudian mengulanginya saat mereka kesulitan dalam memahami dan menggunakan suatu kata/kalimat, atau jika mereka merasa tidak mengerti bahasa yang terdengar asing dan tidak mengerti bagaimana mengatakannya. Guru memperhatikan kefasihan dan kebenaran siwa dalam berbicara, yang dapat dilihat dari dimana terletaknya kesalahan pada perkataan siswa, tetapi jangan menjedanya dan membenarkan kesalahan mereka selama kesalahan itu bukan merupakan kesalahan serius yang dapat merubah makna.
5. Guru merangkum apa yang telah dibahas siswa dalam dialog, dan menjawab pertanyaan mereka, yang dimana menemukan jawaban itu sangat penting dalam tahap ini. Khususnya beberapa respon bahwa siswa perlu untuk mengekspresikan apa yang ia sampaikan.
6. Guru menulis beberapa kata, ungkapan dan kalimat yang terdapat dalam dialog di atas papan tulis.Guru memilih dua orang siswa untuk berdiri dan siswa yang lainnya memperhatikan, sebaiknya  dua orang siswa yang berdiri bersama-sama membahas sebuah dialog, dan tidak boleh ada satupun siswa lainnya membantu memberikan keterangan walau hanya satu kalimat. atau ungkapan. Kemudian guru memberikan penjelasan atas kata-kata dan ungkapan di dalam percakapan. Kadang-kadang terjadi kesulitan dalam menemukan beberapa kesalahan dengan metode tidak langsung. Atau menguraikan apa yang terjadi pada sebagian kata dari bentuk yang mendahuluinya, permulaannya serta yang akhirannya, dan menjelaskan sebagian kaidah-kaidah ilmu aswat, sintaksis, morfologi apabila harus diperintahkan.
7. bersandar kepada guru apabila siswa telah mendapatkan semua gilirannya dalam percakapan, maka siswa kembali kepada tema ini, dan mendiskusikannya bersama-sama dan menggunakannya lagi sehingga pengajar mencapai tujuannya.
8. dan guru berdiri menjelaskan kesimpulan dari pembelajaran kepada siswa, dan siswa harus terus melatih hingga membiasakan diri menggunakan kata, dan ungkapan di dalam pelajaran dan pelajaran yang akan datang.Dan pengajar membagi siswa kepada kelompok kecil,dan satu kelompok terdiri dari 3 siswa kemudian memberikan kepada setiap kelompok beberapa soal dan mereka menjawabnya, dan guru berpindah kepada kelompok yang laiinnya, dan guru mengawasi pekerjaan mereka dan menjawab pertanyaan mereka dan menerangkannya kepada mereka.



KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE INI
1.   Kelebihan
a. Memperhatikan sisi-sisi kemanusiaan siswa. Karena sisi-sisi itulah yang dominan pada pembelajar bahasa serta kebutuhan kelompok siswa akan sebuah perhatian pada aspek kemanusiaan ini.
b.Memperhatikan siswa serta bahasa ibunya dan latar belakang dan budayanya, hal itu dapat membantu membentuk sisi positif pada siswa untuk memahami bahasa tujuan serta wawasan penutur aslinya.
c. Metode ini diwarnai oleh beberapa metode yang telah kita pelajari sampai saat ini. Memperhatikan problem-problem siswa, kebutuhan mereka serta tujuan mereka. Yang diyakini oleh beberapa pakar bahwa hal itu dapat membantu pembangunan kecakapan berbahasa mulai dari tahapan awal.
d.   Hubungan yang erat antara guru pembimbing dan siswanya, hubungan itu membutuhkan penutur asli khususnya pada tahap awal pembelajaran, hingga guru tersebut menjadi satu-satunya pusat utama untuk mengenal kelompok, teknik-teknik pergaulan dengan penutur asli menggunakan bahasa tujuan.
e. Kebasan yang diberikan metode ini kepada siswa-siswa untuk memilih judul yang memulai dialog juga ikut serta di dalamnya. Guru tidak boleh ikut campur didalamnya, guru hanya membantu mengurangi rasa gugup dan kesalahan mereka, sehingga siswa senang ikut serta dalam dialog tersebut
f. Memperkenalkan kefasihan berbahasa sesuai kaidah. Memperbaiki kesalahan siswa. Guru memotivasi siswa untuk menambah penggunaan bahasa tujuan
g.Memperhatikan pembelajaran kerjasama, menumbuhkan jiwa social di dalam kelas sehingga menambah kesemangatan pada diri siswa, serta memotivasi agar murid berhubungan baik dengan guru dan memotivasi siswa agar lebih kreatif
h.Guru membantu murid dalam mencapai pemahaman kaidah bahasa dengan masing-masing individu melalui ucapan serta aktifitas mereka. Bukan dengan cara menjatuhkan. Guru juga membantu penggunaan kosakata, ungkapan dan susunan bahasa tujuan agar mudah dimengerti
i.  Pembelajaran bahasa dalam metode ini menyedikitkan beban-beban aktifitas guru jika tidak dibutuhkan seperti persiapan kurikulum pedoman serta menyusun buku sekolah. Yang memerlukan waktu, tenaga serta uang yang ekstra.

2.      Kelemahan
a.    Metode ini tidak bersandar pada kurikulum serta buku pedoman. Metode ini bersandar pada keinginan siswa serta aspek-aspek bahasa tujuan dan kebudayaannya dimana siswa kurang menguasainya
b.   Metode ini tidak memperhatikan perbedaan-perbedaan individu diantara para siswa, karena metode ini memperhatikan sisi-sisi kemanusiaan dalam kecakapan berbicara serta menerlantarkan aspek-aspek akademik dan kecakapan menulis.
c.    Metode ini terikat pada bimbingan konseling dengan kurikulum yang tidak tersusun yang dimiliki oleh pembelajar berbahasa asing. Kadang-kadang guru menemukan kesulitan dalam memahami tugasnya pada kelompok-kelompok siswanya
d.   Studi linguistic pada metode ini membutuhkan guru yang mempunyai kemampuan khusus dalam berinteraksi dengan siswa, memiliki latar belakang dalam bimbingan konseling
e.    Banyak pakar yang meragukan kesukseskan filsafat bimbingan dan konseling dalam pembelajaran bahasa asing karena banyak alas an diantaranya tidak adanya kurikulum dan sulit dalam mempraktekannya
f.    Studi linguistic pada metode ini merupakan pembelajaran yang kurang. Siswa yang selesai dari kegiatan ini dengan pemahaman bahasa dan kebudayaan yang telah ia miliki juga beberapa susunan bahasa yang ia gunakan dalam komunikasi lisan dengan bahasa tujuan memang menjadi lebih baik. Namun pemahaman seprti itu belumlah cukup  karena mereka masih lemah dalam membaca dan menulis.
g.   Pada mulanya metode ini bersandar pada teknik-teknik dari agama nasrani. Sedikit sekali manfaat darinya dalam mempelajari bahasa arab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar