PEMBELAJARAN BAHASA SECARA
BERKELOMPOK
Metode pembelajaran bahasa secara berkelompok dicetuskan oleh Charles A. Curran, seorang dosen Psikologi Konseling di Universitas Loyola, Chicago, Amerika Serikat. Charles A. Curran mengeluarkan metode ini setelah melakukan percobaan dan mempelajari pembelajaran bahasa asing pada tahun 1960. Dia memaparkan metode ini pada seminar-seminar ilmiah dan pertemuan– pertemuan. Selain itu dia juga memaparkan metode ini pada berbagai majalah – majalah pendidikan, psikologi, dan pembelajaran bahasa asing. Namun paparannya baru menjadi jelas setelah tahun 1976.
Sandaran dan kemunculan metode ini
berbeda dengan metode-metode yang telah kita bahas sebelumnya. Metode ini
bersandarkan kepada ilmu psikologi serta terkait dengan psikologi konseling,
khususnya Teori kepribadian Roger (Roger’s self theory) 1902. Teori Roger
muncul pada saat perang dunia kedua. Teori ini memberikan kesempatan bebas
kepada penderita untuk bercerita kepada psikiater mengenai masalahnya, tujuannya
agar psikiater membantu penderita untuk memahami dirinya sendiri. Psikiater
memberikan respon positif terhadap cerita yang dikemukakan penderita dengan
menggunakan kata dan kalimat dari penderita dan mengulanginya dengan suara yang
jelas, untuk menjelaskan kepadanya akan pentingnya tidak mencampuri masalah
penderita dan tidak menafsirkan masalahnya. Akan tetapi psikiater membiarkan
penderita untuk memahami sendiri dirinya dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
Roger berpendapat bahwa bimbingan
konseling guru yang dilakukan secara tak langsung akan membantu siswa untuk
menemukan perasaan yang sesungguhnya. Guru menekankan kepada siswa untuk
menghargai dirinya sendiri, melihat segi positif dirinya sendiri, dan nilai
dari dirinya sendiri. Mungkin hubungan metode ini dengan konsep Roger menjadi
penyebab dari penamaan metode ini yaitu Counseling-Language Learning Method
(Metode Pembelajaran Bahasa Secara Konseling). Nyatanya ini bukan metode
konseling, melainkan penerapan beberapa teknik konseling dalam pembelajaran
bahasa asing.
Curran bukanlah seorang linguis ataupun ahli dari salah satu bidang linguistik, namun dia mengamati bahwa berbagai kesulitan yang dialami oleh pembelajar bahasa asing muncul sebagai akibat dari masalah psikologi dan sosial. Masalah tersebut menyebabkan siswa kesulitan mengungkapkan perasaannya. Dia memandang bahwa pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan dengan membangun hubungan persahabatan antara guru dengan murid. Guru dengan murid layaknya sahabat. Guru juga berperan sebagai pembimbing dan psikiater. Dia menjelaskan mengenai masalah tersebut seperti pada klinik-klinik psikiater. Pertama guru berusaha untuk memahami masalah yang dimiliki oleh siswa. Selanjutnya guru memberikan saran dan arahan kepada siswa. Itu sebagai permulaan dalam mengatasi masalah siswa, seperti yang dilakukan pada klinik psikiater yang melayani para pasiennya.
Curran banyak menggunakan istilah-istilah Kristen dalam metodenya. Seperti incarnation (inkarnasi), redemption (redemsi), baptism (pensucian), pengkristenan, lahir kembali, dan sebagainya yang dimiliki Kristen serta para pemuka greja. Dimana mereka muncul untuk memenuhi kebutuhan orang untuk memecahkan masalahnya sebagai pendekatan awal untuk mengkristenkannya.
Metode ini sejak kemunculannya bersandar kepada Madzhab Filsafat Pendidikan Humanistik atau populer disebut Pendekatan/Madzhab Humanistik (The Humanistic Approach). Metode ini diterapkan pada bidang belajar dan pembelajaran pada umumnya. Pengikut madzhab ini memandang bahwa memahami masalah siswa, menyelesaikan masalahnya, memenuhi kebutuhannya, memenuhi keinginannya, memenuhi tujuannya, dan membantunya untuk mendapatkan itu akan membantu siswa untuk belajar dengan baik. Curran menerapkan metode ini dalam pembelajaran bahasa asing pada tahun 1970 an. Dia memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berbicara tentang keadaan dirinya, saling memberi masukan, dan mengubah keadaannya dengan mencari pemecahannya.
Curran bukanlah seorang linguis ataupun ahli dari salah satu bidang linguistik, namun dia mengamati bahwa berbagai kesulitan yang dialami oleh pembelajar bahasa asing muncul sebagai akibat dari masalah psikologi dan sosial. Masalah tersebut menyebabkan siswa kesulitan mengungkapkan perasaannya. Dia memandang bahwa pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan dengan membangun hubungan persahabatan antara guru dengan murid. Guru dengan murid layaknya sahabat. Guru juga berperan sebagai pembimbing dan psikiater. Dia menjelaskan mengenai masalah tersebut seperti pada klinik-klinik psikiater. Pertama guru berusaha untuk memahami masalah yang dimiliki oleh siswa. Selanjutnya guru memberikan saran dan arahan kepada siswa. Itu sebagai permulaan dalam mengatasi masalah siswa, seperti yang dilakukan pada klinik psikiater yang melayani para pasiennya.
Curran banyak menggunakan istilah-istilah Kristen dalam metodenya. Seperti incarnation (inkarnasi), redemption (redemsi), baptism (pensucian), pengkristenan, lahir kembali, dan sebagainya yang dimiliki Kristen serta para pemuka greja. Dimana mereka muncul untuk memenuhi kebutuhan orang untuk memecahkan masalahnya sebagai pendekatan awal untuk mengkristenkannya.
Metode ini sejak kemunculannya bersandar kepada Madzhab Filsafat Pendidikan Humanistik atau populer disebut Pendekatan/Madzhab Humanistik (The Humanistic Approach). Metode ini diterapkan pada bidang belajar dan pembelajaran pada umumnya. Pengikut madzhab ini memandang bahwa memahami masalah siswa, menyelesaikan masalahnya, memenuhi kebutuhannya, memenuhi keinginannya, memenuhi tujuannya, dan membantunya untuk mendapatkan itu akan membantu siswa untuk belajar dengan baik. Curran menerapkan metode ini dalam pembelajaran bahasa asing pada tahun 1970 an. Dia memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berbicara tentang keadaan dirinya, saling memberi masukan, dan mengubah keadaannya dengan mencari pemecahannya.
Curran memandang bahwa hal tersebut
tidak dapat terlaksana dengan baik, kecuali melalui pembentukan
kelompok-kelompok. Kelompok-kelompok tersebut merasakan kebutuhan anggotanya
masing-masing dan perasaan anggotanya masing-masing. Kelompok tersebut
merupakan kumpulan siswa-siswa di kelas yang dibagi-bagi menjadi beberapa
kelompok. Maka terbentuklah kelompok-kelompok bahasa yang saling membantu. Guru
turut ikut dalam kelompok tersebut. Guru juga memberikan arahan dengan cara
yang baik dan efektif.
Walaupun Curran mejalankan metode ini dengan mencontohkan penerapannya, tetapi kebanyakan hal itu menjadi tradisional, yang hanya mencontoh yang ada, dan melahirkan para peniru, khususnya yang dijalankan oleh La Forge sahabatnya pada sekitar 1980-an.
Walaupun Curran mejalankan metode ini dengan mencontohkan penerapannya, tetapi kebanyakan hal itu menjadi tradisional, yang hanya mencontoh yang ada, dan melahirkan para peniru, khususnya yang dijalankan oleh La Forge sahabatnya pada sekitar 1980-an.
TUJUAN METODE DAN KARAKTERISTIKNYA
1. Metode ini bersandar kepada pendekatan humanistik yang mendengungkan kepada menghargai siswa sebagai manusia, muruahnya, perasaannya, keinginannya, menghormati bahasa ibu siswa dan budayanya. Hal ini merupakan unsur dasar dalam proses pembelajaran.
2. Ide dari metode ini bersandar kepada cara-cara kekristenan. Curran sendiri mengagumi cara-cara tersebut. Ini terlihat dari penggunaan beberapa istilah-istilah Kristen dan cara-cara keagamaan.
3. Memberi perhatian pada sisi keterampilan bicara serta mengurangi kegelisahan para siswa, menanamkan rasa tenang dalam hatinya, menanamkan rasa percaya diri kepadanya, memberikan kesempatan kepadanya untuk mengungkapkan perasaannya, dan sebagainya. Itu semua sebagai pengantar untuk penyelesaian masalah psikologi dan sosial mereka. Metode ini juga meyakini bahwa cara seperti ini memotivasi siswa untuk belajar dan menggunakan bahasa tujuan.
4. Jumlah siswa dalam kelas tidak lebih dari 15 orang. Siswa dibagi menjadi kelompok yang satu kelompok beranggotakan 5 orang. Setiap kelompok menjadi kelompok yang mempelajari bahasa tujuan. Mereka duduk melingkar, guru memperhatikan mereka untuk membimbing. Guru menjawab pertanyaan mereka dan memperluas pemahaman mereka, dan membantu mereka dalam mengucap kata-kata dan ungkapan-ungkapan, serta menerjemahkannya dari bahasa mereka ke bahasa tujuan. Hendaknya guru tidak masuk ke permasalahan mereka jika tidak diperlukan.
5. Tidak terdapat kurikulum dan buku
pegangan yang dipersiapkan sebelumnya. Tetapi guru mendengarkan permintaan
siswa, memenuhi kebutuhannya, mengenal motivasi dan keinginan mereka, dan
mengenal tujuan mereka. Selanjutnya guru memilih bahan ajar yang sesuai dengan
mereka.
6. Metode ini menggabungkan beragam kegiatan, sebagian sesuai dengan
metode, sebagian lagi berasal dari kreativitas guru, Maka dari itu, kelas dibagi dalam beberapa kelompok kecil,
memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengadakan percakapan bebas. Guru
mendengarkan dengan penuh perhatian kepada setiap siswa yang berbicara dalam
bahasa ibu secara pelan kemudian guru menerjemahkan ucapan siswa kedalam bahasa
tujuan. Ucapan ini direkam dan dikumpulkan serta dianalisis dan menuliskan
beberapa ungkapan dan kalimat.
7. Metode ini berjalan dengan 5 tahapan menyerupai tahap pertumbuhan
bahasa yang dimiliki oleh anak kecil dalam memperoleh bahasa ibunya,
tahapan-tahapan tersebut adalah :
Tahap 1
Para siswa membuat pernyataan dengan suara keras didalam bahasa ibu
mereka, apapun yang ingin mereka komunikasikan kepada orang lain dalam
kelompok. Guru menempatkan tangannya dibahu siswa, menerjemahkan ucapan
tersebut dengan suara lembut ke telinga
siswa. Siswa tersebut kemudian mengulangi ucapan tersebut setelah model guru
merekamnya dalam tape. Siswa yang lain, yang ingin memberi tanggapan, akan
member tanda keinginan ini kepada guru, yang kemudian dating kesekitar
lingkaran dan memberikansuatu padanan bahasa target untuk siswanya dengan cara
yang sama. Lagi tanggapan direkam dalam tape, demikianlah hingga akhir
percakapan dialog secara keseluruhan direkam. Naskah yang terekam dalam tape
ini kemudian digunakan dalam sesi kelas sebagai suatu sumber input untuk
analisis dan praktek bahasa. Proses ini digambarkan dalam contoh pelajaran yang
akan diberikan nanti.
Tahap 2 :
Tahap kedua ini dikenal sebagai tahap “menyatakan diri”
(self-assertive stag), yang berbeda dari yang pertama, dalam tahap ini siswa
mencoba menyatakan apa yang ingin mereka katakana tanpa intervensi dan bantuan
terus menerus dari guru.
Tahap 3 :
Dalam “tahap melahirkan” (birth stag) ini siswa menambah kebebasan
mereka dari guru dan berbicara dalam bahasa baru tanpa terjemahan, jika
siswa-siswa lain tidak memerlukan.
Tahap 4 :
Tahap “remaja” atau “pembalikan” (adolesent atau reversal) adalah
suatu tahap dimana siswa telah menjadi cukup kuat untuk menerima umpan balik
korektif dari guru atau anggota kelompok lainnya.
Tahap 5 :
Tahap bebas (independent) ini ditandai oleh interaksi yang bebas
antara siswa dan guru, setiap orang memberikan koreksi dan peningkatan gaya
dalam suatu semangat masyarakat. Melalui tahap ini, tingkat kepercayaan tinggi,
dan tidak ada individu dengan jenis ini mendapat umpan balik dari orang lain
dalam kelompok. Setiap saat dimana setiap orang diberi semangat, diterima, dan
dimengerti.
TEORI DAN
PENDEKATAN
Metode
ini belum berdiri –pada awal kemunculannya- diatas prinsip-prinsip linguistic.
Juga tidak berdasarkan pada teori linguistic juga tidak ada keanehan di
dalamnya. Karena Curran sendiri bukanlah
seorang ahli linguistic dan tidak berkonsentrasi pada studi teori linguistic.
Walaupun begitu, metode ini bertolak dari studi psikologi dan terikat pada
bidang bimbingan dan konseling. Khususnya pada teori kepribadian oleh Carl
Roger yang dikenal sebagai “Roger’s Self Theory of Personality”, seperti yang
pernah kita bahas sebelumnya.
Tetapi La Forge
salah satu murid Curran yang mengembangkan teori ini, memasukan teori-teori
linguistic yang sebagian besar teorinya berasal dari bahasa tradisional.
Seperti pentingnya pemahaman siswa terhadap system bunyi bahasa tujuan. Dan
menntukan makna pokoknya. Seperti pembahasan tentang pola dasar bunyi bahasa
dan nahwunya.
Hanya saja hal
itu merupakan yang terpenting dari perhatian La Forge mengenai bahasa sebagai
proses ilmu social yang menyeluruh menekankan bahwa pemahaman ini berbeda
dengan apa yang disebut pemahaman tradisional untuk proses komunikasi.
Pemahaman itu dibangun diatas teori keinformasian. Dibatasi atas 3 unsur-unsur
tardisional yaitu : pengirim, pesan dan penerima. La Forge menolak teori
komunikasi singkat dan dia memakai proses social untuk linguistic yang terdiri
dari 6 proses yaitu
a.
Proses humanistic yangs sempurna
b.
Proses pendidikan dan pembelajaran
c.
Proses interaksi manusia atau hubungan antar pribadi.
d.
Proses pertumbuhan
e.
Proses komunikasi
f.
Proses kebudayaan
Dalam bidang
studi linguistic dan pengajarannya, Curran berusaha menerapkan teknik-teknik
bimbingan konseling yang bertolak dari pendekatan humanistic dan proses KBM
serta menolak 2 teori yaitu teori behaviorisme dan teori kognitif. Kedua teori
ini membawa aspek-aspek kemanusiaan dalam pembelajaran. Jika Curran berpendapat
bahwa studi linguistic dalam ruang lingkup teori social merupakan proses
membangun, maka metode ini brdiri atas hubungan social yang berhasil antara
siswa dan guru begitu juga antara sesama guru.
