Pesatnya perkembangan ilmu dan
teknologi dewasa ini dirasakan pengaruhnya di berbagai bidang. Seiring dengan
perkembangan yang terjadi, dunia pendidikan sudah selayaknya melakukan
penyesuaian agar senantiasa relevan. Pemerintah Indonesia dalam hal ini
Departemen Pendidikan Nasional, telah mengambil langkah perbaikan dan pengembangan
dalam bidang pendidikan. Langkah-langkah perbaikan dan pengembangan itu dapat
di lihat antara lain dengan adanya perubahan kurikulum pendidikan dari tingkat
dasar, menengah, dan perguruan tinggi.
Salah satu hal yang penting sehubungan
dengan usaha-usaha perbaikan dan pengembangan kurikulum pendidikan adalah
tujuan pendidikan, terutama yang berkaitan langsung dengan proses belajar
mengajar, yakni tingkat pencapaian hasil belajar siswa yang berupa perubahan
pola pikir dan tingkah laku.
Untuk mengubah pola pikir dan tingkah
laku seorang siswa bukanlah suatu hal
yang mudah. Hal ini disebabkan masih ada anggapan sebagian siswa bahkan orang
tua yang menyatakan bahwa matematika
sebagai mata pelajaran yang menakutkan dan merupakan mata pelajaran yang
sangat sulit sehingga siswa tidak menyukai pelajaran matematika. Rasa tidak
suka ini bisa bersumber dari diri siswa itu sendiri ataupun dari guru mata
pelajaran matematika. Siswa merasakan bahwa pelajaran matematika sulit karena
dari awal sudah tidak menyukai pelajaran matematika, atau bisa dikarenakan cara
mengajar yang diterapkan oleh guru kurang mengena di hati para siswa sehingga
tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Masalah utama yang dirasakan guru
adalah metode atau model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran. Metode
pengajaran yang diterapkan guru selama ini masih kurang memperhitungkan
perbedaan kemampuan dan lebih menekankan pada tugas. Akibatnya, ditemukan
motivasi belajar siswa menjadi rendah karena siswa sering menghadapi tugas
berhitung yang cukup banyak.
Penggunaan metode yang tidak sesuai
dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah
dirumuskan. Cukup banyak bahan pelajaran yang terbuang percuma hanya karena
penggunaan model pembelajaran yang tidak tepat dan mengabaikan kebutuhan siswa,
fasilitas dan situasi kelas. Karena itu, efektifitas suatu model pembelajaran
dapat terjadi jika ada kesesuaian antara model pembelajaran dengan semua
komponen pengajaran yang telah diprogramkan.
Berkaitan dengan masalah ini maka diperlukan
suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
memberi pengajaran diantara temannya, karena sebagian siswa merasa bahwa
belajar dengan teman lebih menyenangkan daripada diajar oleh guru. Banyak
ilmuwan pendidikan berusaha untuk mengembangkan metode atau model pembelajaran
yang mengembangkan aspek pribadi siswa dalam pelajaran, salah satunya metode
pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran ini siswa bekerja dalam suatu
kelompok untuk menyelesaikan suatu masalah. Metode pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk memberikan tanggung jawab kepada siswa tentang keberhasilan
kelompoknya, namun juga membantu teman lain untuk sukses bersama.
Cooperative learning merupakan
metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja
sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa saling berinteraksi dan saling memunculkan
strategi pemecahan masalah yang efektif. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan
pembelajaran secara kelompok biasa, karena pada pembelajaran kooperatif siswa
tidak hanya bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri tetapi juga terhadap
kelompoknya. Pembelajaran kooperatif memberikan lingkungan belajar dimana siswa
bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang kemampuannya berbeda (heterogen)
untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Menurut Lie (2002:53-57), cooperative
learning memiliki banyak teknik antara lain: mencari pasangan (make a
match), bertukar pasangan, berpikir-berpasangan-berempat (think-pair-share
and think-pair-square), berkirim salam dan soal, kepala bernomor (number
heads), dan lain-lain. Salah satu teknik yang disebutkan diatas, yaitu
mencari pasangan (make a match) adalah suatu teknik dalam model cooperative
learning yang penerapannya dengan menggunakan kartu sebagai media untuk
mengatur pola interaksi siswa dalam kelompok belajar. Setiap siswa akan mencari
pasangan kelompoknya dengan mencocokkan kartu tersebut. Setelah mencocokkan
kartu, bersama kelompok pasangannya siswa saling berbagi pemahaman tentang
materi yang diajarkan. Kemudian guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan
tugas dengan pasangannya. Selanjutnya guru memasangkan dua kelompok yang
berbeda untuk saling bertukar kartu dan mengerjakan soal. Dari kelompok baru
tersebut kemudian saling menanyakan, berdiskusi dan mengukuhkan jawaban
sehingga didapatkan temuan baru mengenai jawaban dari tugas mereka.
Dibandingkan teknik lain, teknik mencari pasangan (make a match)
memiliki kelebihan yaitu keaktifan belajar siswa lebih bermakna. Siswa tidak
hanya melakukan aktivitas diskusi atau presentasi saja, dengan teknik mencari
pasangan (make a match) ini siswa dapat mencocokkan jawaban yang
dimiliki untuk mengetahui apakah jawaban yang siswa kerjakan benar atau salah.
Jika jawaban kedua kelompok tidak sama, siswa akan berdiskusi untuk mencari
jawaban yang benar. Penerapan model cooperative learning dengan teknik make
a match (mencari pasangan) diharapkan menjadikan pelajaran lebih efektif
dan efisien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar