BAB X
TRIO PENYELAMAT
JUPITER SALAH!
"Salah?!" seru Jupe. "Tapi aku sudah begitu
yakin."
Worthington mengangkat bahu dan duduk di sofa besar di
ruang tunggu rumah sakit.
"Saya memanfaatkan keanggotaan saya pada Perkumpulan
Seni Rocky Beach untuk mengecek daftar hadir pada Malam Apresiasi Seni semalam
di museum," kata supir jangkung itu menjelaskan. "Leo Magellan ada di
sana dari pukul tujuh hingga lewat tengah malam menurut daftar itu."
"Berarti ia tidak mungkin terlibat dalam
pembobolan-pembobolan yang terjadi! Dan aku telah demikian yakin ia pasti
terlibat," kata Jupe. "Kecuali jika daftar hadir itu telah
dimanipulasi ... Magellan bisa saja menyuruh seseorang memalsu tanda tangannya
di buku tamu." "Mungkin saja," kata Worthington. "Itulah
sebabnya saya berinisiatif mengajak beberapa orang anggota berbincang-bincang
untuk memeriksa kalau Mr. Magellan benar-benar hadir dalam pertemuan itu. Ada banyak
saksi terpercaya yang dengan positif mengidentifikasikan kehadirannya
semalam."
"Dengan demikian Magellan si pemarah itu bersih,"
kata Pete, lega. "Sungguh lega aku tidak perlu berurusan dengan sikap
pemarahnya itu lagi! Tapi Jupe, kau bilang kau menelepon beberapa orang, siapa
lagi?"
"Chief Reynolds. Menurutnya mereka telah menemukan
Skinny Norris di pesisir ... namun anak itu tidak mau bicara. Katanya ia tahu
hak-haknya dan tidak wajib bicara tanpa kehadiran pengacaranya. Sayangnya dia
benar. Sekarang aku menghadapi jalan buntu dalam kasus ini," Jupe
mendesah.
"Kita masih punya kedua lelaki dengan van putih yang
menculik Bob," usul Pete. "Mereka mungkin saja bekerja untuk
Magellan."
Jupiter nampak bersemangat lagi ketika ia memikirkan hal
itu beberapa saat. Kemudian ia memukulkan telapak tangannya ke atas sebuah
tumpukan majalah dengan sikap berbeda. "Sejak semula aku merasa Leo
Magellan terlalu 'cocok' sebagai seorang tersangka ... namun aku ceroboh dan
tidak mendengarkan firasatku itu; dan akibatnya kita hampir saja kehilangan
Bob! Ini tidak akan terulang lagi," kata Jupe serius.
"Jadi apa langkah kita selanjutnya, Pertama?"
tanya Pete.
"Menurutku besok kita harus mengunjungi gudang tempat
Bob disekap tadi. Kira-kira apakah kau bisa mengingat jalan ke sana?"
"Tidak masalah," kata Pete. "Tapi aku akan
menunggu di markas saja sampai kau kembali. Pergi ke tempat itu dua kali dalam
dua hari bukanlah cara yang menyenangkan untuk menghabiskan liburan musim
panasku. Terima kasih namun tidak, terima kasih!"
Jupiter Jones telah terbiasa dengan Penyelidik Kedua
berbicara seperti itu. Pete tidak pernah suka berhadapan dengan bahaya namun
pada akhirnya ia selalu setia terhadap teman-temannya. "Mungkin kau bisa
tinggal di markas dan membantu di pangkalan," jawab Jupiter lambat-lambat.
"Tadi kudengar Bibi Mathilda berkata kepada Konrad bahwa Paman Titus dan
Hans akan mengambil setruk penuh bak mandi besok. Bak mandi dengan kaki
berbentuk cakar."
"Hanya itu yang kuperlukan untuk meyakinkanku,"
seru Pete. "Aku akan pergi ke gudang itu pagi-pagi sekali! Namun bagaimana
dengan peringatan Chief Reynolds agar kau tinggal di rumah, Jupe?"
tanyanya.
"Aku tinggal di rumah seharian hari ini ... kau dan
Bob dapat bersumpah untukku," kata Jupe tersenyum. "Ia tidak bilang
berapa lama aku harus tinggal di rumah!"
Saat itu Bob masuk ke dalam ruangan dengan kursi roda,
kakinya terbalut rangka besar berwarna biru yang berfungsi sebagai penopang
sementara.
"Bagaimana keadaanmu, Bob?" tanya Jupiter,
benar-benar cemas akan temannya.
"Oh, aku akan baik-baik saja," kata Bob dengan
murung. "Hanya retak sedikit. Namun Dokter Alvarez tidak mau mengambil
resiko karena ini kaki yang sama. Katanya aku harus memakai kembali penopangku
yang dulu. Sepertinya aku tidak bisa beraksi lagi dalam kasus ini."
*****
Keesokan harinya, pagi-pagi benar kedua detektif itu telah
tiba di tempat parkir museum. Begitu mereka tiba di sana, Pete mengikuti
kembali rute yang dilaluinya ketika mengikuti jejak yang ditinggalkan oleh alat
yang dipasang Bob pada van.
Mereka bersepeda beberapa mil sampai jauh di luar kota
Rocky Beach dan memasuki kawasan industri yang terletak di antara Rocky Beach
dan Santa Monica. Meskipun Pete memiliki naluri yang tajam akan arah, Jupe
sudah mulai berpikir bahwa temannya telah tersesat ketika tiba-tiba Pete
menghentikan sepedanya.
"Itu dia!" serunya. Penyelidik Kedua menunjuk ke
arah sebuah bangunan besar berwarna putih beberapa blok di depan. Bangunan itu
terbuat dari besi bergelombang dan bagian luarnya sangat perlu dicat ulang.
"Paling tidak aku merasa itulah tempatnya. Mungkin
seharusnya kubuat sebuah tanda tanya di sana dengan kapurku," kata Pete.
"Aku terlalu berkonsentrasi untuk bersepeda pulang, aku tidak dapat
memastikannya. Dan terus terang, aku tidak terlalu berminat untuk mendekat dan
memastikannya!"
Jupe menyipitkan matanya, mengamati keadaan sekitar. Koran
tua dan sampah beterbangan di jalan. Tidak ada lalu lintas di kawasan itu,
nampak seperti sebuah kota hantu modern -- suatu tempat persembunyian yang
sangat bagus untuk seorang penjahat.
"Kita cukup melihat apakah para penculik itu ada di
dalam," kata Jupiter menjelaskan. "Begitu kita tahu mereka mendiami
tempat itu, kita tinggal mencari telepon umum dan menghubungi yang
berwajib."
Namun mereka kurang beruntung. Ketika mereka sampai di
gudang yang terbengkalai itu dan menyelinap hingga cukup dekat untuk mengintip,
mereka dengan segera melihat bahwa tempat itu kosong. Jupe memerintahkan untuk
mencari petunjuk di sekitar tempat itu. Mereka tidak menemukan apa-apa kecuali
jejak ban van menuju dan kemudian menjauhi bangunan itu, serta cat semprot yang
masih baru.
"Sepertinya kita kurang beruntung, Pertama," kata
Pete putus asa. Ia menendang sebutir kerikil dan memandang Jupe penuh harap.
Jika ada petunjuk di depan mata, Jupiter sepertinya selalu dapat menemukannya
sementara Pete dan Bob menyerah.
"Sepertinya kau benar, Dua," kata Jupe setuju.
"Kita harus mencoba pendekatan yang lain besok. Ada sesuatu tentang kasus ini yang
menggangguku namun sampai sekarang aku tidak tahu apa," katanya.
"Bagaimanapun juga, Malam Penghargaan tinggal dua hari lagi dan belum ada
yang memberi tahu bahwa kita tidak jadi diundang, maka sebaiknya sekarang kita
berkonsentrasi untuk acara itu. Terus terang, Dua, aku benar-benar
bingung!"
Pete menatap Jupe sambil mengangkat alis. Sungguh jarang
Jupiter Jones mengakui bahwa ia bingung!
BAB XI
JUPE MENARIK KESIMPULAN
Ketika Jupe tiba di rumah sore itu, ia berhenti untuk
memastikan bahwa pangkalan telah terkunci. Ia dapat melihat samar-samar cahaya
televisi dari pondok kecil yang didiami oleh Hans dan Konrad dan dapat
mendengar suara kedua bersaudara itu tertawa terbahak-bahak melalui sebuah
jendela yang terbuka. Sambil tersenyum Jupe menyeberang jalan menuju rumah
kecil tempat tinggalnya bersama paman dan bibinya.
Detektif gempal itu sedang tidak berselera dan hanya makan
sedikit, membuat paman dan bibinya heran. Sepanjang malam rentetan kejadian
minggu itu melintas di kepalanya dan ia berusaha menarik kesimpulan dari semua
itu. Ia merasa yakin ada suatu pola di balik kasus ini. Jika ia berusaha cukup
keras seharusnya ia bisa menemukannya.
Namun sementara matahari mulai tenggelam di kaki langit,
langit berubah abu-abu, dan bintang-bintang mulai bercahaya, pola itu tetap
tersembunyi. Setelah berulang kali membalik badan di tempat tidur, Jupe
akhirnya tertidur dengan kasus Trio Penyamar di dalam benaknya.
*****
Jupe tahu hari pasti telah pagi. Sebelum membuka mata, ia
telah dapat mencium harum sarapan daging dan telur yang sedang disiapkan Bibi
Mathilda di dapur di bawah. Ia berbaring di ranjang dan mengusap-usap matanya,
berusaha mengingat mimpi yang dialaminya sebelum terbangun.
Di dalam mimpi itu Bob berada dalam kesulitan, ia terjebak
di dalam sebuah peti mati dan berusaha menyelipkan secarik kertas berisi pesan
melalui sebuah retakan di penutup peti supaya teman-temannya tidak menguburnya
hidup-hidup. Jupe mengerutkan kening atas mimpi aneh itu dan turun dari
ranjang, berniat mengisi bahan bakar dengan sarapan yang lezat untuk memulai hari
yang baru ... dan untuk menggantikan makan malamnya yang tidak seberapa.
Ia berhenti sekonyong-konyong.
Jupe berkedip dan berdiri di kaki ranjangnya, mulutnya
terbuka.
Ia telah berhasil! Ia telah mendapatkan jawaban atas
teka-teki itu!
Sambil terburu-buru mengenakan pakaian, ia berlari ke bawah
dan meraih pesawat telepon.
"Demi Tuhan dan langit!" seru Bibi Mathilda.
"Jangan macam-macam sebelum kau mengisi perutmu, Jupiter Jones! Kau akan
mengkerut dan tertiup angin nanti kalau tulang-tulangmu itu tidak segera kau
beri daging!"
"Bolehkah aku menelepon dulu, Bibi Mathilda? Ini
mendesak sekali!" Jupe memohon.
Paman Titus memandang melalui bagian atas koran dan
bergumama kepada istrinya. "Permainan sedang berlangsung, Sayang. Biarlah
anak ini menelepon dan aku berani bertaruh uang lawan donat ia akan memakan
apapun yang kau hidangkan nanti."
Bibi Mathilda menggerutu dan kembali sibuk di dapur. Jupe
menyeringai ke arah pamannya dan mulai memutar nomor telepon Pete.
*****
Setengah jam kemudian anak-anak itu berkumpul di rumah Bob,
duduk di tepi ranjang teman mereka itu. Bob duduk berganjal beberapa bantal,
kakinya masih terbungkus penopang.
"Kupikir karena kau sedang tidak dalam kondisi yang
menguntungkan, kita harus mengadakan rapat di rumahmu, Bob," Jupe
menjelaskan.
"Jadi apa berita besarnya, Jupe?" kata Bob.
Mata Jupe berbinar-binar dan ia tersenyum-senyum senang.
"Aku telah memecahkan kasus ini!" katanya
mengumumkan. "Dan itu kulakukan dengan sedikit bantuan dari Bob!"
"Oh ya?" kata Bob. "Apa yang
kulakukan?"
"Bagaimana mungkin patahnya kaki Bob membantumu
memecahkan kasus ini, Jupe?" tanya Pete bingung.
"Bukan itu maksudku. Kejadiannya dalam mimpiku!"
seru Jupe. "Semalam aku bermimpi tentang Bob. Dalam mimpiku itu ia
terjebak di dalam sebuah peti yang sangat gelap. Sepertinya sebuah peti mati.
Ia berusaha memberi tahu kita bahwa ia ada di dalam dengan menyelipkan secarik
kertas melalui sebuah retakan. Aku merasa ada sesuatu yang sama sekali tak
asing lagi dengan situasi itu ... dan ketika aku terbangun, aku tahu!"
"Kau tahu apa?" desak Pete.
Bob merasa mengerti. "Kejadian itu terasa tidak asing
bagimu karena sudah pernah terjadi!" serunya.
"Tepat!" kata Jupe. "Hanya saja Bob tidak
terperangkap di dalam sebuah peti mati, melainkan sebuah peti penyimpan anggur!
Ketika aku teringat akan mimpi itu, semua potongan teka-teki seakan-akan
terjatuh ke tempatnya yang tepat! Toko roti yang dibobol itu adalah Pearl's
Bakery, Pearl ... mutiara. Toko peralatan itu adalah Green's ... hijau. Tempat
permainan itu adalah The Mineshaft ... lubang tambang. Toko minuman itu adalah
The Vineyard ... kebun anggur. Si polisi gadungan bernama Jensen ... dan ia
bahkan sempat menyebut Chinatown dan nama Chang. Nah, sekarang apa yang
menghubungkan mutiara, hijau, lubang tambang, kebun anggur, Chinatown, dan nama
Jensen serta Chang?"
Pete segera paham. "Misteri Hantu Hijau!"
jawabnya. Namun kemudian ia menggelengkan kepala dan menatap Bob dan Jupe
dengan putus asa. "Namun kau harus menjelaskannya kepadaku. Apa
hubungannya salah satu kasus lama kita dengan adanya seseorang yang berusaha
memfitnah kita?"
"Dua kata, Pete. Balas dendam!"
"Balas dendam? Maksudmu seseorang dari kasus lama itu
berusaha membalas kita?" seru Pete. "Menurutmu siapa, Pertama?"
"Biar kutebak!" kata Bob. "Pasti Jupe
menduga Mr. Won ... lelaki Cina misterius yang mengaku berumur seratus tujuh
tahun! Ia hendak membalas dendam karena kita menghancurkan Mutiara Hantu
terakhir!"
"Mr. Won? Sebuah nama yang tak ingin kudengar
lagi!" desah Pete. "Satu kasus saja cukup untuk lelaki itu."
"Hampir, Bob, namun tidak tepat," kata Jupe
dengan dramatis.
"Bukan Mr. Won?" tanya Bob. "Lalu menurutmu
siapa?"
"Memang semula kupikir juga Mr. Won ... ingat,
jambangan-jambangan yang dirusak di museum berasal dari Dinasti Won. Namun
demikian hal itu terlalu gampang dan balas dendam sepertinya bukan sifat Won.
Aku tak percaya ia mau bersusah payah demi tiga orang anak dari Rocky Beach.
Lagipula kita tidak menghancurkan kalung Mutiara Hantu dengan sengaja, hanya
kecelakaan."
"Baiklah, jika bukan Won lalu siapa?" tanya Pete.
Jupe mengangkat bahu seolah-olah bagi Pete dan Bob
jawabannya sejelas baginya. "Menurut deduksiku, petugas polisi yang
menggunakan nama Jensen itu menggunakan nama aslinya."
"Jensen!" seru Bob. "Mandor dari Verdant
Valley. Balas dendam sudah jelas merupakan sifatnya."
"Waduh!" kata Pete. "Ia tidak pernah
tertangkap sejak melarikan diri dari Hashknife
Canyon. Tapi apa yang
dilakukannya di sini di Rocky
Beach? Dan mengapa
setelah selama ini?"
Jupiter mengeluarkan sebuah kantung kulit kecil dari saku
depannya dan menuangkan isinya di ranjang Bob. "Itulah sebabnya aku
mengumpulkan ini," katanya dengan bangga. "Untuk menjebak Jensen dan
menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu!"
Pete dan Bob menatap isi kantung itu dengan mata
terbelalak. Di atas kasur Bob tergeletak setumpukan mutiara berwarna abu-abu
buram. Mutiara Hantu!
BAB IX
TRIO PENYELAMAT
PETE SANG PENYELAMAT
Sepertinya sudah berhari-hari sejak Bob didorong masuk ke
van di tempat parkir museum namun dengan melihat ke arlojinya Bob tahu bahwa hanya
beberapa jam telah berlalu. Tetap saja harapannya memudar secepat terbenamnya
matahari merah di garis cakrawala. Kira-kira sejam lagi hari akan gelap ...
suatu pikiran yang membuat jantung Bob berdebar kencang.
Di mana Pete? Apakah dia belum juga sadar bahwa alat
penjejak tertempel pada mobil yang berbeda? Tentulah ia akan kembali ke markas
dan melapor kepada Jupe. Jupe lalu akan kembali ke tempat kejadian dan dengan
cepat mengetahui apa yang telah terjadi!
Bob bangkit dan mulai berjalan mondar-mandir di ruangan
kecil itu. Sekonyong-konyong harapannya timbul kembali. Ia mendengar sesuatu di
luar jendela. Ia menahan nafas dan menunggu suara itu terdengar kembali.
Terdengar lagi! Suara logam berdenting diikuti sesuatu yang
bergeser pada suatu logam. Bob menjauhi dinding dan melihat ke atas ke arah
jendela.
Sebuah bayang-bayang wajah muncul di bagian luar kaca
jendela yang buram. Bob menghembuskan nafas lega. Pete mengintip melalui
jendela! Penyelidik Kedua menyeringai ke arah Bob lalu memberi isyarat agar
anak itu tidak bersuara sementara ia berusaha membuka daun jendela yang
berkarat. Jendela itu akhirnya terbuka, berderit seolah-oleh memprotes. Bob
menatap pintu dengan panik, lalu berpaling kembali ke arah Pete.
"Kau ada tali?" bisik Bob.
Pete menggelengkan kepala. "Lempar kemejamu ke
sini!" bisiknya. Bob bergegas membuka kemejanya dan melemparkannya ke
Pete, yang kemudian menghilang selama beberapa saat yang serasa berabad-abad.
Sementara menunggu Pete muncul kembali, Bob mendengar suara
lain. Suara pintu garasi yang besar terbuka. Penculiknya telah kembali!
"Pete!" bisiknya. "Pete, cepat!"
Kemudian Bob mendengar suara langkah. "Ada yang
datang!" desisnya. Langkah-langkah itu semakin dekat ... di mana Pete?
Tepat pada saat itu kepala Pete muncul kembali di jendela. Ia telah merobek
kemeja Bob dan kemejanya sendiri menjadi beberapa helai kain memanjang dan
mengikat potongan-potongan itu menjadi semacam tali. Ia melemparkan tali itu
melalui jendela dan Bob menangkapnya tepat pada saat pintu ruangan itu terbuka!
"Oh, kupu-kupu mengepakkan sayapnya, eh?" kata si
orang Asia. Lelaki pendek itu menyerbu masuk sementara Pete menarik tali itu.
Lelaki itu menangkap kaki Bob tapi tidak berhasil menahannya karena Bob
menendang-nendang dengan liar sambil memanjat.
Ketika Bob memanjat keluar melalui ambang jendela, ia
melihat bahwa Pete telah menumpukkan beberapa drum minyak sehingga ia dapat
mencapai jendela. Ia menjejakkan kaki di atas drum itu dan memandang ke dalam
ruangan. Si pria Asia telah menggenggam tali itu dan mulai memanjat. Ketika ia
telah dekat dengan jendela, Pete melepaskan tali dan meloncat turun. Terdengar
suara berdebam dengan jatuhnya lelaki Asia itu ke lantai.
Pete mendarat di tengah kepulan debu, diikuti oleh Bob.
"Ahhh!" seru Bob.
Rasa nyeri merambati kaki kanannya, membuat Bob menahan
nafas. Beberapa waktu yang lalu Bob pernah dengan bodohnya mencoba memanjat
tebing di dekat Rocky Beach seorang diri. Ia terjatuh dan kakinya patah di
tempat yang tak terhitung banyaknya -- demikian menurut Dokter Alvarez. Sejak
saat itu ia terpaksa menggunakan penopang sampai kakinya cukup kuat untuk
dipakai berjalan lagi. Meskipun sudah berbulan-bulan ia tidak lagi mengenakan
penopang itu, nampaknya Bob telah membebani bekas patahan di kakinya terlalu berat
ketika ia meloncat dari atas drum. Pete berlari mendekat dan dengan tangannya
menopang Bob.
"Kau tak apa-apa?" tanyanya sambil memandang ke
arah jendela. "Bisa berjalan?"
Bob menggertakkan giginya. "Yah, tapi tidak
jauh-jauh."
"Sepedaku kusembunyikan di semak-semak tidak terlalu
jauh dari sini. Kira-kira kau bisa mencapainya?"
Bob nampak membulatkan tekad. "Kita coba saja!"
katanya keras kepala.
Pete tersenyum dan membantu temannya tertatih-tatih secepat
yang ia bisa ke sepedanya, selama ini terus-menerus memandang ke belakang untuk
melihat kalau si pria Asia mengejar mereka. Ketika mereka tiba di tempat sepeda
Pete, ia menyuruh Bob duduk di setang sementara ia mengayuh secepat-cepatnya
menuju Jones Salvage Yard.
"Bagaimana kau menemukanku?" tanya Bob lega.
"Apakah kau mengikuti jejak dari alat penjejak?"
Pete menceritakan bagaimana ia nyaris tidak berhasil kabur
dari Leo Magellan dan si petugas keamanan. "Aku tidak bisa kembali ke
museum sampai mereka pergi!" katanya. "Ketika aku kembali, aku tidak melihat
jejak dari tempat mobil Magellan diparkir tadi. Aku tahu kau takkan pergi tanpa
alasan jelas, jadi aku mengikuti firasatku, mencari-cari di sekeliling tempat
parkir hingga kutemukan jejak itu. Kuikuti sampai kemari. Kau beruntung, aku
langsung menemukanmu pada jendela pertama!"
"Wah, pekerjaan yang bagus, Pete!" kata Bob
kagum. "Tunggu sampai kita telah kembali ke pangkalan dan bercerita kepada
Jupe tentang petualangan yang dilewatkannya sementara ia menunggui
telepon!"
Matahari sedang terbenam ketika Pete mengayuh sepedanya
melewati gerbang besi besar di pangkalan. Konrad menyuruh mereka menuju bengkel
Jupe, tempat Jupe marah-marah sejak kepergian mereka.
"Jupe sedang kesal," kata Konrad memperingatkan.
"Sebaiknya hati-hati, jangan sebut-sebut tentang pekerjaan," ia
tersenyum. Menurutnya tidak ada anak Amerika yang bekerja lebih keras daripada
dia."
Anak-anak itu tertawa dan bisa menebak apa yang telah
terjadi. Bibi Mathilda telah memojokkan Jupe dan menyuruhnya mengerjakan salah
satu proyeknya yang tidak habis-habis, menumpuk, memilah-milah, mengatur, dan
memperbaiki barang bekas! Pete mengayuh sepedanya menuju bengkel Jupe, Bob
masih tetap duduk di setang. Mereka menemukan teman mereka yang gempal itu
sedang duduk dengan muram di sebuah kursi lipat, memandangi lampu khusus di
atas mesin cetak yang akan menyala jika ada yang menelepon ke markas.
Jupe mengangkat mukanya ketika melihat teman-temannya
datang dan segera menyadari bahwa Bob terpincang-pincang. Rasa cemas merambati
wajahnya. "Kau cedera! Apa yang terjadi? Ada masalah?"
"Bisa dibilang demikian," kata Pete.
"Sementara kau terjebak di sini, bekerja setengah mati
untuk Bibi Mathilda, kami menemukan kepingan baru untuk teka-teki ini,"
kata Bob bercanda. "Seandainya saja Bibi Mathilda dan Paman Titus
menyuruhmu bekerja lagi besok, Pete dan aku pasti sudah berhasil memecahkan
kasus ini!"
Tapi Jupe nampak sangat serius. "Kau mencederai
kembali kakimu, Data. Kita harus membawamu ke rumah sakit dengan segera!"
Bob terpaksa setuju. Ia sangat ingin memberi tahu Jupe
tentang hari menarik yang mereka lalui namun ia harus mengakui bahwa kakinya
benar-benar sakit. "Sepertinya kau benar," ia mengangkat bahu.
"Tapi kami akan menceritakan apa yang terjadi selama di jalan."
"Setuju," kata Jupe. "Aku harus menelepon
dari markas, setelah itu akan kuminta Paman Titus mengantarkan kita ke rumah
sakit. Sementara itu kau menelepon orangtuamu dari rumah dan memberi tahu apa
yang terjadi."
Beberapa saat kemudian kedua anak itu telah
berdesak-desakan di dalam pick up pangkalan, Bob duduk di pangkuan Pete. Jupe
telah meminjami mereka dua kemeja miliknya, kemeja-kemeja itu begitu besar
sehingga kedua anak itu nampak kocak.
Tanpa merasa terganggu, mereka menceritakan petualangan
mereka hari itu kepada Jupe, memastikan mereka tidak melupakan fakta bahwa ada
seseorang bernama Jensen yang bekerja di museum dan bahwa beberapa jambangan
dari Dinasti Won telah dicemari dengan tanda tanya.
"Dan kau yakin bahwa orang yang menculikmu bukanlah
orang yang mengeluarkanmu dari van?" tanya Jupe.
"Positif," jawab Bob. "Penculikku berbadan
besar, sangat kuat. Yang mengeluarkanku bertubuh kecil dan pendek, orang Asia.
Jelas bukan orang yang sama."
Jupe nampak hanyut dalam pikiran ketika Konrad memarkir
kendaraan di depan pintu rumah sakit. "Kita telah tiba," kata Konrad.
"Akan kugendong Bob ke dalam."
"Tidak perlu, Konrad, tidak separah itu," protes
Bob.
"Tidak, Bob, kau tidak boleh berjalan. Kugendong kau
sekarang," kata lelaki Bavaria bertubuh besar itu dengan tegas.
Ketika anak-anak itu memanjat keluar, mereka melihat sebuah
sedan abu-abu berhenti di samping pick up. Yang datang adalah Worthington,
supir pribadi anak-anak. Beberapa waktu yang lalu Jupiter telah memenangkan hak
menggunakan sebuah Rolls-Royce bersepuh emas dari Rent-'n-Ride Auto Rental
Company dalam sebuah kontes yang mereka sponsori. Termasuk dalam hadiah itu
adalah seorang supir cakap berkebangsaan Inggris bernama Worthington. Selama
beberapa kasus yang mereka tangani, Worthington menyukai ikut serta dalam penyelidikan
anak-anak itu dan kini menganggap dirinya penyelidik keempat tidak resmi. Supir
Inggris bertubuh langsing itu bergegas menggabungkan diri.
"Master Andrews, Anda cedera!" serunya.
"Tidak parah, Worthington," kata Bob. "Hanya
salah mendarat dan terlalu membebani kakiku."
"Biarlah Dokter Alvarez yang menilainya," kata Worthington serius.
Mereka masuk ke lobi tempat Dokter Alvarez dan orangtua Bob telah menunggu.
Sementara Konrad menggendong Bob untuk tes sinar X, Jupiter mengusap rambutnya
dan menggeleng-geleng dengan kesal. "Aku merasa bertanggung jawab atas
cederanya Bob," katanya. "Seharusnya aku saja yang pergi dan Bob
menunggui telepon."
"Kau tidak boleh menyalahkan dirimu, Pertama,"
kata Pete. "Sudah berapa kali kita menghadapi situasi yang tidak
mengenakkan ketika menangani kasus? Kau sendiri pernah cedera, aku juga. Bob
akan segera normal kembali."
"Master Crenshaw benar sekali," kata Worthington. "Anda
tidak sepatutnya merasa bersalah. Ada
sebuah kasus yang menyangkut reputasi Anda untuk dipecahkan, kecuali saya
benar-benar salah, Master Andrews pasti ingin Anda melanjutkan
penyelidikan."
"Kurasa kau benar," desah Jupe. "Tidak ada
gunanya menyesali yang telah terjadi. Kau menemukan sesuatu, Worthington?"
"Menemukan?" tanya Pete. "Menemukan
apa?"
"Kau dan Bob bukan satu-satunya yang menyelidik hari
ini. Ketika kalian berada di museum, aku menelepon beberapa orang, salah
satunya Worthington,
yang bersedia membantu kita melakukan suatu penyelidikan. Baiklah, Worthington, apa yang kau
temukan?"
Worthington mengusap dagunya dan berdehem. "Saya khawatir, Master Jones
... sepertinya kesimpulan Anda benar-benar salah!"
BAB VIII
TRIO PENYAMAR
TIDAK ASING LAGI TERHADAP BAHAYA
Bob menyaksikan Pete memasuki museum, lalu berjalan ke arah
sedan hitam milik Leo Magellan di tempat parkir. Ia hendak menaruh alat
penjejak. Kira-kira sepuluh meter lagi Bob akan sampai ketika tiba-tiba sebuah
tangan membekap mulutnya dan sebuah suara kasar berbisik di telinganya,
"Jangan ribut, nak, atau akan kupatahkan lehermu!"
Bob merasa tubuhnya diseret dengan kasar ke arah sebuah van
tua berwarna putih. Van itu dipenuhi karat, pintu belakangnya terbuka seperti
sebuah mulut yang lapar hendak menelan Bob! Ia meronta-ronta namun lelaki itu
terlalu kuat. Putus asa, Bob menghentakkan dagunya ke atas dan menggigit tangan
penyerangnya sekeras-kerasnya. Lelaki itu mengerang kesakitan. Bob berteriak
sekuat-kuatnya.
"Tolong! Penculik! Tolong!"
Ia berusaha melepaskan diri. Namun penculiknya terlalu
cekatan dan meremas pergelangan tangan Bob seperti penjepit. Bob meringis
kesakitan.
Ia hanya punya beberapa detik untuk menyusun rencana.
Seperti biasa ia berusaha memikirkan apa yang akan dilakukan Jupe jika berada
dalam situasi yang sama. Tanpa ragu-ragu, Bob melemaskan tubuhnya dan
berpura-pura pingsan, ia melorot ke jalan. Diam-diam ia menempelkan alat
penjejak ke bemper van itu dan mengaktifkannya. Ia dan Pete sering kali
menggoda Jupe karena ia terlalu pintar namun mereka sering kali pula harus
berterima kasih atas penemuan-penemuan Jupe.
Ketika penculiknya meraih bajunya dan melemparkannya dengan
kasar ke bagian belakang van, Bob berusaha mengintip wajah penyerangnya melalui
kelopak matanya. Pria misterius itu mengenakan masker ski namun Bob dapat
melihat bahwa tubuhnya besar dan berotot.
Pintu dibanting hingga tertutup dan Bob berada di dalam
kegelapan di dalam van. Ia dapat merasakan bahwa ia terbaring di atas terpal
dan ada beberapa kotak yang sepertinya berisi peralatan di sekitarnya. Detektif
yang bertanggung jawab atas catatan dan riset itu bergegas meraba-raba isi
kotak-kotak itu, berusaha mencari sesuatu untuk digunakan sebagai senjata atau
alat pencongkel pintu.
Ia hanya dapat berharap bahwa Pete akan melihat jejak yang
ditinggalkannya dan menebak apa yang telah terjadi. Tapi Bob segera menyadari
bahwa Pete akan mencari jejak dari mobil Magellan. Bob merasa panik. Mungkinkah
Pete mengetahui bahwa Bob telah menempelkan alat penjejak pada mobil yang lain?
Ia memaksakan dirinya untuk tenang. Jupe selalu mengatakan bahwa kehilangan
akal sehat dalam situasi tertekan adalah hal paling buruk yang bisa dilakukan
seseorang!
Tetap tenang adalah kuncinya. Dan lagipula, Bob Andrews
tidak asing lagi terhadap bahaya. Ini bukanlah kali pertama ia terjebak.
Sebelum ini ia selalu berhasil keluar dari situasi bahaya dan ia akan keluar
dari yang saat ini dihadapinya pula ... seandainya saja ia bisa tetap tenang.
Setelah berhasil meyakinkan dirinya, Bob kembali
mencari-cari dengan sikap yang berbeda. Tangannya menemukan suatu alat yang
terasa seperti sebuah kunci pas besar. Ia merasa bisa tersenyum. Nanti jika
penjahat itu membuka pintu, ia akan mendapatkan kejutan besar!
Bob merasa van itu melambat. Hatinya berdebar kencang.
Mobil itu terasa mendaki, kembali ke posisi rata, dan berhenti. Bob mendengar
pintu terbuka dan tertutup kembali, kemudian langkah-langkah menuju pintu
belakang van. Ia menggenggam senjatanya erat-erat dan bersiap untuk bertempur!
Pintu van itu tiba-tiba terbuka dan cahaya terang menimpa
mata Bob ketika ia mengayunkan senjatanya sambil keluar.
Namun Bob merasa hatinya mengkerut ketika melihat bahwa
penculiknya mempunyai refleks secepat kilat dan menguasai suatu ilmu bela diri.
Penculik itu menangkap kunci pas yang terayun dengan tangan
kosong dan merampasnya dari genggaman Bob hampir-hampir tanpa usaha. Kemudian
kakinya terayun seperti kilat dan menyapu kaki Bob. Bob terjatuh berdebam,
nafasnya serasa terputus.
Selagi ia berusaha menarik nafas, ia menyadari sesuatu.
Orang ini sangat kecil. Orang yang menculiknya bertubuh besar dan berotot. Pasti
ini rekannya!
Setelah matanya terbiasa akan cahaya, ia melihat bahwa ia
berada di sebuah garasi di depan sebuah gudang yang terbengkalai. Cahaya
matahari lenyap ketika pintu garasi yang besar tertutup. Seorang lelaki Asia
bertubuh kecil, kira-kira setinggi Bob, berdiri di hadapannya. Lelaki itu
mengenakan pakaian hitam, ia menyeringai keji, menampakkan gigi-gigi yang
kuning dan tidak rata.
"Kupu-kupu terjebak di sarang laba-laba," katanya
dengan bahasa Inggris yang buruk. "Kini kita menunggu laba-laba untuk
kembali." Lelaki Asia itu tertawa kejam dan mendorong Bob melalui suatu
koridor ke sebuah ruangan kecil dengan tulisan "Kantor" di pintunya.
Ruangan itu benar-benar kosong.
Si pria Asia menggenggam
pundak Bob, membuatnya berhenti. Tanpa berkata-kata ia meletakkan sebuah kaleng
cat semprot ke dalam genggaman Bob dan dengan cepat menariknya kembali. Bob
lalu didorong masuk dengan kasar ke dalam ruangan itu, pintu terbanting
tertutup di belakangnya. Bob tidak perlu lama-lama berpikir untuk menyadari mengapa
si pria Asia memberinya sebuah kaleng cat
semprot dan mengambilnya lagi. Dinding-dinding ruangan itu penuh dengan lukisan
cat semprot. Tepatnya, tanda tanya! Dan kini sidik jarinya ada di kaleng cat!
Bob Andrews menyadari sulitnya situasi yang dihadapinya dan
tanpa membuang waktu lagi mulai memeriksa tempat ia terkurung. Dinding ruangan
itu menjulang ke langit-langit setinggi lima
meter. Satu-satunya jendela terletak tiga meter di atas lantai, di luar
jangkauan Bob. Lantainya sendiri dari beton dan tanpa retakan. Sepertinya tiada
harapan bagi Bob dan ia terduduk di lantai, merasa kalah.
BAB VII
TRIO PENYAMAR
LELAKI PEMBENCI ANAK-ANAK
Hari telah siang ketika Bob mengayuh sepedanya kembali ke
Jones Salvage Yard. Dengan gesit ia meloncat turun dari sepedanya dan
mencungkil sebuah mata kayu yang terdapat pada salah satu papan pagar. Ia
memasukkan jarinya ke dalam lubang dan menarik tuas yang membuka Gerbang Hijau
Satu dan masuk ke bengkel Jupe di pojok pangkalan. Pete dan Jupe sudah berada
di sana.
"Siap berangkat?" tanya Bob.
"Aku tidak mengerti mengapa aku yang harus bicara
dengan orang ini!" gerutu Pete. "Bob lebih baik daripada aku dalam
hal-hal seperti ini!"
Jupe sedang sibuk memasukkan sebuah kaset ke dalam alat
perekam kecil. "Suatu latihan yang bagus, Dua," katanya,
"pokoknya kau ingat saja untuk berdiri tegak, bicara dengan lambat dan
jelas, dan bersikap seperti seorang dewasa menghadapi situasi semacam ini."
"Tapi apa yang harus kutanyakan kepadanya?" seru
Pete, mengusap rambutnya dengan gugup.
Jupiter bersandar pada mesin cetak dan berpikir selama
beberapa saat, memikirkan apa yang akan dikatakannya jika ia berada dalam
situasi itu. Akhirnya ia menganggukkan kepala.
"Bilang saja, 'akhir-akhir ini banyak terjadi
pencurian di daerah Rocky Beach ... apakah Anda sebagai seorang direktur museum
khawatir karenanya, Mr. Magellan?' ... lalu lihat apa reaksinya. Lanjutkan
dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu dan lihat apa yang terjadi," Jupe
menjelaskan dengan sabar. "Jika ia bereaksi -- dugaanku -- dengan penuh
emosi, kita akan punya cukup bahan di dalam kaset ini untuk menuntaskan kasus
ini sebelum matahari terbenam!"
"Aku masih tidak mengerti mengapa Bob mendapat tugas
yang gampang!" Pete menggerutu.
"Dalam kasus berikutnya aku akan mengambil tugas yang
kotor," Bob tertawa sambil mendorong sepedanya keluar melalui jalan
rahasia yang sama. "Sekarang, mari kita pergi!"
"Aku selalu siap di samping telepon seandainya terjadi
sesuatu," seru Jupe.