Seyogyanya
terdapat empat syarat yaitu : perhatian dan regresi, menjaga dan
memperhatikandan prbedaan. Curran menekankan bahwa tersedianya empat syarat
ini adalah pokok untuk pemerolehan
bahasa dan syarat untuk memungkinkan penggunakan bahasa tersebut dalam mencapai
tujuan komunikasi si luar kelas.
FUNGSI SISWA,
GURU DAN BAHAN AJAR
1.
Fungsi Guru
Fungsi pokok
guru adalah bimbingan dan konseling, memperlakukan siswa selayaknya sahabat
mendengarkan mereka dengan sikap yang santun, mmbantu mereka memahami
permasalahan-permasalahan mereka melalui penyusunan maupun menganalisisnya.
Kemudian mengarahkan siswa pada pemecahannya, terkadang juga guru membantu
mereka.
Fungsi guru
dibatasi melalui lima tahapan-tahapan pertumbuhan yang dimiliki oleh siswa yang
telah kita bahas sebelumnya. Dimulai dengan kepercayaan diri yang sempurna pada
guru, memulai kepercayaan dirinya sebagian di akhiri dengan menyempurnakan
kepercayaan dirnya secara menyeluruh. Guru belum menunaikan kewajiban utamanya
dengan sempurna jika ia belum membuka hatinya untuk para siswa nya serta
menerima cinta dari mereka dan juga selama belum tersedianya lingkungan yang
aman dimana para siswa merasakan kebebasan dan memotivasi mereka untuk
mengungkapkan permasalahan-permasalahan yang ada dalam diri mereka, kebutuhan
mereka serta keinginan-keinginan mereka. Guru harus mewaspadai kebebasan yang
berlebihan akan menimbulkan keributan dan tidak memperhatikan pelajaran.
Meminta perhatian dengan seksama merupakan hal yang sulit.
Guru harus
memperhatikan perbedaan latar belakang, kebudayaan, karateristik pribadi siswa
seperti memperhatikan perbedaan antara satu tahapan pertumbuhan dengan tahapan
yang lain.
Bersandar pada
hal itu, guru melaksanakan fungsi-fungsi pokok lainnya secara sempurna. Seperti
membagi siswa dalam beberapa kelompok, mengawasi ucapan mereka menerjemahkannya
dari bahasa ibu ke bahasa tujuan, menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka serta
menjelaskannya,
2.
Fungsi Siswa
Studi
linguistic dalam metode ini bergantung pada kerjasama penuh antara guru
pembimbingnya dengan siswa dan antara siswa dengan teman-temannya dalam satu
kelompok atau di luar kelompoknya. Maka fungsi murid berhubungan dengan fungsi
guru. Fungsi-fungsi tersbut diantaranya : kerjasama dan kejujuran guru
dengan rekan-rekannya, kontribusi dalam menyediakan keamanan dan kebebasan di
dalam kelas, mendengarkan dengan sadar apa yang terjadi di kelas baik dalam
percakapan maupun bimbingan, kepatuhan ketua kelompok terhadap guru, memahami
masalah, mencari solusi yang tepat dan mempelajari teknik-teknik dialog dan
diskusi.
Kadang-kadang
siswa melaksanakan tugas guru dalam kelompok, membantu mereka dalam
menerjemahkan, memecahkan problem yang berhubungan dengan bahasa tujuan dan
budayanya. Apabila guru bertanggungjawab atas semua siswanya dalam tahapan
pertumbuhan bahasa sesungguhnya siswa mengawasi dirnya sendiri pada tahapan
mencoba dan mengembangakannya perlahan sebagai pendahuluan untuk percaya diri.
3.
Fungsi Bahan Ajar
Studi
linguistic dalam metode ini tidak memerlukan adanya buku pedoman karena proses
pembelajaran berbeda dengan metode lain. Bahan ajar dalam metode ini
disesuaikan dengan kondisi dan keadaan dan perbedaan siswa perbedaan
problem-problem, keinginan dan tujuan-tujuan mereka. Hanya saja metode ini
mencapai kepada komunikasi social dengan bahan yang telah direkam yang dapat
membantu dalam analisis dan penerapannya, kadang-kadang dikumpulkan dalam
gambar-gaambar pokok dari suatu pelajaran membaca atau menulis yang biasa
disebut oleh guru sebagai sarana pembelajaran, seperti papan tulis, LCD diatas
kepala mereka, papan-papan serta gambar-gambar dan alat perekam.
DIDALAM KELAS
Menurut metode ini, dalam pengajaran
Bahasa tidak tergantung pada pendekatan (metode) ataupun buku pembimbing,
tetapi mengikuti kepada masalah-masalah siswa dan kebutuhan mereka serta
tujuannya, maka dari itu akan berbeda metode dan prosedur pengajaran dalam
setiap pembelajaran. Terdapat beberapa perbedaan antara kebiasaan yang disampaikan
oleh Kiran dan metode yang dibuat oleh pengikutnya dan muridnya, seperti Forge
dan Earl Stevick dan yang lainnya.
Berikut ini adalah beberapa jenis
metode yang disampaikan oleh Earl Stevick :
1. Murid duduk melingkar, membentuk kelompok seperti biasa, guru tidak turut ikut campur dalam urusan mereka, namun guru mengawasi murid berbicara diantara murid-murid yang lain, dan membiarkan mereka memilih topik yang menarik perhatian mereka.
2. Memberikan murid waktu tiga menit untuk berpikir mengenai permasalahan yang menjadi subjek dari pelajaran. Kemudian menghadap ke salah satu diantara mereka dan menceritakan permasalahannya. Sebagai contoh : pada suatu hari ia menderita sakit kepala yang disebabkan oleh perbedaan lingkungan baru pada lingkungannya, perubahan cuaca dan makanan, perumahan, dan lain-lain, serta masalah umum yang biasa terjadi pada sebagian siswa asing setelah kedatangan mereka ke negara berbahasa tujuan. Kemudian siswa yang lain menyimak cerita yang disampaikan oleh siswa tersebut. Maka mengingatkan bahwa ia menggunakan obat untuk menenangkan penyakitnya yang menyebabkan mual dan hilangnya nafsu makan, karena ia tidak terbiasa menggunakannya di negaranya.
1. Murid duduk melingkar, membentuk kelompok seperti biasa, guru tidak turut ikut campur dalam urusan mereka, namun guru mengawasi murid berbicara diantara murid-murid yang lain, dan membiarkan mereka memilih topik yang menarik perhatian mereka.
2. Memberikan murid waktu tiga menit untuk berpikir mengenai permasalahan yang menjadi subjek dari pelajaran. Kemudian menghadap ke salah satu diantara mereka dan menceritakan permasalahannya. Sebagai contoh : pada suatu hari ia menderita sakit kepala yang disebabkan oleh perbedaan lingkungan baru pada lingkungannya, perubahan cuaca dan makanan, perumahan, dan lain-lain, serta masalah umum yang biasa terjadi pada sebagian siswa asing setelah kedatangan mereka ke negara berbahasa tujuan. Kemudian siswa yang lain menyimak cerita yang disampaikan oleh siswa tersebut. Maka mengingatkan bahwa ia menggunakan obat untuk menenangkan penyakitnya yang menyebabkan mual dan hilangnya nafsu makan, karena ia tidak terbiasa menggunakannya di negaranya.
4. Kemudian
siswa yang lain menyebutkan masalah lain yang berkaitan dengan permasalahan ini
dimana mereka terlibat secara langsung. Misalnya ia menjadi korban keracunan
obat-obatan, khususnya obat penghilang rasa sakit yang dijual tanpa resep.
Kemudian seluruh siswa menjadikan permasalahan ini sebagai subjek pelajaran.