Bob mengangguk dan kedua detektif itu mengayuh sepeda
mereka menuju museum kesenian. Mereka baru beberapa blok dari pangkalan ketika
Bob menoleh ke arah Pete dengan raut wajah serius.
"Ada apa?" tanya Pete.
"Mungkin aku salah," kata Bob, "tapi
sepertinya ada yang membuntuti kita!"
"Mana?" tanya Pete gugup. Sudah lama ia belajar
dari Jupe bahwa sebagai seorang detektif mereka tidak boleh menoleh ke belakang
untuk melihat apakah ada yang membuntuti ... itu sama saja memberi tahu yang
membuntuti bahwa mereka tahu. Ia menunggu Bob memastikan kecurigaannya.
"Sebuah mobil hitam, kira-kira satu blok di belakang
kita," kata Bob. "Aku menyadarinya ketika kita meninggalkan pangkalan
tadi."
"Apakah sebaiknya kita lakukan aksi ban kempis?"
Bob mengangguk setuju. Aksi ban kempis adalah hasil rekaan
Jupe untuk menghadapi situasi semacam ini. Pete menghentikan sepedanya dan
meloncat turun sementara Bob berputar dan menunggunya memeriksa bannya. Pete
memeriksa jeruji roda dan menekan-nekan ban depannya beberapa kali,
memeriksanya dengan seksama, memberi kesempatan kepada Bob untuk melihat dengan
jelas mobil hitam yang misterius itu.
"Kurasa ia tahu," kata Bob muram. "Ia
berbelok di persimpangan. Marilah berharap ini hanya kebetulan."
*****
Beberapa menit kemudian kedua anak itu tiba di sebuah jalan
dengan pepohonan di tepinya. Pemandangan dari jalan itu sungguh mengagumkan,
sebuah bangunan besar dari batu dengan banyak pilar marmer. Sebuah air mancur
yang sangat besar dengan dua malaikat terdapat di depan museum. Spanduk-spanduk
berbagai warna mengumumkan pameran yang sedang berlangsung. Bob sangat menyukai
museum. Ia dan Jupe sering mengunjungi beberapa museum kala sedang tidak ada
kasus. Sebaliknya, Pete lebih memilih olahraga daripada seni dan hanya berkunjung
ke museum jika ada perlu. Jika tidak ada apa-apa ia lebih suka berselancar atau
menonton bisbol dengan ayahnya. Pete tidak dapat menemukan sesuatu yang lebih
membosankan daripada sebuah museum!
Sambil berjalan mendekati anak tangga besar berwarna putih
yang menuju ke pintu depan, Bob berbisik kepada Pete.
"Pete, lihat!"
Pete menatap ke arah yang ditunjuk Bob. Leo Magellan berada
di tempat parkir museum, sedang keluar dari mobilnya.
Sebuah sedan hitam!
Direktur museum itu memasukkan kunci ke dalam sakunya dan
bergegas menuju pintu samping museum. Ia nampak sangat kesal dan sambil
berjalan ia bergumam kepada dirinya sendiri.
"Aku ingin tahu, ke mana ia pergi sesore ini?"
tanya Pete keras. "Apakah menurutmu itu mobil yang sama, Data?"
Bob ragu-ragu. "Sukar dikatakan. Mirip memang."
"Mari segera kita selesaikan tugas ini," desah
Pete.
Bob mendorong sepedanya menuju tempat parkir dan
mengeluarkan alat penjejak dari keranjang yang terdapat di sepedanya. Pete
memarkir sepedanya dan berjalan menuju pintu depan museum. Pete berhenti di
anak tangga teratas dan berbalik menatap Bob. Bob memberi senyum yang
menenangkan dan jempol teracung. Pete menarik nafas panjang.
"Lakukan apa yang akan dilakukan Jupiter,"
katanya pada dirinya sendiri. Ia menekan tombol perekam pada alat perekam yang
dibawanya dan memasuki museum.
Di dalam ruangan yang besar suasana begitu sunyi seperti
sebuah kuburan. Tulang belulang seekor Tyrannousaurus Rex yang nampak ganas
menatap Pete dengan lapar sementara Penyelidik Kedua mencari Leo Magellan.
Remaja berbadan tinggi itu menelan ludah dan berjalan dengan cepat. Ternyata ia
tidak perlu bersusah payah mencari direktur museum yang pemarah itu, ia cukup
mengikuti pendengarannya. Dari suatu tempat di lantai dua terdengar suara Magellan
berseru marah kepada seseorang, suaranya yang tinggi bergema di dalam museum.
Pegangan tangga yang terbuat dari kayu oak terdapat pada
salah satu sisi tangga. Sambil mengusap keringat di dahi, Pete meraihnya dan
mulai menaiki tangga.
"Anak-anak!" seru Magellan. "Pasti anak-anak
yang telah melakukannya! Dan kau menganggap dirimu petugas keamanan!" Pete
mengitari sebuah sudut dan melihat Leo Magellan menggoyang-goyangkan jarinya di
hadapan seorang lelaki dengan seragam dan rambut terpotong pendek. Di pinggangnya
tergantung sepucuk pistol. Magellan adalah seorang lelaki yang sangat pendek
dengan alis lebat berwarna hitam. Ia berteriak-teriak kepada si petugas
keamanan yang mukanya memerah.
"Kita harus segera mengganti tali pembatas dengan
sesuatu yang lain untuk menjaga agar para perusak itu tidak mendekati
barang-barang yang dipamerkan! Untuk apa kugaji kau?"
Pete mendengar si petugas keamanan menggeramkan suatu
jawaban dengan marah. "Bukan waktu dinasku! Jensen yang berada di lantai
ini semalam!"
Jensen!
Pete berpikir keras. Nama itu lagi! Pete berdehem dan
mendekati direktur museum yang sedang marah itu.
"Maaf, sir," Pete memulai.
"Nah, ini pastilah salah seorang dari mereka! Tangkap
dia!" seru Magellan. Petugas keamanan berbadan besar itu mulai melangkah
ke arah Pete.
"Tolonglah, sir, saya hanya hendak menanyakan beberapa
hal," katanya memohon.
"Lantai dua ini sudah di luar batas, nak. Kusarankan
kau segera pergi sebelum aku memanggil polisi," kata si petugas keamanan.
"Kecuali, tentu saja, jika kau datang untuk mengaku."
"Apakah ada yang merusak benda-benda museum,
sir?" tanya Pete, berusaha bersikap sedewasa mungkin.
"Seolah-olah kau tidak tahu," dengus Magellan.
"Zaman sekarang anak-anak nakal akan melakukan apapun demi kesenangan
mereka!" keluhnya. "Tapi aku tidak mengerti mengapa ada orang yang
sampai hati menggambarkan tanda tanya pada jambangan dari Dinasti Won dengan
cat semprot! Museum harus mengeluarkan banyak biaya untuk memperbaikinya!"
Magellan mengacungkan jarinya ke arah Pete. "Siapa namamu, nak?"
serunya, matanya yang lebar menyipit. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Pete mulai berjalan mundur menuju tangga. Ia tidak suka
arah pembicaraan ini. "Saya dengar se-- seruan ...," katanya
tergagap. "Saya perlu bi-- bicara dengan Anda, sir."
Museum direktur yang pemarah dan petugas keamanan yang
bertubuh besar itu mendekati Pete. Anak itu tidak membuang waktu lagi. Pete
berbalik dan duduk di pegangan tangga yang terbuat dari oak dan meluncur turun
sejauh lima
meter ke lantai satu. Kakinya sudah mulai berlari sebelum menyentuh lantai.
Kedua lelaki itu berlari menuruni tangga mengejar Pete
namun sementara itu Penyelidik Kedua yang atletis itu telah berada di luar
pintu dan berlari menuju sepedanya.
"Bob!" panggilnya. "Data ... di mana kau?"
Tapi Bob tidak nampak batang hidungnya. Pete bergegas menuju tempat mereka
memarkir sepeda.
Sepeda Bob hilang!
BAB III
TRIO PENYAMAR
PENCURIAN KEDUA!
Pete Crenshaw bangun pagi-pagi sekali dan memerangi kabut
California yang tebal untuk memotong rumput di halaman tetangganya. Ia tidak
terlalu suka akan tugas membuntuti Skinny Norris dan mobilnya berkeliling Rocky
Beach dengan sepeda. Tapi Pete adalah yang paling atletis dari ketiga anak itu,
jadi dialah yang selalu mendapat tugas seperti ini. Namun demikin pagi ini Pete
beruntung. Mobil Skinny Norris tidak pernah meninggalkan rumah orang tuanya
sepanjang pagi. Sekarang hari telah siang dan dari tempat persembunyiannya di atas
pohon elm besar di seberang jalan, Pete, dengan teropong ayahnya, hanya melihat
muka Skinny yang berbintik-bintik mengintip melalui tirai dengan gelisah dari
waktu ke waktu. Pete merasa Skinny nampak cemas dan ia mengingatkan diri untuk
melaporkan hal ini kepada Jupe. Ia memasukkan teropong ke dalam kotaknya dan
turun dari pohon.
*****
Matahari tengah hari yang panas telah menghabisi sisa-sisa
kabut pagi ketika Pete meluncur di atas sepedanya masuk ke Jones Salvage Yard.
Hans dan Konrad, kedua pekerja pangkalan asal Bavaria, sedang membuka terpal
penutup truk pangkalan dan melihat-lihat isinya.
"Hi, Konrad. Hi, Hans."
"Hi, Pete," kata Konrad.
"Kau mencari Jupe?" tanya Hans.
"Ia tak ada di sini?" tanya Pete heran.
"Katanya ia harus bekerja seharian!"
"Ia tidak kelihatan sepanjang pagi, Pete. Bob ada di
sini," jawab Konrad.
"Baiklah. Terima kasih ya."
"Sama-sama, Pete," balas kedua bersaudara itu
dengan riang.
Pete menaiki sepedanya mengelilingi tumpukan barang bekas
hingga ia tiba di bengkel Jupe. Sepeda Bob tersandar di mesing cetak tua yang
telah diperbaiki oleh Jupiter. Pete menyandarkan sepedanya ke sepeda Bob dan
merangkak di bawah mesin cetak. Ia menyingkirkan potongan terali yang
seolah-olah tersandar begitu saja pada sebuah pipa tua berdiameter besar dan
merangkak masuk. Ini adalah pintu masuk ke Lorong Dua. Pipa itu memanjang
beberapa meter, sebagian berada di bawah tanah. Anak-anak itu telah meletakkan
potongan karpet di bagian bawah di dalam pipa sehingga lutut mereka
terlindungi. Pete tiba di pintu yang membuka ke atas, ke lantai markas,
mengetuk dengan kode khusus, dan masuk.
Bob Andrews sedang sibuk bekerja di lemari arsip. Dengan
sebatang pensil di sela-sela giginya it menggumamkan halo kepada Pete.
"Kau lihat Jupe?" tanya Pete.
"Tidak kelihatan sepanjang pagi," gumam Bob.
"Waduh, menurutmu ...." Pete terpotong oleh
dering telepon. Kedua anak itu saling berpandangan selama beberapa saat.
Telepon itu jarang berdering dan jika ia berdering, biasanya untuk sesuatu yang
penting. Bob menjatuhkan pensil di mulutnya dan menjawab dengan suaranya yang
paling profesional.
"Trio Detektif, dengan Bob Andrews."
"Data!" Ternyata Jupiter dan ia terdengar
terburu-buru. "Pete ada?"
"Dia baru saja datang. Di mana kau?"
"Nyalakan pengeras suara!" perintah Jupiter.
Pengeras suara yang dimaksud adalah sebuah mikrofon dan
speaker yang telah dihubungkan oleh Jupiter sehingga mereka bertiga dapat ikut
serta dalam pembicaraan di telepon. Bob menyalakannya dan memegang gagang
telepon di depan mikrofon.
"Silakan, Pertama," kata Bob.
"Keadaan darurat! Gampang Tiga! Kelana Gerbang Merah!
Green's Hardware Store! Segera! Hati-hati!" Dan tiba-tiba Jupiter
memutuskan hubungan. Bob dan Pete saling berpandangan seolah-olah terhipnotis
oleh nada sambung di telinga mereka.
"Apa itu tadi?" tanya Pete.
"Aku tidak yakin tapi sebaiknya kita ikuti saja
perintahnya!" seru Bob. "Ayo!"
Pete dan Bob berdesak-desakan keluar melalui Gampang Tiga.
Gampang Tiga adalah sebuah pintu besar yang masih menempel pada bingkainya dan
seolah-olah tersandar begitu saja pada suatu tumpukan barang rongsokan. Kalau
dibuka dengan sebuah anak kunci berkarat yang tersembunyi, pintu itu membuka ke
sebuah ketel raksasa, yang kemudian menuju ke markas.
Diam-diam mereka mengambil sepeda dan menuju Kelana Gerbang
Merah. Bertahun-tahun yang lalu beberapa pelukis Rocky Beach telah melukisi
pagar yang mengelilingi pangkalan barang bekas sebagai tanda terima kasih
mereka kepada Titus Jones yang sering kali memberi mereka benda-benda yang
mereka butuhkan secara cuma-cuma. Salah satu lukisan di bagian belakang
menampilkan kebakaran besar yang terjadi di San Fransisco. Seekor anjing kecil,
yang diberi nama Kelana oleh anak-anak, dengan sedih menatap rumahnya yang
dimakan api. Jupiter merancang sebuah sistem sedemikian sehingga jika mata
Kelana ditekan, tiga papan pagar akan membuka ke atas. Mereka biasanya
menggunakan pintu masuk ini jika ingin ekstra hati-hati agar tidak terlihat
oleh Bibi Mathilda.
Bob dan Pete membiarkan Kelana Gerbang Merah tertutup dan
mengebut sepeda mereka melalui jalan setapak di rumput, menuju ke daerah
perbelanjaan di tengah kota Rocky Beach.
"Mungkinkah kita diawasi?" tanya Bob dengan cemas
di sela-sela nafasnya yang memburu.
"Mungkin saja," jawab Pete suram. "Kita
harus tetap berjaga-jaga dan jangan sampai dibuntuti!"
Mereka selalu mengambil jalan-jalan kecil dan
lorong-lorong, berulang kali melihat ke belakang ke arah mobil-mobil yang
mereka curigai membuntuti mereka. Beberapa menit kemudian mereka tiba di
Green's Hardware Store. Jupiter dan Chief Reynolds berdiri di depan toko.
Jupiter sedang mondar-mandir, mencubiti bibir bawahnya, dan nampak berpikir
keras sekali. Raut muka Chief Reynolds nampak suram.
"Hei, Jupe, ada apa ini?" tanya Pete,
tersengal-sengal.
"Ada yang membobol toko peralatan ini?" tanya
Bob, membenarkan letak kacamatanya di atas hidungnya yang berkeringat.
Jupiter tidak mengacuhkan pertanyaan itu dan balik menanyai
Bob. "Data, apakah kau kemarin langsung pulang ke rumah dari
pangkalan?"
"Tentu saja, Jupe. Ada apa?"
"Apakah sepedamu kau kunci pada malam hari,
Robert?" tanya Chief Reynolds.
"Wah, tidak," jawab Bob, terheran-heran.
"Sepeda selalu kuparkir di halaman rumah kami. Ada apa sih?"
"Masuklah, Anak-anak," kata Chief Reynolds dengan
serius, mendahului masuk melalui pintu depan.
"Kau benar, Bob. Green's Hardware Store dimasuki
pencuri semalam. Lihatlah sendiri. Tapi ingat, ini tempat kejadian perkara,
jangan sentuh apa pun!" perintahnya.
Hal pertama yang mereka lihat adalah seutas tali plastik di
tengah ruangan yang menjuntai dari sebuah jendela di langit-langit yang tinggi.
"Seperti kalian lihat, jendela itu sangat kecil,"
kata Jupiter sementara mereka menghampiri tali tersebut. "Hampir terlalu
kecil untuk seorang lelaki dewasa ... tapi sangat pas untuk seorang anak."
"Kedengarannya tidak terlalu menyenangkan!"
dengus Bob.
"Berikutnya," lanjut Jupiter, seolah-olah sedang
memberikan kuliah di kelas, "di bagian bawah tali ini kita temukan
bekas-bekas yang sepertinya berasal dari kapur berwarna biru."
"Oh, tidak!" keluh Bob.
"Dan sekarang, coba alihkan perhatian kalian ke kaca
jendela di langit-langit ...," Jupiter menyuruh, menunjuk ke arah
langit-langit.
"Sebuah tanda tanya!" seru Bob dan Pete serempak.
Hampir-hampir mereka tidak dapat mempercayai penglihatan
mereka. Di kaca jendela, sepuluh meter di atas kepala mereka, tergambar sebuah
tanda tanya besar berwarna hijau. Tanda khusus Trio Detektif!
"Jupe! Chief! Kalian harus percaya padaku!" kata
Bob memelas, matanya terbelalak. "Aku tidur nyenyak sekali semalam! Di
rumah! Di ranjangku! Dan seandainya aku ada di sana sekarang!"
Jupiter tidak menanggapi kata-kata Bob. "Bekas ban
sepedamu terlihat di atas lumpur, menuju ke pintu belakang toko ini," ia
memberi tahu anak bertubuh kecil itu. "Aku selalu mengenali bekas ban
sepedamu yang bergaris-garis itu di mana pun!"
BAB IV
MENGINTAI
Kabut tebal menyelimuti kawasan Pasifik malam itu. Trio
Detektif, terbungkus dari kepala hingga ujung kaki dengan mantel hitam,
bersepeda memasuki pintu belakang Kepolisian Rocky Beach. Beberapa menit
menjelang pukul delapan.
Jupiter menyandang sebuah ransel yang berisi 'peralatan
penting untuk mengintai', demikian ia menyebutnya. Kini ia dan Bob
bercakap-cakap penuh semangat tentang bermacam-macam teknik mengintai. Pete,
yang sama sekali tidak suka segala sesuatu yang mengandung bahaya, membuntuti
di belakang. Mereka mengetuk pintu dan dipersilakan masuk oleh Officer Haines,
seorang polisi muda berwajah galak dan berambut merah.
"Anak-anak melakukan pengintaian!" dengusnya.
"Mengapa kalian tidak kembali saja ke rumah pohon kalian dan membiarkan
para profesional menangani ini?"
Jupiter memiliki bakat berakting yang memungkinkannya
mengubah raut muka dan tingkah lakunya, sehingga nampak lebih tua daripada usia
sebenarnya. Kini ia berdiri tegak dengan dagu terangkat tinggi.
"Diremehkan karena usia kami telah memungkinkan kami
menyelesaikan banyak kasus membingungkan dan dianggap tak terpecahkan. Mata
muda kami dapat melihat banyak hal yang terlewatkan oleh orang dewasa."
Officer Haines nampak seolah-olah ia baru saja menggigit
sebuah jeruk yang sangat asam. "Mulut pintarmu itu suatu hari nanti akan
memberimu masalah besar, Jones!" geram Haines, mencucukkan jarinya ke dada
Jupe. "Kau tahu terlalu banyak demi kebaikanmu sendiri!"
"Cukup, Haines," Chief Reynolds berkata dari
belakangnya.
"Bukan anak-anak yang baik," Haines bergumam
sambil berjalan menjauh di koridor.
"Maaf tentang hal itu, Anak-anak," kata Chief.
"Mereka sedang menghadapi stres dengan segala aktivitas kejahatan yang
terjadi di Rocky Beach akhir-akhir ini. Kami banyak bekerja lembur dan mereka
tidak suka anak-anak melakukan pekerjaan mereka. Jadi demi kebaikan kalian
sendiri, jangan mencari masalah dengan mereka malam ini. Setuju?"
Ketiga anak itu mengangguk dengan muram.
"Apa yang dikatakan Skinny tentang pencurian-pencurian
ini, Chief?" tanya Bob, mengeluarkan buku catatan dan pensil.
"Tidak banyak yang bisa ditulis, Bob. Skinny sudah
tidak ada di kota ini!"
"Apa?!" seru Pete, memukulkan kepalan ke telapak
tangannya. "Tunggu sampai dia berhadapan denganku!"
"Sebenarnya aku telah mencoret nama Skinny dari daftar
tersangka," kata Jupiter sementara mereka berjalan menuruni tangga, menuju
ke garasi polisi di bawah tanah. "Kejadiannya terlalu kompleks untuk anak
seperti Skinny. Selain itu, ia takkan berani melakukan sesuatu sebesar
ini."
"Sepertinya sekali lagi Jupiter benar," kata
Chief setuju. "Entah bagaimana Skinny tahu tentang rencana si pencuri ...
atau para pencuri ... tapi rasanya cukup sampai di situ keterlibatannya. Kita
akan tahu begitu kita bisa menemukannya. Ibunya berkata ia menginap di tempat
seorang sepupu di pesisir selama beberapa minggu.
Mereka berempat masuk ke dalam mobil Chief Reynolds, Jupe
mengambil tempat duduk di depan. Chief akhirnya tidak dapat menahan rasa ingin
tahunya melihat Jupe meletakkan ransel di antara kedua kakinya. Setelah sekian
lama bekerja sama, Sam Reynolds telah terbiasa dengan kejutan-kejutan dari
Jupiter Jones.
"Baiklah, sudah cukup berahasia, apa itu di dalam
ransel, Jones?"
Jupe tersenyum. "Kumpulan intrumen dan peralatan yang
boleh jadi akan terbukti sebagai faktor yang menguntungkan dalam tugas
pengintaian kami."
"Maksudnya, barang-barang yang mungkin berguna
nanti," kata Pete menyeringai.
"Cara yang agak rendah untuk menyatakannya tapi pada
intinya benar, Dua," jawab Jupiter. Ia mulai membagi-bagikan isi
ranselnya. "Walkie-talkie kita, bisa digunakan sampai sejauh empat blok.
Senter, kapur, tiga set teropong, tiga botol soda jeruk, dan biskuit coklat Bibi
Mathilda yang telah ternama di seluruh dunia! Kita tidak pernah tahu berapa
lama pengintaian akan berlangsung!" senyum Jupe, mengambil suatu gigitan
besar.
"Serahkan pada Jupe untuk berkemas!" Bob tertawa.
Chief menghela nafas, lalu berubah serius. "Sudahkah
kalian bertiga mendapat izin dari orangtua masing-masing?"
Mereka mengangguk penuh semangat.
"Baiklah kalau demikian. Mari kita menangkap
pencuri!"
*****
Sejam kemudian Trio Detektif telah berada di tempat
pengintaian masing-masing, sesuai petunjuk Chief. Jupiter berjongkok di dalam
bayang-bayang di pagar rumah seberang Pearl's Bakery bersama seorang polisi
berbadan besar yang bernama McDaniels. Satu blok dari situ, Bob duduk di jok
depan sebuah mobil polisi tak bertanda bersama Chief Reynolds. Kaca-kaca
jendela mobil itu benar-benar gelap sehingga tidak mungkin melihat ke dalam
tanpa menempelkan muka di kaca. Pete, yang paling cekatan, menggigil di atap
Green's Hardware Store bersama Haines, yang nampak sangat kesal. Meskipun saat
itu musim panas, di daerah pesisir malam dapat menjadi sangat dingin, terutama
ketika berkabut. Dan kini, hampir pukul sembilan dan matahari tinggal sesaat
lagi terbenam, Pete harus menaikkan kerahnya, menutupi telinga.
Penyelidik Kedua dengan waspada mengamat-amati jalan di
depan toko peralatan itu. Ia merasa kabut telah menjadi jauh lebih tebal dalam
sejam terakhir. Bahkan jalan raya, yang biasanya penuh dengan remaja pada Jumat
malam, nampak lengang. Setiap beberapa saat ada mobil yang lewat, lampu
depannya bercahaya bagaikan kunang-kunang pada waktu malam. Pete merasa sial
sekali harus berpasangan dengan Haines namun memutuskan untuk mengurangi
kebosanan dengan bercakap-cakap dengan polisi galak itu.
"Kabut semakin tebal. Anda pikir kita bisa melihat apa
yang terjadi dari atas sini?"
"Diam, Anak Kecil," Haines meludah dengan kesal.
"Huh," gumam Pete. Ia kembali mengarahkan
pandangan ke jalan yang berkabut dan memutuskan untuk mencoba
walkie-talkie-nya. Walkie-talkie itu adalah salah satu hasil karya Jupiter
sejak mereka memulai Trio Detektif. Terdiri dari alat penerima dan pengirim,
walkie-talkie itu terhubung oleh kawat tembaga dengan ikat pinggang khusus yang
mereka kenakan.
"Penyelidik Pertama, masuk," Pete berbisik.
"Penyelidik Pertama, masuk. Ganti."
Sejenak terdengar bunyi sinyal statis dan kemudian suara
Jupe, pelan namun jelas.
"Pertama di sini. Ada apa, Dua? Ganti."
"Biasa saja," kata Pete. "Hanya berusaha
mencari teman mengobrol yang tidak benci anak-anak." Ia menjulurkan
lehernya untuk melihat apa yang terjadi di jalan lagi. "Kabut sangat tebal
di sini. Aku hampir tidak dapat melihat jalan! Apakah kau bisa melihat sesuatu
di bawah sana? Ganti."
"Negatif," jawab Jupe. "Sepertinya ini
adalah malam paling buruk untuk mengintai. Kabut ini seperti sup kacang saja.
Tetaplah waspada," Penyelidik Pertama memberikan aba-aba.
"Dan jaga badanmu agar tetap hangat!" Suara Bob
terdengar diiringi dengan tawa. "Ganti dan selesai."
"Lucu sekali, Data!" kata Pete sinis. "Akan
kuganti dan kuselesaikan engkau!"
Pete menyimpan kembali walkie-talkie-nya dan berusaha
menemukan tempat duduk yang paling nyaman, bersiap-siap menghadapi malam yang
panjang.
*****
Waktu serasa berlalu kian lama kian lambat. Tubuh Pete
terasa pegal dan pikirannya seolah-olah sama berkabutnya dengan malam itu.
Satu-satunya yang terjadi selama pengintaian itu adalah kedatangan seorang anak
buah Chief Reynolds dengan dua cangkir kopi untuk Pete dan Haines. Pete begitu
senang akan adanya sesuatu yang hangat di dalam perutnya sehingga mulutnya
terbakar karena menghabiskan isi cangkir itu sekaligus.
Pete bermimpi ia tersesat di dalam kabut di suatu pantai.
Gemuruh ombak berderu-deru kencang sekali di telinganya. Sudut matanya
menangkap sesosok bayang-bayang yang menyelinap di tengah-tengah kabut tidak jauh
dari tempatnya, terdengar suara tapak kaki di pasir. Pete tergagap ketakutan
dan mulai berlari di sepanjang pantai tanpa bisa melihat apa-apa. Tapi
seolah-olah semakin cepat ia berlari, semakin dekat monster itu ... sampai
akhirnya tepat di belakangnya! Pete terjatuh di pasir dan berteriak ....
Pete terbangun tiba-tiba ... teriakannya masih terasa di
bibirnya. Ia menarik nafas panjang ketika menyadari bahwa semua itu hanya
mimpi.
Mimpi! Itu artinya ia telah tertidur! Pete mengambil resiko
dengan menyalakan senter untuk melihat jam tangan. Tengah malam! Pete panik
ketika menyadari ia telah tertidur selama lebih dari tiga jam! Jupe pasti akan
marah-marah mendengar ia tertidur saat sedang mengintai bersama polisi!
Hal terakhir yang diingat Pete adalah saat Jupe
memerintahkan mereka untuk tidak bercakap-cakap dengan walkie-talkie,
Penyelidik Pertama yakin sesuatu akan terjadi sebentar lagi. Kemudian seorang
polisi datang membawakan secangkir kopi ... dan ia tidak ingat apa-apa lagi
sampai kemudian bermimpi!
Pete merasa sekali itu otak Jupiter Jones yang begitu
cerdas salah. Ia meregangkan kakinya yang panjang dan menguap. Sambil mengusap
mata Pete memandang ke bagian lain dari atap, tempat Haines berada,
bersiap-siap akan menerima pandangan marah polisi itu. Pete terkejut.
Haines telah menghilang!
Pete melompat berdiri dan buru-buru memijat sendi-sendinya
yang kaku. Penyelidik Kedua bergegas menyeberangi atap, jantungnya berdegup
kencang sekali.
"Officer Haines?" bisiknya. "Officer Haines,
di manakah Anda?" Tidak ada jawaban. Pete berpikir keras. Mungkinkah
Haines adalah pencuri yang mereka tunggu? Mungkinkah ia sengaja menunggu Pete
tertidur lalu beraksi? Ia tidak ingat kapan terakhir kali ia mendengar suara
Haines. Pete membuat keputusan dan mengeluarkan walkie-talkie.
"Jupe! Jupe!" serunya. "Kau dengar? Jupe,
masuk!"
*****
Ketika Pete menyadari bahwa ia sendirian di atas atap,
Jupiter tiba-tiba menegakkan tubuhnya dalam kegelapan di tempat ia mengintai
bersama McDaniels. Apakah ia mendengar sesuatu? Seperti bunyi logam beradu
dengan logam. Ia menyentuh pundak McDaniels.
"Anda dengar itu?"
McDaniels mengangguk dan menaruh jari di bibir. Ia menunjuk
ke arah pagar yang mereka sandari selama tiga jam terakhir.
Jupiter mematikan walkie-talkie-nya, suara yang tidak
perlu, sekecil apapun, dapat membuat keberadaan mereka diketahui. Ia menjauh
dari pagar sejauh yang ia berani. Bahkan dengan kabut tebal yang menutupi
keberadaan mereka, ia tidak ingin posisi mereka ketahuan dengan keluar ke
cahaya suram lampu jalan. Remaja gempal itu menahan nafas dan berusaha
menangkap suara sekecil apapun. Ia menggenggam senternya erat-erat, berniat
menggunakannya sebagai senjata bila perlu.
Ketika Jupe telah yakin bahwa mereka tidak benar-benar
mendengar sesuatu, bunyi lembut itu kembali terdengar.
Rambut Jupiter berdiri tegak.
Officer McDaniels mencabut pistol kecilnya dan
mengarahkannya ke suatu tempat di pagar.
"Apakah sebaiknya kubutakan ia dengan senter?"
bisik Jupiter.
McDaniels menggeleng. "Kau akan ketahuan," bisiknya.
"Berdiri di belakangku!"
Jupiter melakukan yang disuruh. "Ada apa di balik
pagar?" bisiknya di telinga McDaniels. "Maksudku selain pencuri
itu?"
"Tangga menuju ke apartemen. Kita ...," McDaniels
tidak melanjutkan perkataannya ketika melihat pintu pagar mulai bergerak pelan.
Jupe mendengar bunyi gerendel dibuka dan menatap dengan takut.
Pintu pagar perlahan membuka.
Sesosok gelap melangkah diam-diam.
"Berhenti!" bisik McDaniels tegas. "Jangan
bergerak!"
"Santai! Ini hanya aku, Jensen!" Sosok gelap itu
berbisik, mengangkat kedua tangan. "Chief Reynolds menyuruhku
menggantikanmu!"
"Siapa?" McDaniels bertanya dengan curiga,
pistolnya tetap terarah ke sang penyusup.
"Jensen! Aku polisi!" bisik si orang tak dikenal.
"Aku salah satu polisi dari pesisir yang diminta Chief Reynolds membantu
dalam pengintaian ini! Carlson sedang menggantikan Haines di atap!"
bisiknya sambil menunjuk ke seberang jalan.
McDaniels menyimpan pistolnya dan mengangkat alis. Jupiter
menyadari ia telah menahan nafas selama itu dan menghembuskannya dengan lega.
Dengan cahaya dari lampu jalan ia kini dapat melihat sosok itu mengenakan
seragam hitam polisi dengan lencana berkilauan terkena cahaya. Tempat itu
terlalu gelap untuk dapat melihat muka Officer Jensen dengan jelas namun Jupe
melihat lencananya dan suaranya terdengar tak asing.
"Sampai nanti, Kawan," McDaniels tersenyum.
"Aku akan mengambil kopi. Jangan tertidur!" Setelah berkata demikian,
polisi berbadan besar itu tanpa menimbulkan suara menyelinap melalui pintu
pagar dan menaiki tangga. Jupiter mendengar gerendel terkunci. Ia berpaling ke
arah sosok gelap Jensen.
"Sepertinya si pencuri takkan beraksi malam ini,"
kata Jupe, meraih ke dalam ranselnya. "Anda mau kue? Kue coklat legendaris
buatan Bibi Mathilda-ku."
"Oh, sungguh menyenangkan," jawab Jensen,
mengambil sepotong kue dan mengunyahnya. "Terima kasih, Nak. Rasanya
seperti kue yang belum lama ini kumakan di San Fransisco," ujar Jensen.
"Seorang lelaki berjualan dengan gerobak di Chinatown. Kue Chang, begitu
namanya. Buatan Bibi Mathilda-mu jauh lebih enak, tentu saja," tambahnya
cepat-cepat.
"Benar-benar memanjakan indera perasa," kata
Jupiter setuju.
Jensen menatap ke arah kabut tebal. "Aku takkan heran
jika Chief menyudahinya sekarang," katanya. "Terlalu berkabut. Aku
akan menghubungi markas dan meminta mereka menelepon istriku. Aku bilang
padanya aku takkan pulang hingga pagi hari nanti. Tidak ada gunanya membiarkan
ia cemas semalaman." Jensen meraih walkie-talkie besar yang tergantung di
ikat pinggangnya.
Jupiter mengunyah sepotong kue dan kembali mengamati jalan
dengan teropongnya. Samar-samar terdengar bunyi klik yang diikuti dengan sinyal
radio ketika Jensen menyalakan pesawatnya.
Tiba-tiba keheningan malam terpecah oleh deringan nyaring
sebuah bel!
"Alarm keamanan!" seru Jupe.
"Kira-kira dari mana asalnya?" tanya Jensen.
Jupe menelusuri jalan yang tertutup kabut dengan
teropongnya. Secercah cahaya merah menarik perhatiannya.
"Tempat permainan dingdong," seru Jupe mengatasi
kebisingan alarm. "The Mineshaft!" Ia berlari menyeberangi jalan yang
sepi. Jensen berada tepat di belakangnya.
"Tepat di sebelah Green's Hardware!" seru Jupe.
"Mungkin Pete melihat sesuatu!"
Jupe, dengan potongannya yang gempal, segera saja terlewati
oleh Jensen.
"Mari kita berputar ke belakang!" seru Jensen.
"Mungkin kita bisa menangkap si pencuri saat ia berusaha kabur!"
Jupiter menimbang-nimbang dengan cepat dan setuju. Mereka berlari di tengah
kabut menuju belokan terdekat dan memasuki sebuah lorong, bayang-bayang mereka
memanjang di depan mereka. Ketika mereka berbelok, tiba-tiba kaki mereka saling
tersandung dan mereka berdua terjatuh ke trotoar yang keras. Jensen duduk
lambat-lambat dan mengusap benjolan di kepalanya.
"Kau tak apa-apa, Nak?" tanyanya terguncang.
"Aku akan hidup," jawab Jupiter, memeriksa
lututnya yang terkelupas. Dering alarm pencuri itu begitu kuat sehingga mereka
harus berteriak-teriak meskipun mereka duduk berdekatan. "Hanya beberapa
luka kecil ...," Jupe berhenti tiba-tiba dan menarik nafas.
"Lihat!" serunya, menunjuk ke pintu belakang The Mineshaft.
"Jendela kecil di dekat tempat sampah itu terbuka!"
Mereka berdua melompat bangkit dan berlari mendekati
jendela itu.
"Silakan, Nak, akan kuangkat kau!" Jensen
menawarkan, merunduk dengan telapak tangan dan lututnya di jalan. "Naiklah
ke punggungku. Akan kususul kau nanti!"
Dengan sedikit bersusah payah, Jupiter mengempiskan
perutnya dan memaksa tubuhnya masuk melalui ambang jendela yang sempit. Dengan
hati-hati ia mendorong tubuhnya masuk, mengaturnya sedemikian rupa sehingga ia
bisa turun dengan kaki dahulu. Jupe berpegangan pada ambang jendela beberapa
saat, firasatnya berusaha memberi tahunya sesuatu. Ada perasaan tidak enak
bahwa ada yang tidak beres dengan semuanya ini namun ia tidak dapat menemukan
apa yang salah. Akhirnya ia melupakannya dan menjatuhkan diri ke lantai.
"Aku sudah di dalam!" serunya.
Tidak ada jawaban.
"Jensen?" Jupiter menunggu petugas polisi itu
untuk memanjat masuk melalu jendela yang baru saja dilaluinya.
"Jensen?" panggilnya lagi. Ia mulai merasa tidak enak ketika
tiba-tiba sebuah tas kecil terlempar masuk melalui jendela, jatuh di lantai
dengan bunyi dentingan logam.
Jupe pelan-pelan memungut tas yang berat itu dan
memeriksanya. Di bagian luar terdapat tulisan dengan huruf-huruf besar: ROCKY
BEACH FEDERAL BANK - TAS DEPOSIT. Perlahan-lahan dibukanya tas itu, lalu
diangkatnya sehingga terkena cahaya remang-remang yang masuk melalui jendela,
ada yang berkilauan di dalamnya.
Jupe terbelalak ketika akhirnya ia menyadari apa yang sesungguhnya
sedang terjadi ... dan apa yang sejak tadi berusaha diberitahukan oleh
firasatnya.
Tas itu penuh berisi mata uang logam!
Remaja berwajah bulat itu dengan segera tahu bahwa jika ia
memeriksa ke dalam toko, ia akan menemukan beberapa alat permainan telah
dibobol ... dan koin-koin di dalamnya telah hilang.
Tiba-tiba saja, tanpa peringatan apapun, sebuah lampu yang
terang menyorot ke matanya.
"Jangan bergerak, Nak!" suatu suara yang galak
terdengar mengatasi dering alarm. "Kau ditangkap!"