4. Siswa mulai membahas permasalahan
ini, dan guru duduk bersama mereka, menulis penilaian/poin-poin penting secara
diam-diam, tidak turut campur dalam pembicaraan mereka, tetapi hanya untuk
memberikan beberapa kata dan respon saat mereka membutuhkan dan atas permintaan
mereka, kemudian mengulanginya saat mereka kesulitan dalam memahami dan
menggunakan suatu kata/kalimat, atau jika mereka merasa tidak mengerti bahasa
yang terdengar asing dan tidak mengerti bagaimana mengatakannya. Guru
memperhatikan kefasihan dan kebenaran siwa dalam berbicara, yang dapat dilihat
dari dimana terletaknya kesalahan pada perkataan siswa, tetapi jangan
menjedanya dan membenarkan kesalahan mereka selama kesalahan itu bukan
merupakan kesalahan serius yang dapat merubah makna.
5. Guru merangkum apa yang telah dibahas siswa dalam dialog, dan menjawab pertanyaan mereka, yang dimana menemukan jawaban itu sangat penting dalam tahap ini. Khususnya beberapa respon bahwa siswa perlu untuk mengekspresikan apa yang ia sampaikan.
5. Guru merangkum apa yang telah dibahas siswa dalam dialog, dan menjawab pertanyaan mereka, yang dimana menemukan jawaban itu sangat penting dalam tahap ini. Khususnya beberapa respon bahwa siswa perlu untuk mengekspresikan apa yang ia sampaikan.
6. Guru menulis
beberapa kata, ungkapan dan kalimat yang terdapat dalam dialog di atas papan
tulis.Guru memilih
dua orang siswa untuk berdiri dan siswa yang lainnya memperhatikan,
sebaiknya dua orang siswa yang berdiri
bersama-sama membahas sebuah dialog, dan tidak boleh ada satupun siswa lainnya
membantu memberikan keterangan walau hanya satu kalimat. atau ungkapan.
Kemudian guru memberikan penjelasan atas kata-kata dan ungkapan di dalam percakapan. Kadang-kadang terjadi kesulitan dalam menemukan beberapa kesalahan dengan
metode tidak langsung. Atau menguraikan apa yang terjadi pada sebagian kata
dari bentuk yang mendahuluinya, permulaannya serta yang akhirannya, dan
menjelaskan sebagian kaidah-kaidah ilmu aswat, sintaksis, morfologi apabila
harus diperintahkan.
7. bersandar kepada guru apabila siswa telah
mendapatkan semua gilirannya dalam percakapan, maka siswa kembali kepada tema
ini, dan mendiskusikannya bersama-sama dan menggunakannya lagi sehingga
pengajar mencapai tujuannya.
8. dan guru berdiri menjelaskan kesimpulan
dari pembelajaran kepada siswa, dan siswa harus terus melatih hingga
membiasakan diri menggunakan kata, dan ungkapan di dalam pelajaran dan
pelajaran yang akan datang.Dan pengajar membagi siswa kepada kelompok kecil,dan
satu kelompok terdiri dari 3 siswa kemudian memberikan kepada setiap kelompok
beberapa soal dan mereka menjawabnya, dan guru berpindah kepada kelompok yang
laiinnya, dan guru mengawasi pekerjaan mereka dan menjawab pertanyaan mereka
dan menerangkannya kepada mereka.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
METODE INI
1.
Kelebihan
a. Memperhatikan
sisi-sisi kemanusiaan siswa. Karena sisi-sisi itulah yang dominan pada
pembelajar bahasa serta kebutuhan kelompok siswa akan sebuah perhatian pada
aspek kemanusiaan ini.
b.Memperhatikan siswa serta bahasa ibunya dan latar belakang dan
budayanya, hal itu dapat membantu membentuk sisi positif pada siswa untuk
memahami bahasa tujuan serta wawasan penutur aslinya.
c. Metode ini
diwarnai oleh beberapa metode yang telah kita pelajari sampai saat ini.
Memperhatikan problem-problem siswa, kebutuhan mereka serta tujuan mereka. Yang
diyakini oleh beberapa pakar bahwa hal itu dapat membantu pembangunan kecakapan
berbahasa mulai dari tahapan awal.
d.
Hubungan yang erat antara guru pembimbing dan siswanya, hubungan
itu membutuhkan penutur asli khususnya pada tahap awal pembelajaran, hingga
guru tersebut menjadi satu-satunya pusat utama untuk mengenal kelompok,
teknik-teknik pergaulan dengan penutur asli menggunakan bahasa tujuan.
e. Kebasan yang
diberikan metode ini kepada siswa-siswa untuk memilih judul yang memulai dialog
juga ikut serta di dalamnya. Guru tidak boleh ikut campur didalamnya, guru
hanya membantu mengurangi rasa gugup dan kesalahan mereka, sehingga siswa
senang ikut serta dalam dialog tersebut
f. Memperkenalkan
kefasihan berbahasa sesuai kaidah. Memperbaiki kesalahan siswa. Guru memotivasi
siswa untuk menambah penggunaan bahasa tujuan
g.Memperhatikan pembelajaran kerjasama, menumbuhkan jiwa social di
dalam kelas sehingga menambah kesemangatan pada diri siswa, serta memotivasi
agar murid berhubungan baik dengan guru dan memotivasi siswa agar lebih kreatif
h.Guru membantu murid dalam mencapai pemahaman kaidah bahasa dengan
masing-masing individu melalui ucapan serta aktifitas mereka. Bukan dengan cara
menjatuhkan. Guru juga membantu penggunaan kosakata, ungkapan dan susunan
bahasa tujuan agar mudah dimengerti
i. Pembelajaran
bahasa dalam metode ini menyedikitkan beban-beban aktifitas guru jika tidak
dibutuhkan seperti persiapan kurikulum pedoman serta menyusun buku sekolah. Yang
memerlukan waktu, tenaga serta uang yang ekstra.
2.
Kelemahan
a.
Metode ini tidak bersandar pada kurikulum serta buku pedoman.
Metode ini bersandar pada keinginan siswa serta aspek-aspek bahasa tujuan dan
kebudayaannya dimana siswa kurang menguasainya
b.
Metode ini tidak memperhatikan perbedaan-perbedaan individu diantara
para siswa, karena metode ini memperhatikan sisi-sisi kemanusiaan dalam
kecakapan berbicara serta menerlantarkan aspek-aspek akademik dan kecakapan
menulis.
c.
Metode ini terikat pada bimbingan konseling dengan kurikulum yang
tidak tersusun yang dimiliki oleh pembelajar berbahasa asing. Kadang-kadang
guru menemukan kesulitan dalam memahami tugasnya pada kelompok-kelompok
siswanya
d.
Studi linguistic pada metode ini membutuhkan guru yang mempunyai
kemampuan khusus dalam berinteraksi dengan siswa, memiliki latar belakang dalam
bimbingan konseling
e.
Banyak pakar yang meragukan kesukseskan filsafat bimbingan dan
konseling dalam pembelajaran bahasa asing karena banyak alas an diantaranya
tidak adanya kurikulum dan sulit dalam mempraktekannya
f.
Studi linguistic pada metode ini merupakan pembelajaran yang kurang.
Siswa yang selesai dari kegiatan ini dengan pemahaman bahasa dan kebudayaan
yang telah ia miliki juga beberapa susunan bahasa yang ia gunakan dalam
komunikasi lisan dengan bahasa tujuan memang menjadi lebih baik. Namun
pemahaman seprti itu belumlah cukup karena mereka masih lemah dalam membaca dan
menulis.
g.
Pada mulanya metode ini bersandar pada teknik-teknik dari agama
nasrani. Sedikit sekali manfaat darinya dalam mempelajari bahasa arab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar